Hari ini, tahun 2023
“Bun, Bunda!!”
Junita mendengar teriakan putrinya-Belinda yang sedang memanggil dirinya. Dengan tubuh yang masih lelah karena baru dua hari yang lalu peringatan kematian Bagas-suami Junita diadakan. Junita keluar dari kamar tidurnya setelah tidur siang sejenak sekitar 45 menit lamanya.
“Ya, Linda. Bunda dengar kok! Ada apa teriak-teriak manggil Bunda? Bunda kan belum lama tidurnya.” Junita mengeluh sembari berjalan menghampiri Belinda yang sedang tersenyum senang duduk di ruang tengah rumahnya.
“Maaf Bunda, Linda kira Bunda tidur sudah lama.”
“Ah sudahlah! Ada apa kamu manggil Bunda??” tanya Junita.
“Ini ada surat untuk Bunda.” Belinda memberikan amplop surat yang baru saja diterimanya dari kurir.
“Surat? Dari siapa?” Junita menerima amplop dengan wajah heran karena tidak menyangka di zaman seperti ini masih ada surat yang datang untuknya. Junita membuka amplop surat dari Belinda, menatap isinya dan terkejut mendapati sebuah undangan berada di dalam amplop tersebut. Junita lebih terkejut lagi ketika mendapati nama yang tertulis dalam undangan yang diterimanya. Ini! Tiba-tiba sekali ...
“Surat apa Bunda?” tanya Belinda penasaran.
“Bukan surat tapi undangan.”
“Dari siapa? Teman Bunda?” tanya Belinda lagi.
Junita menatap Belinda dengan sedikit ragu. “Bi-bisa dibilang begitu. Kami sudah lama nggak ketemu. Bunda nggak bisa bilang kalo kami adalah teman. Tapi ya, kami memang teman waktu SMA.”
“Namanya teman ya teman, Bunda. Mau lama nggak ketemu, tetap aja namanya teman ya teman. Kan nggak ada istilah yang namanya mantan teman, Bunda!” jelas Belinda.
“Lihat bicaramu itu, Linda! Kamu sepertinya merasa sudah dewasa sekarang yah??“ Junita terkekeh mendengar putri bungsunya memberi sedikit nasihat.
“Ya begitulah, Bunda. Berkat siapa aku bisa begini kalau bukan karena Bunda??” rayu Belinda.
“Kamu bisa saja.”