KISAHKU: LUNA

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #1

LUNA ARSYLA PRAYOKO

Namaku Luna Arsyla Prayoko, aku lahir di Jakarta tahun 1993 sebagai anak pertama dari pasangan Edi Prayoko dan Shandy Lucia Hermawan, sejak lahir aku sudah dianugerahi kecantikan yang mempesona, membuat orang yang melihat akan terkagum-kagum padaku. Orang tuaku dua-duanya bekerja, kami telah lama tinggal di Jakarta dan menjadi salah satu warga menengah kelas atas di Ibukota ini. Hidup kami bisa dibilang harmonis dan tenang, sejak aku balita kami sekeluarga sering pergi berlibur bersama bahkan sampai ke luar negeri. Walau ibu dan ayahku hanya berpendidikan SMA tapi mereka sangat menginginkanku untuk bisa kuliah tinggi kalau perlu sampai S3. Ibuku sedikit dingin dan ayahku sangatlah ambisius.

Aku selalu diminta untuk belajar dan terus belajar, nilaiku harus baik. Aku harus bisa lebih unggul dari teman-temanku yang lainnya. Walau terasa sesak dan menyiksa namun aku mengikuti keinginan mereka karena aku ingin membuat mereka bangga padaku. Saat aku menginjak umur 5 tahun, adikku bernama Shafia Meira Prayoko lahir. Dia memiliki semua yang orang tuaku harapkan. Dia pintar dan penurut, sedangkan aku hanya tertarik pada dunia kecantikan.

Seiring dengan berjalannya waktu, Shafia mendapatkan semua perhatian dari orang tuaku. Dia menjadi anak kesayangan mereka sejak masuk Sekolah Dasar. Nilainya selalu baik, dia selalu rangking satu dan menjadi juara kelas. Berbeda sekali denganku yang walau belajar serajin apapun, aku hanya bisa mendapatkan peringkat lima terbawah. Orang tuaku sering menceramahiku karena hal itu. Aku dianggap mereka sebagai contoh buruk. Mereka bilang aku harus lebih rajin belajar, aku tidak boleh main dan harus mencontoh adikku. Semua itu membuatku tak tahan, aku menjadi anak pembangkang dan selalu melawan orang tuaku. 

Hari ini aku pulang telat, aku habis bermain dengan teman-temanku sampai aku lupa waktu.

Ibuku duduk di sofa dengan raut wajah marah. Saat dia mendengar aku membuka pintu, matanya langsung mengarah tajam kepadaku, “Habis dari mana kamu?” tanyanya.

Aku hanya diam, mencari alasan agar bisa lolos dari omelan ibuku ini, “Habis dari rumah temen Ma, tadi habis belajar bareng,” dalihku.

Shandy sontak melihat jam tangan Chanelnya, “Ini sudah jam 11 malam Luna. Anak SMP mana yang belajar hingga selarut ini?”

Aku menelan ludahku takut, ibuku kadang terdengar sangat galak, “Itu Ma soalnya ….” 

“Nggak usah bohong, mama lebih tahu dari kamu. Kamu kira mama nggak pernah seusia kamu, kamu nggak bisa menipu mama Luna. Sekarang kamu masuk, kamu dihukum. Selama seminggu kamu tidak boleh main, kamu harus belajar sampai nilai kamu itu naik.”

“Tapi Ma, Luna udah janji,” ungkapku mengikut langkah ibuku yang ingin masuk ke kamarnya.

“Kamu ini, kalau papa kamu tahu bisa berabe tahu nggak,” ucap Shandy yang sangat tahu kalau suaminya akan sangat marah jika tahu Luna pulang malam.

Mau tidak mau aku menurut dan mengiyakan keinginan ibuku, aku tidak mau berurusan dengan ayahku, bisa runyam. Semua teman-temanku bisa kena imbasnya kalau sampai dia tahu.

***

Pagi hari di rumahku yang hening dan nyaman, ayahku sudah duduk di meja makan dengan sebuah koran besar di tangannya. Dengan wajah serius dan penuh perhatian, dia membaca lekat-lekat setiap kata yang tercetak di koran tersebut. Ibuku membantu seorang pelayan rumah kami yang ditugaskan untuk memasak. Rumah kami lumayan besar, ada yang membantu memasak dan membersihkan rumah. Pagi itu menu sarapannya kebutalan adalah mie goreng.

Mie goreng buatan Bi Ismi sungguh sangat enak. Ibuku menyiapkan makanan tersebut di meja sembari memanggil anak-anaknya.

“Luna, Shafia, turun! Sarapannya sudah siap nih,” tuturnya.

Edi kemudian menutup korannya dan mulai melihat hidangan yang disediakan, “Sarapan apa kita hari ini?”

“Mie goreng Pa, enak tuh cobain deh,” jawab ibuku hangat. 

Lihat selengkapnya