Erland kembali menengguk segelas alkohol dihadapannya. Dia duduk di sofa apartemen yang sudah dihuninya selama 6 tahun. Erland menyukai tempat ini. Sepi, tidak ada bayang bayang Alasya ataupun pertengkaran orangtuanya.
Dering ponsel yang sedari tadi berbunyi membuat Erland berdecak. Terhitung 10 panggilan tak terjawab disana.
Erland bingung, dia terlalu pengecut. Menghindar dari masalahnya dengan Liana kekasihnya. Erland tidak tau harus berbuat apa. Masalah selalu datang silih berganti menghadangnya.
Masalah keluarganya, kuliah yang tidak selesai selesai juga tentang hubungannya dengan Liana.
Tidak ingin larut dalam frustasinya. Cowok itu memilih mengangkatnya. Hening hingga beberapa menit terdengar suara tangis dari seberang sana membuat Erland mengepalkan tangannya.
" Kenapa kamu baru angkat" Tanya suara parau disana
' Aku pengecut Li, aku pengecut' monolog Erland dalam hatinya.
Cowok itu diam, memejamkan matanya mendengar suara yang sangat dirindukannya. Rasanya sudah lama Erland tidak mendengar suara Liana.
" Land?" Panggil Liana membuat Erland berdehem pelan.
" Kamu baik baik aja kan" pertanyaan bodoh, Erland meremas gelas yang sedari tadi dipegangnya, sudah jelas Liana menangis yang berarti gadis itu sedang tidak baik baik saja.
Suara isak tangis kembali terdengar. Membuat Erland menghela napas panjang.
" Acara pertunangannya besok ya. Semoga lancar ya, jangan nangis. Ini demi kebaikan kamu"
" kebaikan aku ada di kamu Land"
" aku gak bisa bahagiain kamu. Brandal seperti aku gak akan pernah cocok sama perempuan sesempurna kamu Liana. Lupain tentang kita, aku yakin kamu bisa"
" Aku gak bisa Land, kamu tega liat aku kayak gini"
" Tunangan kamu cowok baik baik...."
" Tapi dia bukan yang terbaik. Kamu gak bisa menilai seseorang terus menentukan dia baik atau enggak buat aku. Menurutku kamu yang terbaik bukan Rio atau cowok lain"
Erland diam, memejamkan matanya mendengar Liana yang kembali menangis.
" Jemput aku sekarang. Kita kabur aja ya Land"
" Kamu gila. Yang ada orangtuamu semakin benci sama aku"
" Kalau gitu berjuang untuk aku, kerumahku sekarang Land. Buat papa percaya kalo kamu bisa jadi pendamping yang baik buat aku"
Erland menghela napas panjang
" Besok aku kesana. Jangan nangis, aku gak mau ketemu dalam keadaan matamu yang semakin sipit" putus Erland mencoba menghibur Liana
" bener?" Liana memastikan dengan semangat
Erland tersenyum, cowok itu menaruh gelas alkoholnya " Janji. Jangan nangis lagi. Sekarang tidur ya"
" Aku tunggu kamu, aku akan selalu nungguin kamu Land" lirih Liana sebelum memutus sambungan teleponnya.
Erland berdecak, bingung harus melakukan apa besok. Sudah tidak terhitung seberapa sering Erland mendatangi rumah Liana hanya untuk meminta restu pada ayah gadis itu tapi selalu saja dia ditolak bahkan pernah Erland dihajar habis habisan dan terakhir dia mendapat ancaman. Membuatnya perlahan mundur, walaupun rasanya dia tidak akan pernah bisa melihat Alasya bersanding dengan cowok lain.
🏵🏵🏵
Alasya berdiri takut dihadapan Apartemen Erland. Siang ini gadis itu sengaja memasak nasi goreng seafood kesukaan kakaknya.
20 menit menunggu membuat Alasya menghela napas panjang, kakinya sudah pegal, beberapa kali Alasya menghubungi Erland tapi tidak diangkat.
Saat hendak berbalik, memilih pulang saat dirasa Erland tidak ada di apartemennya suara batuk menghentikan langkah Alasya.
Dari arah lift terlihat seseorang yang mirip dengan Erland. Dan ternyata benar itu Erland, berjalan sempoyangan sambil memegang sudut bibirnya. Alasya membekap mulutnya tanpa sadar dia menjatuhkan paper bagnya saat melihat Erland jatuh terkapar dilantai.