Aku terkejut bukan main, aku melempar alat itu takut. Hatiku berdebar tak beraturan. Bagaimana bisa aku memiliki seorang bayi sedangkan hidupku saja berantakan seperti ini. Setelah berpikir keras, aku akhirnya memutuskan untuk langsung menemui Lucky dan memberitahunya.
“Apa?” tanya Lucky kaget bukan kepalang.
“Aku hamil,” tandasku cemas.
“Kamu nggak salah kan? Kamu nggak salah ngecek kan?”
“Nggak lah Ky, aku udah pakai tiga alat. Dan hasilnya semua sama,” tuturku menjelaskan.
Lucky memijat dahinya bingung, “Kamu yakin itu anak aku?”
Aku sontak membulatkan mata, omongannya sungguh di luar perkiraanku. Aku kira walau dia belum siap tapi paling tidak dia mengakui kalau anak yang ada di dalam kandunganku adalah anaknya. Tapi ternyata dia tidak lebih dari seorang pecundang, “Apa?” tanyaku bingung.
“Kamu yakin itu anak aku?” tanyanya lagi.
“Ya iyalah memangnya anak siapa lagi?” aku mulai kesal.
Lucky panik, matanya bergerak kesana kemari, “Na, kita masih muda, masih kuliah. Mamaku pasti marah besar kalau tahu, dan kita masih belum bekerja. Gimana cara kita menghidupi anak itu?”
Aku memutar bola mataku tak percaya, “Kamu mau aku menggugurkannya?”
Lucky menelan ludahnya gugup, dari situ aku benar-benar bisa melihat lelaki macam apa dia, “Iya, kamu juga harus pikirin masa depan kamu. Kamu sekarang sedang kesulitan, ibumu bahkan ada di penjara aku, nggak mungkin…,” Lucky diam tak lagi melanjutkan perkataannya.
“Brengsek,” kataku pelan.
“Apa?”
“BRENGSEK!” teriakku kesal.
Sekarang wajah Lucky terlihat marah, “Hmm,” dia berdengus kesal, “Ingat ini, aku nggak mau lagi terlibat dalam hidupmu atau keluargamu, termasuk bayi itu. Keluarga kamu kriminal, aku bahkan nggak tahu itu anak aku atau bukan. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sekali penipu tetap penipu.”
Mendengarnya membuatku naik pitam, PLAK… Aku menamparnya keras hingga pipinya memerah dan wajahnya terlempar ke samping.
Napasku kembang kempis menahan emosi, “Kamu juga harus ingat ini ya, mulai detik ini aku sama kamu tidak punya hubungan apapun. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi,” tuturku sebelum pergi meninggalkannya.