Hanum terus menyaksikan berita jalannya demontrasi di televisi dengan hati tak tenang, karena suaminya sulit dihubungi. Hingga kemudian dia dapat telepon dari atasan suamimu bahwa lelali tercintamu itu dalam keadaan tidak baik baik saja.
"Letnan Haris harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang kami anggap sangat ceroboh, dan sebagai abdi negara kami sangat kecewa atas sikapnya yang tidak bisa menahan emosi saat bertugas,"
Engkau terdiam beku, dan saat akan menanyakan kesalahan apa yang dilakukan suamimu, telepon terputus.
Tentu saja engkau panik luar biasa. Komamdan suamimu memberi berita yang sangat membuatmu ketakutan.
"Kesalahan apa yang telah dilakukan suamiku?" Engkau bertanya tanya tanpa mendapat jawaban.
Siapa yang harus dihubungi untuk menanyakan gerangan apa yang dilakukan Haris suamimu.
Sementara berita kerusuhan dan penjarahan pada mal serta ruko dan perumahan warga keturunan China sampai pada pelecehan seksual, dikumandangkan ditelevisi. Perasaanmu bercampur aduk tak menentu.
Engkau tak berani menghubungi ayahmu untuk sekedar membagikan berita yang engkau terima dari atasan suamimu. Dan saat berhasil menghubungi seorang tentara yang satu batalion dengan suamimu, rasanya engkau hampir tak dapat lagi menahan seluruh tubuhmu yang tiba tiba oleng.
Lunglai tubuhmu langsung ambruk ke sofa.
Engkau terkejut saat merasakan gerakan yang tak biasa pada bayi di perutmu. Mungkin bayimu terkejut akibat engkau terjatuh di sofa. Segera tanganmu mengelus bayi yang tiba tiba kontraksi itu.
Bagaimana tidak terpukul dan langsung lunglai tubuhmu jika tiba tiba dirimu mendapatkan kenyataan jika suamimu itu seorang petugas negara yang telah melanggar aturan yang ditetapkan dalam bertugas mengawal jalannya demontrasi.
Mereka para abdi negara yang bernama tentara harus melindungi rakyat. Harus menunjukkan baktinya pada kesatuannya dengan tidak menciderai pesan yang selalu diingatkan atasannya untuk selalu mengedepankan keselamatan masyarakat luas. Dalam bertugas harus membawa nama baik kesatuan dengan memadamkan ego dan omosi, dan tetap siaga serta tidak melakukan tindak kekerasan sekecil apa pun pada warga sipil yang seharusnya dilindungi.
"Tidak!" Engkau memekik.
"Non Hanum ..." Nah perempuan tiga puluh tujuh tahun yang ikut bersamamu sejak engkau menikah dengan Haris terkejut langsung mendekat.
Nah bingung saat melihatmu menangis terseduh seduh di sofa dengan tangan masih melindungi bayimu di perutmu.
Engkau masih terisak dengan perasaan sangat terpukul dan rasa takut menguasai dirimu.
"Tidak mungkin Mas Haris setega itu. Bukan suamiku yang melakukannya. Mas Haris prajurit teladan yang patuh dan taat. Tak mungkin dia bertindak sekejam itu. Nggak mungkin .... pasti ini salah ...!" Lalu engkau tak sadarkan diri.
Saat engkau siuman ayahmu berdiri mengawasimu dengan penuh perhatian. Sedangkan Nah berdiri pula di ujung kakimu. Melihatmu membuka mata, lelaki yang sudah kehilangan ibumu sejak engkau menginjak usia remaja itu, langsung mendekat padamu dan duduk di tepi tempat tidur dimana engkau berbaring lemah.
"Hanum ..."