Kita

Marwatibasri
Chapter #2

2


" Abang nebeng dong"

Melupakan kekejaman Erland semalam. Alasya kembali berulah, mengekori Erland sampai ke bagasi. Cowok itu mendengus kesal. Kali ini kepalanya tidak hanya berasap tapi juga bertanduk, emosinya sudah sampai diubun ubun melihat tingkah menyebalkan gadis tidak tau malu itu.

Mengabaikan kecerewatan Alasya. Erland menaiki motornya, hendak berjalan sebelum sebuah tangan memegang lengannya erat.

"Abang plis Asya nebeng ya, udah mau telat abang" Mohon Alasya memelas ke arah Erland.

Dengan sekali sentakan gadis itu terjatuh. Tanpa rasa bersalah, Erland memacu motornya, meninggalkan Alasya yang kembali terdiam.

Sakit. Bukan karena jatuh, tapi bagaimana perlakuan Erland yang menurutnya sangat tidak manusiawi.

"Sabar sabar, abang lagi memperdalam tekwondonya, tadi itu Alasya jadi bahan percobaan. Oke" Serunya berdiri dengan semangat, walaupun bokongnya sakit, sentakan Erland sangat keras menurutnya yang lemah.

Alasya menghapus bulir bening dipipinya. Entah kenapa, setiap kali mendapat perlakuan kasar kakaknya, hatinya sakit. Mungkin karena dulu Erland selalu menjadi tamengnya, selalu ada untuknya, giliran cowok itu berubah rasanya Alasya ingin mati saja. Dia tidak bisa tanpa Erland. Kakaknya sudah seperti sendi bagi pergerakannya. Tanpa Erland, Alasya bukan apa apa.

🏵🏵

Pukul 7.30 Alasya baru sampai, gerbang sekolah sudah ditutup 30 menit yang lalu. Gadis itu menghapus keringat yang bercampur air mata. Baru pagi dirinya sudah kucel. Ini akibat berlari ditengah kemacetan, berdesak desakan didalam angkot, belum lagi tanpa sengaja pemotor tidak tau etika menjipratinya dengan genangan air. Harinya benar benar menyebalkan.

Bolehkan Alasya menyalahkan Erland. Kakak kejamnya itu seharusnya mengantarnya tapi apalah dayah, jangankan mengantar berdekatan dengan Alasya saja sudah menjadi virus mematikan bagi Erland.

Meratapi nasibnya, Alasya terduduk diaspal depan gerbang sekolahnya. Masabodoh dengan roknya yang kotor. Dia lelah, daripada pingsan berdiri lebih baik pingsan duduk kan.

Baru saja memejamkan matanya, berniat pura pura pingsan agar diangkut ke UKS. Sebuah suara yang sangat familiar berdengung ditelinganya.

" Eh calon bini, ngapain selonjoran disitu, mau ngemis ya. Jangan dong sayang. Nanti kalo lo......"

"Berisik" Kesal Alasya menatap orang yang berdiri menjulang tinggi didepannya dengan tajam.

Cowok itu tertawa terpingkal pingkal membuat Alasya bergumam sinting menatap tingkah menyebalkan kakak kelasnya.

Sedangkan yang ditatap, masih betah dengan tawanya, memegangi perutnya yang tiba tiba kram.

" Saka ngapain kamu ketawa kayak orang gila" Celetuk seseorang dari balik gerbang.

Alasya berdiri dengan cepat, tersenyum sumringan menatap satpam sekolahnya itu.

" Ck pak, mana ada orang gila seganteng saya. Yang ada orang gila karena liat kegantengan saya"

Pak Tomo menepuk jidatnya, malas berdebat dengan seorang Saka Ifaldi yang tingkahnya selalu ajaib dan bikin geleng geleng kepala. Bapak dengan tubuh gempal dan kepala plontos itu menatap gadis berkulit pucat yang sedari tadi tersenyum menatapnya.

" Trus kamu ngapain disitu?"

Alasya memudarkan senyumnya. Ya telatlah, kenapa pake ditanya lagi sih. Monolog Alasya.

" Biasa pak, kita kan murid teladan. Sebelum kesekolah kita bantuin orangtua dulu, cuci piring, jemur pakaian, cuci mobil, bantuin bebek menyeberang bla bla...."

Pak Tomo hanya mengangguk angguk, tidak menanggapi sama sekali sekaligus tidak heran dengan ucapan ngelantur cowok jangkung didepannya itu. Sudah terbiasa dengan tingkah dan alasan tidak masuk akal Saka.

Yang membuatnya heran adalah, gadis berkulit pucat yang baru dilihatnya. Sebagai satpam yang sudah kenyang dengan gombalan para pembolos, Pak Tomo belum pernah mendapati manusia spesies Alasya yang terlambat.

" Kalo kamu kenapa telat?"

Alasya gelagapan. Sibuk mengumpati Saka membuatnya lupa mencari alasan.

" Saya mencret pak, tadi pagi keluar masuk toilet. Sebenarnya mama saya gak ngizinin ke sekolah. Tapi berhubung saya ini murid teladan dengan prestasi segudang. Saya gak mau bolos pak"

Pak Tomo terperangah. Dia pikir gadis berkulit pucat itu orangnya kalem, ternyata suaranya melengking dengan alasan yang terlalu jujur menurutnya.

Sementara itu, Saka kembali tertawa kali ini dia menepuk nepuk kepala Alasya yang tertawa canggung, merutuki kebodohannya mencari alibi.

Lihat selengkapnya