Di atas danau, udara begitu tenang. Angin menari-nari lembut, membawa daun-daun bergoyang dalam irama yang menyenangkan. Alunan musik angin membuat pohon-pohon terlihat seperti merasakan kebahagiaan. Ikan-ikan berenang dengan lincahnya, menambah kesan harmoni di danau ini. Suasana di sekitar danau begitu syahdu, hanya dihiasi oleh keindahan alam dan kehadiran dua makhluk, yaitu Bumi dan Bulan, yang duduk berdampingan.
“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Bumi memulai percakapan.
“Ya, benar. Kita pernah bertemu satu kali. Dan jika tidak salah, saat itu kamu yang mengisi materi,” jawab Bulan dengan sopan.
“Benar, aku ingat,” kata Bumi. Suasana sejenak menjadi hening sebelum Bumi melanjutkan, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?”
“Aku sedang berkeliling, dan akhirnya menemukanmu di sini sendirian. Momen seperti ini jarang terjadi, seorang Guntur Bumi penulis ternama duduk sendirian.”
Bumi sedikit tertawa, lalu berbicara dengan suara lemah, "Aku hanya ingin bersantai sejenak. Hidup di antara banyak orang dan keramaian begitu melelahkan. Berpura-pura menjadi orang baik juga melelahkan. Terkadang aku hanya ingin menjadi diri sendiri."
"Begitu, ternyata kamu juga punya masalah," ujar Bulan, terkejut mendengarnya. "Aku selalu berpikir bahwa kehidupan yang terkenal dan dihormati oleh banyak orang itu menyenangkan."
"Andai saja semudah itu," jawab Bumi dengan sedikit tawa.
Kemudian, Bumi bangkit dari tempat duduknya. Tindakannya menarik perhatian Bulan, yang kaget dengan perubahan sikap Bumi. Apalagi tiba-tiba Bumi merentangkan tangannya, lalu dengan nada sedih mengajak Bulan, "Danau ini teramat luas jika hanya diam saja menyaksikannya. Aku ingin berkeliling menyusuri tempat ini, apakah kamu mau ikut?"
Kali ini, detak jantung Bulan berdenyut lebih kencang dari sebelumnya. Ini adalah hal yang tak pernah dia duga sebelumnya. Di depannya, ada tangan yang mengisyaratkan untuk dipegang. Tangan milik orang yang selama ini selalu diharapkannya. Namun, Bulan bingung tentang apa yang seharusnya dilakukan.
“Jadi bagaimana?” tanya Bumi.
Bulan tersenyum, menahan rasa malu. Kemudian dia meraih tangan Bumi, dan mereka bergandengan tangan berjalan mengelilingi danau ini. Pertama-tama, mereka melihat seekor kelinci yang lucu sedang memakan wortel di taman.
“Hei, kelinci itu sangat menggemaskan,” ucap Bulan dengan kegirangan melihat hewan kecil tersebut.
Tiba-tiba, Bumi berjalan mendekati wortel-wortel yang masih utuh. Kemudian dia memberikannya satu kepada Bulan dan menyimpan satu untuk dirinya sendiri. Bulan menerima wortel itu, dan kemudian Bumi duduk di taman dengan Bulan yang masih menggenggam tangan satu lagi erat-erat. Bumi menyodorkan wortel itu untuk memancing kelinci mendekat. Akhirnya, kelinci itu menghampiri Bumi dan dengan lahap memakan wortel yang disodorkan.