KISAHKU: LUNA

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #22

KEMBALINYA SEBUAH KELUARGA

Keesokan harinya saat melihat Gia dan Ben sarapan, Luna berhenti sembari merapikan jam tangan dan blazer biru mudanya. 

“Gi inget ya pesan gue, jangan pergi kemana-mana dulu, suruh orang aja. Terutama Ben jangan dikasih keluar sendirian.”

“Siap Bos.”

Ben yang hari itu terlihat ceria sekali tiba-tiba membisikkan sesuatu pada Gia membuat Gia mengangguk dan terkekeh, mereka benar-benar akrab. Ben kemudian berlari menghampiri Luna dan memberinya sesuatu. Dahi Luna mengerut bingung.

“Ben katanya sayang sama kamu Na, dia ngasih bunga kering dari vas di lantai atas tuh. Buat gue juga ada,” jelas Gia pada Luna, “Cie, sayang banget tuh Ben sama lo.”

Luna seketika terdiam membatu, hatinya bergetar, tapi dia malu, dia gengsi untuk mengakui. Matanya sempat berkaca-kaca untuk beberapa saat sebelum dia akhirnya pergi dari rumah itu.

***

Bertemu dengan Brad dan Jamal di Klub milik Brad, mereka bertiga berunding. Di meja bundar itu mereka memutar otak.

“Gue nggak mau bisnis gue hancur,” ucap Luna sembari memegangi dahinya.

“Gue nggak mau masuk penjara, ini semua gara-gara lo tahu nggak.”

“Terserah ya lo mau ngomong apa, tapi semuanya udah kejadian dan lo terlibat.”

Jamal yang kesal, menggebrak meja kasar membuat semuanya kaget. Matanya memancarkan amarah yang begitu besar. Brad akhirnya turun tangan.

“Jamal, tenang. Duduk dulu, kamu tenang. Saya tahu kamu marah dan panik tapi nggak akan ada jalan keluar kalau kamu emosi seperti ini. Sekarang kalian saya kira harus bergerak cari tahu apa yang terjadi, kalau memang ada yang sengaja melakukannya pada Riska, maka orang itu yang harus ditangkap,” Brad kemudian meneruskan ucapannya, “Kalian sudah cek semuanya? CCTV, situasi kejadian dan barang-barang yang ada di sana. Kalau memang seperti kata kamu Na, semuanya sudah sesuai aturanmu. Maka hal seperti ini seharusnya tidak terjadi.”

“Gue juga bingung, kok bisa kelepasan.”

“Obatnya,” tutur Jamal tiba-tiba.

“Obat?” tanya Brad penasaran, “Mal, apa menurutmu kita perlu ketemu Bos?”

Jamal terdiam bingung dan berpikir, lalu dia dengan cepat beranjak dari kursinya, “Gue pergi dulu,” ucapnya langsung beranjak.

“Mal, gue ikut,” ujar Luna yang sontak ditahan oleh Brad.

“Kita perlu bicara,” terang Brad membuat Luna menghela napasnya dalam.

Mereka akhirnya duduk lagi berdua.

“Na, gue rasa lo harus cari bantuan. Usaha lo ini nggak bener, lo terlalu berani.”

“Gue juga berpikir untuk minta bantuan makanya gue mau ngikut si Jamal tadi, eh lo malah halangin gue. Kemaren gue ketemu Pimpinan dan dia mau gue jual Bar gue ke dia.”

“Hah? Terus?”

“Ya gue tolak, gue yang bangun Bar itu dengan keringat dan air mata gue sendiri. Walau dia adalah penanam modal utama, tapi Bar itu adalah impian gue Brad. Gue nggak bisa lepasin begitu aja.”

Dalam kepala Brad berkecamuk berbagai kemungkinan, ‘Apa jangan-jangan Bos Emil yang melakukan ini semua? Apa ada orang yang ingin menghancurkan Luna atau Bos Emil?’

Lihat selengkapnya