Kita & Saling Part 2

Aneke Putri
Chapter #5

Dia

“Semua hasil negatif dari Test Pack itu ngga akan sewaktu-waktu berubah positif, kan, Gede?” Agas masih tambah gelisah, kaki ia hentakkan sedari tadi.

“PTSD1 sebabnya. Terlalu gila selama lima minggu ini, bujang. Bersimpuhlah kamu berdua pada Yang Maha Kuasa. Sekarang beban pikiran kita sudah betul-betul hilang. Hikmah terbaiknya dia gila yah ini. Tamat mimpi buruk itu. Dan selanjutnya kita fokus ke Ada. Dia butuh penyembuhan berlanjut. Rasa kotor dan dak pantas itu PR kalian. Tekan dengan bijaknya kalian, pentingnya sekolah dan masa depan kalian. Konsistennya kalian adalah kunci untuk pintu hidup sehat walafiatnya.” Jelas beliau seraya membaca kembali satu persatu dari sekian Test Pack yang sudah Dia cobakan.

“Kita bakal sama-sama perjuangin itu, Gede.” Ucap Agas kali ini tegas

“Yesa. Nak. Kamu boleh ajak Dia. Jangan pedulikan orang tuanya Ada. Gede sudah sering main ke sana. Dak akan ada apa-apa.” Seraya mengeluarkan kotak berisi beberapa bahan untuk membuat rokoknya sendiri.

Aku berisyarat menjawab beliau, “Kita sayang Dia, Gede.”

“Aku rindu dia gambar.” Ucap anak selengekan itu tiba-tiba

"Heh heh heh!" Sangkal beliau cepat-cepat, “Terus apa artinya di dinding kamarmu itu? Mural cerita neraka! Dak puas dengan dinding, lebih sepuluh buku gambar ukuran A3." Mulai beliau meracik dengan mengeluarkan sebuah kertas tembakau dengan meletakkan sejumput mbako, beliau susun rapi secara horizontal, lalu membubuhkan cengkih, "Bolehlah seninya dia." Beliau lalu melintingnya dengan kedua telapak tangannya, "Satu hari ada berapa kali dia gambar? Kamu berdua tahu itu. Dak bisa dak kuingat. Terngiang-ngiang dia seperti kuntilanak waktu gambar semua itu.” Berkali-kali hingga membentuk kerucut sempurna.

“Gede sekarang sudah lebih dari sekedar seorang Gede untuk Dia.” Mata anak sialan itu mulai berkaca-kaca

“Huh." Asap rokok yang sudah familar dengan paru-paruku mengepuli ruang tamu. Seringai beliau mengenang dengan begitu menganggapnya berharga. "Aku kenal nian tiap jengkal tubuhnya yang gila. Segala jenis setan sudah ada di tubuhnya. Semua benda di kamarmu sudah layak di pembuangan. Diperbaiki mungkin sama harganya dengan beli baru. Sakit aku setiap hari menyaksikan dia seperti itu! Aku bekerja mengukir dan dia menggambar. Tertular gilanya sudah. Sakit Dia itu. Sakit meski cuma menengok gambaran itu! Sesedih-sedihnya ditinggal Sita dan Saja. Dak pernah air mata kutumpahkan sebegitu mudahnya, dalam sebulan lebih ini, SETIAP HARI. Aku cuma mau kalian simpan baik-baik dalam lemari. Bukan membiarkan dia memajangi. Bukan membiarkan pajangan itu membludak di kamarmu! Gede ini serasa sudah sungguh-sungguh memelihara anjing gila yang sewaktu-waktu jadi kuntilanak! Hulu saja yang tidak takut dengan Dia. Terngiang-ngiang gambaran-gambaran itu berlaku pada gadis itu! Dak usah menangis! Bujang-bujang ini payah nian.Kami memang sepayah dan secemen itu Gede.

Ada pasti sangat setuju denganku. Aku selalu menganggap orang merokok itu adalah orang paling bodoh di dunia. Akan tetapi, beliau adalah pengecualian. Takjub sekaligus tak habis pikir. Seniman yang memiliki sisi logis tersendiri dengan kerennya bersabda. Ada manusia setegar beliau ditinggal semua orang dan hanya disisakan seorang anak yang perlu beliau asuh dari nol Agas hadir di dunia hingga selamanya. Malah kini bertambah.

Jadi merokok baginya adalah teman, kebutuhan, langkah untuk merasa lebih leluasa dengan diri.

Aku berisyarat, “Kita berterima kasih, Gede. Untuk kesanggupan, kebijaksanaan, kata kerja sayang, ketabahan, kegigihan dan kesudian Gede untuk menjaga Dia saat kami di sekolah. Dia sudah jadi harta kami, De. Kita berterima kasih nian atas semua itu. Meski semuanya rasa mustahil kami hadapi minggu-minggu itu, Gedelah yang selalu jadi penampar semangat kami.” Simpulnya begitu berharga, beliau memelukku

Lintingan rokok beliau yang sudah semakin kecil itu masih diapit oleh bibir hitamnya. Tahu-tahu Agas ambil dan meletakkannya di asbak, “Anak itu perempuan, bujang, Yesa. Tentu, aku ingat Saja, ibumu. Membayangkan ibumu punya anak gadis yang bernasib begitu. Sudahlah.”

Kami bertangis.

~o~

Lihat selengkapnya