Kissed by The Sun

Bena
Chapter #1

1.

Seorang perempuan bertelinga runcing jatuh dari langit. Para peri seolah menuntunnya menuju tanah, dia melayang-layang. Terlempar dari kuda putih yang kutunggangi, aku berusaha mencari orang-orang dari desa sekitar. Ya Tuhan, jika benar makhluk ini bukanlah manusia maka selamatkan aku dari segala petaka. Jika dia adalah perempuan cantik dengan sihir yang sering dibicarakan orang tua dalam ceritanya sebelum tidur maka mudahkan aku supaya dia mau membantuku dalam perjalanan ini. Apakah perjalananku langsung berakhir sebelum aku memulainya?

Berawal dari keributan di desa bagian timur kota, hal tersebut menjadi malapetaka yang akan semakin membesar pada Nanala. Seperti malam ini, rembulan berbentuk bulat sempurna. Setelah warga dari atas gardu menyuarakan adanya bahaya, segera aku menuju bukit.

Datangnya serigala di malam hari itu sesuatu yang biasa. Karena hal itu pula desa kami membuat gardu penjaga di atas bukit dan menempatkan beberapa orang di sana. Sesekali pula ayah atau aku ikut. Itu perkara yang mudah. Tapi sepertinya kali ini berbeda, salah satu dari mereka bahkan sampai harus repot turun dan menggedor pintu rumahku. Tentu saja aku panik ketika dia bilang bahwa manusia berbulu serigala datang lagi. Terakhir kali serigala itu datang dia menggigit lengan ayah dan membuatnya terbaring di ranjang. Kutukan yang berpindah itu sudah menjalar jauh di tubuhnya. Bagaimana jika hal yang sama terjadi padaku?

Mengesampingkan pikiran apa yang akan terjadi nanti, aku mengambil belati perak milik ayahku. Walaupun aku ketakutan sekarang aku tak boleh menolak wargaku. Jika aku ingin jadi pengecut setidaknya aku tak boleh menunjukkannya di depan mereka. Bisa saja nanti aku hanya mengusir serigala itu ke desa sebelah dengan melemparkan daging, lalu kembali ke desa dan bilang bahwa semuanya aman tanpa tahu kepastian hidup-matinya.

Bersama Mustang, aku melewati hutan yang diramaikan oleh kunang-kunang dan suara jangkrik. Kuselipkan belati perak di pinggang. Satu-satunya cara untuk membunuh makhluk jadi-jadian seperti serigala itu adalah dengan menusuk lehernya. Gardu penjaga tampak tinggi menjulang. Di dalam kepalaku, aku berusaha menyusun strategi dengan pohon-pohon di sekeliling yang mengawasi kami. Suara kuku kaki Mustang yang menapak tanah membersamai tiupan angin.

Dalam perjalanan, aku bertemu dengan penjaga lain dari atas gardu. Mereka bisa menyelamatkan diri sendiri. Aku pula bertanya berapa jumlah manusia serigala yang datang bertamu. Bisa jadi seperti serigala biasanya yang membawa teman ketika malam hari. Dan tentunya aku tak bisa mengatasi masalah ini sendirian jika mereka keroyokan. Untungnya Tuhan memudahkanku, makhluk itu sendirian.

Kakiku memanjat gardu penjaga. Kutinggalkan Mustang di bawah supaya dia tak langsung disantap oleh serigala itu. Semuanya tampak jelas dari atas. Aku lebih suka menyebut makhluk mengerikan ini serigala ketimbang kebanyakan orang memanggilnya. Rasanya tak manusiawi jika menyebutnya begitu, karena dia juga memakan manusia. Mungkin serigala itu sudah menikah dengan salah satu dari kami sampai dia bisa berdiri walaupun bungkuk. Atau seperti dalam dongeng si Cantik dan Buruk Rupa.

Di antara udara yang tengah kucoba kuhirup perlahan, jantungku malah berdetak semakin cepat. Burung hantu pula terdengar senang meramaikan malam yang sunyi. Serigala itu masih diam. Menggeram seolah berbisik di telingaku. Hidung besar dan mulut sepertinya tak berguna untuk menutupi taringnya. Angin malam berdesir, bersamaan dengan itu si serigala mendongak ke atas setelah cukup lama mengamati sekitar. Terasa seperti dia yang akan mengeluarkan nyawaku, aku menarik mundur tubuhku. Memanggil Mustang dan melompat dari gardu.

Lihat selengkapnya