Pemakaman ayahku berjalan dengan lancar, aku tidak menyangka ternyata banyak sekali orang yang datang. Yang anehnya bagiku adalah mereka semua berpakaian hampir sama, rapi dan memakai setelan jas hitam. Aku yang masih bingung dengan semua ini hanya diam mengikuti semua proses pemakaman, adikku menangis dan hampir pingsan, ibuku memakai kacamata hitam mencoba menguatkan dirinya. Aku salut dengan ibuku yang begitu kuat dan tegar.
Sesampainya di rumah ibuku langsung berunding dengan seorang pria yang tidak kukenal. Pria itu memakai kacamata dan setelan jas hitam sama seperti teman-teman ayahku yang lainnya. Dari perawakannya dia terlihat bukan orang biasa, tubuhnya tinggi dan terlihat atletis. Aku hanya menguping dari balik dinding dapur.
“Saya sudah bilang kalau keputusan kalian itu terlalu beresiko,” ucap ibuku sedikit marah.
“Maaf Shan, kami nggak tahu kalau semuanya akan seperti ini. Organisasi lain ternyata lebih nekat dari yang kami duga.”
Aku terkejut mendengarnya, “Organisasi? Organisasi apa?” tanyaku dalam hati.
“Mereka mencoba untuk menyabotase pasar kami, dan sepertinya orang dibalik organisasi ini sangat kuat,” timpal pria itu lagi.
“Bisnis saya dan kalian sama, sama-sama ilegal tapi saya tidak pernah melewati batas karena saya tahu bukan hanya uang yang dipertaruhkan. Sekarang saya sudah tidak mau terlibat lagi. Terserah siapa yang mau ambil alih posisi Mas Edi tapi saya dan anak-anak tidak mau dilibatkan. Hapus semua rekam jejak yang ada. Mengerti?”
“Ok Shan,” pria itu tak banyak bicara hanya mengikuti keinginan ibuku kemudian bertukar pandang dengan pria lain di sebelahnya.
“Saya lelah, banyak yang harus saya urus. Kalian lebih baik pulang,” pinta ibuku.
Aku terdiam beberapa saat, semua ini seperti tidak nyata. Semua ini seperti mimpi. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga, hidup keluargaku berubah drastis dalam sekejap mata. Kami memiliki semuanya, rumah mewah, mobil dengan harga fantastis, beberapa tanah dan emas yang disimpan. Belum lagi yang aku tidak ketahui. Aku jadi bertanya-tanya, apa sebenarnya pekerjaan orang tuaku? Aku mengambil segelas air dan meneguknya cepat, semua ini sangat sulit untuk dicerna.
***
Setelah ayahku meninggal ibuku memaksaku untuk belajar mati-matian, aku harus masuk Universitas ternama lalu melanjutkan sekolahku ke luar negeri. Itu rencananya. Karena merasa memiliki tanggung jawab aku mengikuti keinginan ibuku. Aku belajar dan terus belajar sampai rasanya aku muak. Tes masuk Universitas ternyata tidak mudah. Aku kewalahan dan tidak bisa banyak mengisi soal. Alhasil nilaiku sebenarnya tidak memenuhi kriteria untuk lolos, namun ibuku dengan liciknya membeli kuota untukku masuk di salah satu Universitas Negeri ternama di Indonesia. Di negara ini selama ada uang, semua mudah.
Hubunganku dengan ibuku semakin hari semakin jauh, dia semakin sibuk ke luar kota juga ke luar negeri. Kami hanya bertemu mungkin seminggu sekali, paling banyak seminggu dua kali. Adikku seperti biasa, masuk ke sekolah unggulan, dia masuk ke Sekolah Menengah Pertama Negeri terkenal di Jakarta. Semua berjalan mulus untuknya. Kami suka mengobrol kalau senggang, namun karena kesibukan masing-masing kami pun jarang bertemu.
***
Menjadi anak baru di kampus ternyata tidak seburuk itu, banyak anak-anak pintar yang langsung akrab denganku. Tanpa sadar aku masuk ke sebuah lingkaran pertemanan yang sehat. Ada satu anak laki-laki yang mencuri perhatianku bernama Lucky, gayung pun bersambut aku dekat dengannya. Kami sering nongkrong dan jalan bareng, dia sering mengantarkanku pulang setelah selesai kuliah. Tidak butuh waktu lama untuk dia menyatakan cintanya padaku.
“Kamu mau jadi pacar aku?” ujar Lucky mesra.
Aku tersenyum lalu memeluknya erat, “Ya,” ucapku tak banyak berpikir lagi.
Kami pun jadi pasangan yang selalu menjadi bahan perbincangan, pasangan serasi, bucin, bagai amplop dan perangko, semua orang membicarakan kami. Tapi itu tidak pernah menjadi masalah, aku dan Lucky sama-sama saling menyayangi dan kami bahagia. Hubungan kami pun langgeng hingga aku menginjak tahun kedua kuliah. Oh iya aku kuliah di jurusan bisnis karena aku berniat membuka bisnisku setelah selesai kuliah nanti.
Malam itu, aku dan Lucky diundang ke acara ulang tahun temanku di sebuah Hotel di Jakarta. Ada yang bilang kalau temanku itu anak konglomerat hingga merayakan ulang tahun di sebuah hotel terkenal. Aku pun anak orang kaya, tapi orang tuaku berhenti membuat acara ulang tahun saat usiaku 10 tahun, entah kenapa. Kembali ke acara ulang tahun, aku memakai dress berwarna biru muda tanpa lengan, dress yang kupakai ini pendek namun terlihat berkelas.
Aku datang dengan merangkul tangan Lucky masuk ke dalam pesta dengan penuh rasa bangga dan percaya diri, acara itu begitu meriah dan megah. Kami lalu bertemu beberapa teman dekat.
Alice dan Riona menghampiriku yang sedang berkeliling bersama Lucky.