Suasana terik ini membuat banyak sekali orang memadati gedung. Kali ini, Bumi baru saja menyelesaikan urusannya di gedung tersebut, dan kemudian dia keluar bersama teman-temannya, Kimat dan Bintang, untuk melanjutkan aktivitas mereka. Di luar gedung, berbeda dengan di dalam, banyak orang yang tetap bersemangat meskipun teriknya matahari siang ini. Mereka dengan penuh semangat menjalankan kegiatan masing-masing, tanpa menghiraukan panasnya cuaca. Beberapa orang berkumpul untuk saling bertukar kabar, berbincang tanpa tujuan sambil menikmati makanan yang dijual di sana. Banyak pedagang yang berjualan di area ini, dengan harapan mendapatkan keuntungan. Tempat ini sangat strategis sebagai lokasi berjualan makanan karena banyak orang yang beraktivitas di sini menjadi lapar dan membutuhkan makanan sebagai pengisi perut mereka.
Sayangnya, Bumi tidak berlama-lama di tempat itu. Saat dia berjalan, banyak mata yang memperhatikannya. Beberapa orang bahkan terlihat sedang membicarakannya. Tidak sedikit yang menunjukkan ekspresi berharap agar Bumi berhenti di sana. Mereka ingin menikmati kehadiran Bumi yang tampan lebih lama lagi. Sayangnya, minat mereka pada Bumi lebih terfokus pada penampilannya daripada pencapaian dan prestasinya. Meskipun begitu, Bumi tetap tidak terpengaruh oleh pandangan seperti itu. Dia selalu mengabaikan siapapun yang menurutnya hanya menghalangi jalannya. Ambisi Bumi untuk mencapai tujuannya selalu menjadi prioritas utamanya.
"Sekarang aku mau pergi mengunjungi kerabat. Bagaimana dengan kalian?" tanya Bintang sembari berjalan mengikuti langkah Kimat dan Bumi menuju parkiran.
"Entah, kamu sendiri ingin kemana, Bumi?" tanya Kimat melempar pertanyaan kepada Bintang dengan sedikit kebingungan. Sebelum mendapatkan jawaban dari Bumi, Kimat langsung melanjutkan ucapannya, "Mungkin aku akan ikut dengan Bumi saja. Kebetulan sekali, cacing-cacing di perutku ini sudah kelaparan. Siapa tahu setelah mengisi materi yang banyak, dan mendadak jadi pusat perhatian membuat selebriti kita ini kelaparan juga."
"Kalian berdua silahkan duluan saja. Sepertinya aku akan ada urusan dengan seseorang, dan kalau tidak salah tempatnya tidak jauh dari sini," jawab Bumi dengan tatapan yang tak menentu, melihat ke sana kemari.
"Jadi kita harus ikut?" tanya Kimat, mungkin Bintang juga ingin menanyakan hal yang sama, tapi pertanyaan Kimat lebih cepat terlontar.
"Tidak perlu. Aku masih belum bisa menebak apa yang akan dibahas oleh orang yang akan kudatangi. Semoga saja hal itu tidak berkaitan dengan aksi yang baru saja aku lakukan di lapangan," jawab Bumi dengan nada sedikit khawatir. Namun, sebelum menerima tanggapan dari mereka, Bumi segera meninggalkan tempat dengan kalimat terakhir, "Lakukan aktivitas kalian saja terlebih dahulu. Nanti jika ada apa-apa, akan kuberi kabar."
Tidak lama setelah mengakhiri ucapannya, Bumi sudah mulai berjalan menjauh. Kimat dan Bintang tidak dapat memberikan tanggapan apa pun. Bumi memang selalu seperti itu, datang dan pergi sesuai keinginannya. Dia juga selalu meninggalkan teman-temannya seperti ini, dan rasanya mereka pun sudah terbiasa ketika Bumi tiba-tiba meninggalkan mereka.
"Bagaimana pendapatmu tentang Bumi sekarang?" tanya Bintang dengan nada sedikit lesu dan putus asa.
"Dulu dia adalah anak yang sangat pendiam dan tidak terlalu aktif. Biasanya saat siang seperti ini, kita bersama-sama mengerjakan tugas, dan terkadang kita berkumpul di kamar Bumi hanya untuk mendengarkan cerita-cerita menarik yang ditulis olehnya," jawab Kimat dengan wajah yang sedikit dikerutkan, "Apalagi tulisannya saat ini telah diminati oleh banyak orang. Sekarang dia lebih suka menyendiri daripada bersama-sama dengan kita."
Sementara Kimat berbicara seperti itu, Bintang dengan raut wajah konyolnya seolah mengejek Kimat. Tidak lama kemudian, Bintang mulai menanggapi, “Sepertinya MURI harus mengabadikan momen mengejutkan seperti ini. Seorang Kimat yang terkenal tidak memiliki hati, tiba-tiba seperti tersentuh oleh sebuah pertemanan. Sayangnya, kamu selalu gagal dalam percintaan.”
Kimat yang mendengar ucapan Bintang kemudian kembali menatap wajah Bintang. Mereka berdua kini beradu tatapan selama beberapa detik. Hingga akhirnya Kimat mulai berbicara, “Andai saja kamu sudah punya pasangan, mungkin aku akan lebih tersinggung. Sayangnya, kamu juga selalu gagal dalam percintaan.”
Akhirnya, tawa mereka berdua pecah di antara panasnya terik matahari. Mungkin tidak lama lagi matahari akan segera turun dari titik tertingginya. Begitu juga dengan awan-awan beserta polusinya yang sudah mulai memadati kota. Sementara itu, Bumi dengan santainya berjalan masuk ke sebuah perkampungan yang sangat padat akan penduduk, yang terletak di tengah kota atau tepatnya tidak jauh dari gedung tempatnya mengisi materi.
Sudah sekitar satu kilometer Bumi berjalan di jalanan aspal, mulai dari aspal tipis, padat, hingga yang berlubang sekalipun. Kini jalanan yang diinjaknya sudah berubah menjadi tanah yang sedikit lembab. Jalanan pasir itu dihimpit oleh rumah-rumah yang saling berhadapan. Mungkin jika ada dua mobil yang bertemu dari arah yang berlawanan, salah satu dari mereka harus mengalah. Jika tidak, maka akan terjadi keributan yang tak akan berakhir. Karena dua mobil tidak bisa masuk bersamaan. Tetapi jika diperhatikan lebih seksama, sepertinya tidak ada yang memiliki mobil. Terdapat bahkan beberapa motor yang terparkir di depan rumah mereka.
Setelah melewati jalanan pasir itu, kini Bumi harus menghadapi sebuah ruangan yang sangat sempit, yaitu sebuah gang yang diapit oleh halaman belakang rumah. Beberapa bangunan yang menyempitkan gang itu adalah toilet yang mereka buat sendiri dengan memotong jalan umum. Hal itulah yang menyebabkan jalan di sini sangat sempit. Bahkan orang yang menggunakan jalan sebagai toilet membuat saluran air yang dibuang mengarah ke jalan. Akibatnya, jalan benar-benar beraroma tidak sedap. Sejauh Bumi melangkah, ada tiga aroma yang sangat menyengat. Pertama, aroma terasi yang dimasak, kedua, aroma tidak sedap dari pembuangan toilet, dan ketiga, aroma beberapa hewan ternak yang dibiarkan keluar dari kandangnya, seperti ayam dan angsa.
"Huh, sungguh sangat menyiksa sekali," ucap Bumi dalam hati karena perjalanan yang baru saja dilewatinya.