" Om Rana orang arab kan Ka?"
Saka mengernyit sambil mengangguk menatap aneh Satya yang kini merenung menatap langit langit kamarnya.
" Pantesan lo ganteng"
Saka tersenyum bangga, menyugar rambutnya seraya menaik turunkan alis menatap kedua sahabatnya.
" Tapi kok lo somplak ya" Senyum Saka pudar. Satya menatap wajah sahabatnya polos tanpa rasa bersalah.
Saka membalikkan badannya yang sedari tadi fokus bermain game bersama Dimas. Cowok itu menatap sengit Satya yang tidur telentang diatas kasurnya " Lo sendiri bapak keturuan cina, punya anak buriknya ngalahin panci gosong"
Satya berdecih " Perumpamaan lo udah kayak si Amel dramatisnya. Gue ini eksotis, turunan mamake" Bela Satya mendapat pelototan Dimas mendengar pacarnya dibawa bawa.
" Intinya lo burik. Valid no debat" Final Saka kembali fokus ke layar didepannya mengabaikan tingkah Satya yang semakin tidak jelas.
Bunyi dering ponsel mengalihkan perhatian Saka. Cowok itu menengok ke arah Dimas yang sedang senyum senyum tidak jelas menatap ponselnya.
" Siapa?" Tanya Saka penasaran
Dimas mendorong kepala Saka "Kepo lo kayak dora"
Saka berdecak " Gini amat jadi jomblo" Gumamnya, menarikan tangan di atas cursor game.
" Gue duluan ya"
Dimas mengambil jaketnya, menghentak kaki Satya yang dengan berani meletakkan kakinya diatas jaket itu.
"Mau kemana lo?" Tanya Saka
Dimas berdecak " Kencan sama Amel. Udah playboy diem"
Saka menatap tajam ke arah Dimas. Hari ini dirinya memang jomblo, setengah jam yang lalu, Saka baru saja memutuskan pacarnya dengan alasan yang lagi lagi tidak masuk akal.
" Maaf ya Mir kita putus, aku gak mau kamu pacaran sama homo. Kamu bisa dapat cowok yang lebih baik dari aku"
Begitu alasan Saka, dengan nada yang dibuat buat sedih membuat Amel menangis. Saka meringis mendapati gadis manis itu percaya begitu saja dengan alibinya, kalo sampai ibunya mendengar alasan Saka, sudah dipastikan Saka akan dimusiumkan atau sekalian dihajar habis habisan.
Sekali lagi Saka berdecak mendengar panggilan sayang Dimas yang menurutnya kelewat lebay.
" Pulang lo sono pulang. Enek gue dengernya" Usir Saka mendorong bahu Dimas.
" Sabar bego"
Saka kembali kedalam kamarnya setelah Dimas pergi tak lupa cowok itu juga mengejek Saka yang jones.
" Kebo, bangun lo " Saka melempar bantal ke arah Satya membuat cowok itu menggeliat lalu kembali tidur memunggungi Saka.
" Woy bangun. Pulang sono, gue mau pacaran" Saka menarik kaki Satya kencang.
" Lo homo kan, sini pacaran sama gue" Jawab Satya sadar tidak sadar membuat Saka menggeplak kepala temannya itu.
" Gue masih normal!!"
🏵🏵🏵
Alasya menghitung jarum panjang yang terus bergerak di dinding ruang tamu. Kebiasaan barunya yang kelewat aneh. Terhitung sudah dua puluh menit dia berdiri, mempertajam penglihatan dengan mulut berkomat kamit.
Sarah yang baru sampai dari butiknya seketika berhenti di ambang pintu, menatap heran Alasya.
" Sya kamu ngapain?" Tanyanya penasaran
Alasya menolehkan kepalanya terkejut lalu berlari menghambur tubuh Sarah. Memeluk wanita itu erat membuat Sarah semakin bingung. Dia berusaha melepaskan pelukan Alasya tetapi gadis itu semakin mengeratkan pelukannya.
" Biar gini dulu Ma, Alasya kangen"
Gadis itu semakin membenamkan wajahnya, memeluk Sarah erat.
" Mama mau istirahat " Sarah berujar pelan, berusahan sebisa mungkin terlihat biasa saja walaupun dalam hatinya, perasaannya tidak menentu. Jantungnya berdebar, bayang bayang Imelda ibu Alasya selalu terngiang dikepalanya saat dia melihat Alasya.
Alasya diam, perlahan melepaskan pelukan di tubuh Sarah, gadis itu menatap mamanya melihat Sarah memalingkan muka membuat Alasya tersenyum sedih. Entah sudah sejak kapan Sarah tidak pernah lama menatap wajahnya. Sarah selalu sedih saat berada didekat Alasya. Sesakit itu hati mamanya.