Malam ini aku sedang menghabiskan malamku yang panas dengan seorang wanita yang kubayar tinggi untuk melayaniku. Aku Rendy Darjaya, umurku baru 18 tahun tapi aku sudah menikmati rasanya menjadi laki-laki. Aku baru lulus dan baru diterima di Universitas Negeri yang ada di Bali. Sejak beranjak dewasa aku bebas melakukan apapun, orang tuaku tidak terlalu peduli padaku. Ibuku pergi meninggalkan ayahku entah kemana, aku menjadi anak yang berhasil dewasa dengan cepat, sangat cepat sebagai pelampiasan atas kekecewaanku pada hidup.
Aku telah melakukan ini sejak setahun terakhir, aku sering minum-minum, datang ke Klub bersama teman-teman tongkronganku dan juga menyewa beberapa wanita untuk memuaskan kami. Hari ini setelah minum-minum di Klub aku menyewa seorang wanita dan sebuah Hotel bintang lima untuk membuatku merasa jantan. Uang orang tuaku banyak, dan mungkin tidak akan habis hingga cucu dan cicitku, jadi aku bebas melakukan apa saja.
***
Keesokan pagi setelah bangun aku langsung memberikan uang dalam jumlah banyak pada wanita yang menemaniku, “Itu uangnya,” ucapku.
Wanita itu tersenyum senang, “Makasih ya, nanti hubungi aja kalau memang butuh ya Mas,” tuturnya sebelum meninggalkan kamar hotel.
Aku mendesah lega sebelum membersihkan diri dan meraih kunci mobil sport Lamborghini merah milikku. Aku memakai pakaian casual dengan celana denim, kaos putih dan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu yang tidak kukancing. Dengan kacamata hitam aku berjalan ke tempat parkir dan mengendarai mobilku kencang.
***
Aku datang ke sebuah tempat tongkrongan yang biasa kudatangi, hari ini ada acara balap mobil yang akan kuikuti. Menghentikan mobil dengan mendadak, semua orang menoleh menatapku karena suara decitan rem mobil yang kukendarai cukup kencang. Aku keluar dengan membuka pintu mobil yang mengarah ke atas, mobilku adalah salah satu tempatku menyombongkan diri.
Temanku menghampiri dan memberikan tangannya menepuk tanganku, “Hai, Bro. Ditungguin akhirnya datang juga,” ujar Jemmy.
“Biasa Bro, baru selesai urusan.”
“Wah, dapet kelas kakap nih kayaknya,” ledek Jemmy.
“Yah gitulah. Oh iya, jadi balapannya?” tanyaku penasaran.
“Tuh si Sofian udah nungguin,”
Aku tersenyum kecil melihat sosok laki-laki tinggi sedikit kurus yang sedang bercengkrama dengan teman-temannya. Dia adalah Sofian, kami dulu satu sekolah namun beda geng. Dia dengan geng anak tongkrongannya sedangkan aku dengan geng tongkronganku. Walau kulitku sawo matang dan tinggiku rata-rata aku tidak pernah merasa kecil di hadapannya. Sejak dulu geng kami sering adu balapan dan biasanya gengkulah yang menang. Aku mengangguk singkat ke arahnya yang sekarang menatapku. Kami kemudian langsung masuk ke mobil masing-masing.
Mobil Mustang hitam miliknya kini berhadapan dengan mobil merah kesayanganku. Kami sama-sama menginjak pedal gas sebagai tanda kesiapan. Bertukar pandang satu sama lain, kami langsung melaju cepat saat bendera perlombaan dinaikkan. Aku dengan percaya diri langsung menginjak gas tanpa ampun, persneling dipindahkan dengan cepat. Kami memperebutkan siapa yang juara kali ini. Persaingan ketat, jarak antara mobilku dan mobil Sofian tidak terlalu jauh.
Aku mulai mempercepat lajuku, berharap kalau jarak akan memperkecil kemungkinan Sofian untuk menang, tapi ternyata Sofian mampu menyamai kedudukan. Posisi kami sama dan dia tertawa melihatku.
“CUPU!” teriaknya meledek lalu langsung melaju dengan cepat.
Aku sempat panik karena dia tiba-tiba saja sudah melewatiku bagai petir. Aku memindahkan persneling dan tanpa ragu menginjak gasku dalam. Beberapa menit kami terus berkompetisi, putaran demi putaran kulalui. Aku tidak boleh kalah, tapi melawan Sofian ternyata tidak semudah mengulurkan tangan. Kecepatan mobilnya tidak bisa kuimbangi, sampai akhirnya aku harus menerima kenyataan kalau aku kalah. Kali ini Sofian mengalahkanku dengan mudah.