KISAHKU: LUNA

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #9

LADY ESCORT

Tahun 2014, aku berubah. Aku menjadi pemandu tamu atau Lady Escort di sebuah Klub Malam milik lelaki yang bertemu denganku di Hotel yang ternyata adalah teman ayahku, Brad nama samarannya. Setelah bertemu dengannya setahun lalu di Hotel, dia menawarkanku untuk bekerja di Klub Malam miliknya. Dia orang yang sangat baik dan menganggapku sebagai anaknya sendiri.  Aku diberikan tempat tinggal dan pekerjaan yang dibayar dengan layak bahkan bisa dibilang besar. Berawal sebagai pelayan Klub, aku beranjak naik menjadi Lady Escort.  

Menemani para tamu yang hadir bukan hal yang sulit bagiku, aku terbiasa berbincang dengan lawan jenis dan menyukai kepopuleran, aku suka menjadi pusat perhatian. Brad melihat potensiku dengan baik, wajahku yang menggoda, tubuhku yang seksi cukup membuat para lelaki berdatangan bagai lalat. Walau aku baru, tapi aku sudah banyak mendatangkan pelanggan. 

“Hei, Luna. Kamu kemana aja sih? Mas tungguin juga,” ujar Deri, pria hidung belang yang selalu mengadu soal istrinya yang membosankan dan tidak membuatnya bergairah. 

“Di sini aja kok Mas, memang mau kemana saya?” ungkapku dengan manja.

“Ah kamu ini,” tuturnya sembari tangan nakalnya mencoba menyentuh tubuhku, “Gimana? Mau kemana kita habis ini?” tanyanya iseng sengaja ingin merayuku. 

“Dasar cowok mesum,” ucapku dalam hati, “Hmm, enakan kemana kita? Hotel? Vila,” godaku.

Dia menggoyangkan jari telunjuknya menunjukku sembari tertawa, “Kamu memang berbeda,” Deri kemudian mendekatiku dan mencoba ingin menciumku namun sayangnya, Brad menghubungi di saat yang sangat tepat.

“Ya, Pak Brad,” tuturku menjawab telepon, membuat Deri mendesah kecewa, “Ok, saya segera kesana,” aku menutup teleponku.

Aku kemudian menatap Deri penuh rasa tidak enak yang manis, “Maaf banget ya Mas, ada panggilan mendadak. Penting.”

“Kebiasaan deh,” ujar Deri kesal.

“Lain kali ya,” rayuku sembari menyentuh pipinya lembut, “Saya permisi dulu,” pamitku dengan mengedipkan mata agar bisa sedikit menghiburnya.

Sampai di luar ruangan aku mendesah lega, rasanya lepas dari beban berat, “Huft,” desahku. Pria seperti Deri hanya senang bermain-main, dia hanya butuh pelampiasan, dan aku tidak suka pria seperti itu, menipu istrinya dan bermain dengan perempuan lain. Brengsek. 

Aku langsung menemui Brad di ruang kerjanya yang terletak di lantai paling atas, lantai 6. Dengan gaun pendek nan ketat berwarna merah, aku berjalan anggun dengan sepatu hak berwarna hitam. Terkadang aku bahkan kagum dengan tubuhku sendiri. DNA yang orang tuaku berikan sangatlah luar biasa. Mengetuk pintu dengan santai, aku lalu dipersilahkan masuk oleh atasanku itu.

“Hai, Luna. Sehat?” tanya Brad ramah, dia yang sedang memainkan ponsel langsung berjalan duduk di sofa tempat kami akan bicara.

Aku pun mengikutinya duduk, “Sehat Bos, gimana-gimana? Ada apa Bos?”

“Ah, ini besok akan ada salah satu tamu VIP. Ini datanya.”

Aku membaca data itu pelan-pelan, “Heru? Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bali.”

“Yup, dia tamu penting kita besok. Saya mau kamu yang mendampingi dia. Ajak dia minum, rayu dia supaya terus mengeluarkan uangnya untuk berada di sini, dan tentu saja menghabiskan stok minuman kita.”

Aku tersenyum, “Ok. Bisa diatur,” kataku santai.

Klub Malam milik Brad memang bukan Klub kecil namun juga tidak terlalu besar, aku cukup senang bisa berada di sini.

Brad lalu memberikanku amplop kecil berwarna coklat, “Bonusmu.”

“Sudah keluar?” tanyaku antusias, siapa yang tidak suka uang, “Wow,” tuturku puas setelah melihat isinya.

“Kamu memang berbakat Luna. Nggak percuma saya membawamu kemari.”

“Thank you Bos,” tuturku mencium amplop tersebut sebelum pergi dari ruangan tersebut.

Karena pekerjaan sudah tidak ada lagi, aku duduk di depan bar, kebetulan Mas Yosi yang jadi bartendernya hari itu.

“Mau apa Neng?” tanyanya.

“Biasa Mas.” jawabku santai, aku lumayan dekat dengan Mas Yosi, dia suka mendengarkan curhatanku.

Lihat selengkapnya