Aku merasakan sesuatu mencengkram rahangku dengan begitu kuat. Mataku terpicing dan kudapati wajah Yuda berada di atasku. Sementara tangan kanannya mencengkeram kedua pipiku dengan tekanan yang cukup kuat. Mampu membuatku meringis kesakitan. Aku mengernyit dan menatap Yuda dengan tatap heran.
“Jujurlah kepadaku, Ra!” serunya. Mengeratkan cengkeraman tangan di kedua rahangku.
“Ada apa bang?” tanyaku. Pura-pura menjadi wanita paling bodoh sedunia. Aku sudah menduga bahwa adegan seperti ini akan benar-benar terjadi dan menghancurkan semua romantisme yang berusaha aku bangun.
“Kamu telah membohongiku! Kamu benar-benar penipu!” seru Yuda dengan tatapan nyalang.
Aku berusaha berakting layaknya gadis tanpa dosa dan tak tahu apa-apa. “Aku nggak tahu apa yang kamu maksud!”
“Bulshit! Kamu sudah pernah tidur dengan laki-laki lain!”
“Nggak! Tega banget kamu nuduh aku!”
“Kamu sudah nggak perawan, Ra!”
Aku tidak tahu apakah aku harus tertawa atau menangis. Tapi aku tidak ingin disalahkan seperti ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan Yuda dengan semua tuduhannya. (Meski tuduhan itu benar). “Bagaimana kamu tahu aku nggak perawan?”
“Aku bisa merasakannya,” balasnya.
“Kalau begitu, kamu juga sudah nggak perjaka, kan? Kamu juga pernah tidur dengan wanita lain sebelum menikah denganku. Karena mustahil kamu bisa membedakan mana yang perawan dan mana yang tidak, jika kamu belum pernah tidur dengan siapa pun sebelum kamu tidur denganku.”
Yuda terdiam.