Setelah shalat subuh, aku sibuk mengepak semua barang-barangku. Lebih tepatnya barang-barang yang diwariskan Merlin kepadaku. Kecuali pakaian, tentu saja. tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk membereskan semuanya. Karena barang-barang itu tidak terlalu banyak dan tidak seberapa.
Setelah selesai, aku segera menghubungi Yuda lewat chat dan mengatakan kepadanya bahwa semuanya sudah siap. Tidak perlu menunggu waktu lama, Yuda datang dengan membawa mobil engkol bak berwarna hitam. Dia tidak datang sendiri, dia datang dengan sopir yang konon masih pamannya.
Mereka berdua bergegas mengambil barang-barang yang sudah aku susun di ruang tengah. Aku pun ikut membantu dengan membawa kardus-kardus yang berisi pakaianku sendiri. tapi Yuda mencegahnya. “Sudah, biar aku sama Paman Arsan saja.”
Aku hanya diam, memperhatikan kedua lelaki itu keluar masuk untuk membawa semua barang dan memindahkannya ke atas mobil engkol. Tak perlu menunggu lama, semua barang sudah berpindah ke atas mobil.
“Sudah beres. Kita pergi dulu ya. Nanti aku balik lagi ke sini buat jemput kamu,” ujar Yuda sembari mengelap keringat di wajahnya. Aku menyadari sisi lain dari ketampanan pria yang satu ini. Dalam kondisi apa pun, Yuda tampak begitu tampan di mataku. Bahkan dalam kondisi berkeringat dengan rambut yang awut-awutan seperti sekarang ini.
“Hei, kamu denger aku kan?”
“I-iya. Ngapain juga kamu jemput aku.”
“Lha, masa iya kamu nyuruh kami bawa barang-barang kamu. Tapi kamu nggak mau ikut pindah. Mau jadi gelandangan di bawah jembatan layang?” timpalnya. Lagi-lagi dengan diiringi cengiran jahil.
“Iya, maksudnya aku bisa nyusul kalian pake ojek online atau angkot.”
“Nggak usah. Biar aku jemput aja.”
Paman Arsan yang sedari tadi sudah menghidupkan mesin mobil tampak begitu jengkel dan menekan klakson dua kali. “Kebiasaan kamu mah, kalo udah ngobrol sama cewek teh suka lupa daratan.”
“Eh, sabar atuh, Mang,” seru Yuda. Mau tak mau dia pun beranjak dan membuka pintu mobil bak, duduk di samping kemudi. Kemudian mereka berlalu pergi membawa semua barangku menuju rumah Bu Hayati.
Sementara aku kembali duduk di kursi rotan luar kost. Satu jam setelah itu Yuda kembali datang dengan motor matiknya untuk mejemputku.