“Kamu hebat sekali, Mei!!!” Agus langsung memuji Mei ketika melihat hasil cetak foto Mei yang diambilnya ketika Julian bertanding basket. “Padahal objek yang kamu ambil bergerak dan kamu bisa mengambil foto sebagus ini?? Sepertinya kamu benar-benar berbakat, Mei.”
“Wahhh!!” Junita menatap takjub hasil jepretan Mei. “Lain kali, aku ingin difoto juga sama kamu, Mei. Apa bisa??”
“Boleh kok.” Mei setuju. “Kapan-kapan aku bisa mengambil gambar kalian semua jika kalian mau.”
“Waahhhh!!” Agus yang masih merasa takjub, kemudian memikirkan sebuah ide. “Bagaimana kalau kapan-kapan kita foto bareng?? Bukankah kita ini empat sekawan terbaik di kelas 1A??”
“Kalau kita foto bersama, siapa yang akan mengambil gambar kita??” tanya Junita.
“Kan bisa minta bantuan orang lain.” Agus asal memberikan jawaban.
“Bisa minta bantuan orang lain atau bisa pakai hitungan mundur. Di kamera ada mode itu.” Mei memberikan solusinya.
“Lihat!!” Agus mendekat pada Mei dan merangkulnya. “Ada caranya kan??”
Mei melepaskan rangkulan Agus dan penasaran dengan reaksi Julian. “Julian, bagaimana? Apa kamu suka dengan hasilnya??”
Julian menatap satu persatu foto dirinya dan perlahan sebuah senyuman muncul di bibirnya. “Aku kaget melihat wajahku sendiri, Mei. Hasil fotomu benar-benar membuatku kelihatan beda. Ternyata aku bisa kelihatan keren kayak gini yah??”
“Kamu suka dengan hasilnya, Julian?” Mei mulai membuat senyuman di bibirnya saat melihat reaksi Julian.
“Ya, aku suka, suka sekali. Boleh aku minta beberapa di antaranya?” Julian bertanya sembari terus melihat hasil foto Mei. .
“Boleh. Pilih saja yang kamu suka.”
“Nggak papa? Kamu nggak minta bayaran?” Julian bertanya. “Mencetak banyak foto seperti ini kayaknya nggak murah loh.”
Mei menggelengkan kepalanya. “Tenang saja. Ini semua adalah barang-barang milik Pamanku. Jadi aku mendapatkannya dengan gratis. Ambil saja sesukamu, Julian.”
“Kamu beruntung sekali, Julian.” Agus melihat iri ke arah Julian sebelum mendekat pada Mei dan berbisik. “Lain kali, aku juga mau difoto kayak Julian, Mei.”
“Boleh kok.”
“Pagi!”
Suara Pak Rendra di hari pertama caturwulan dua, membuat semua murid di kelas 1A langsung bergerak kembali ke tempat duduk masing-masing.
“Selamat pagi, Pak!” Setelah ketua kelas memberikan instruksinya, semua murid berdiri dan membalas salam dari Pak Rendra.
Tadinya ... setelah mendengar salam dari murid kelas 1A, Pak Rendra akan mengabsen seperti biasanya. Tapi melihat Julian sibuk sendiri dan tidak memperhatikan ke arahnya, Pak Rendra merasa penasaran dan berjalan mendekat ke arah Julian.
“Apa yang membuatmu sibuk sendiri, Julian?”
“Ah ini, Pak!”
Julian buru-buru menutupi hasil foto dirinya, tapi foto itu tertangkap mata oleh Pak Rendra. Senyuman buru-buru muncul di wajah Pak Rendra dan membuat kumisnya yang tebal itu terlihat lucu di mata Agus.
“Ini??” Pak Rendra mengambil satu dari beberapa hasil foto Julian. “Siapa yang motret??”
“Mei, Pak.” Agus dengan bangganya langsung merangkul Mei yang duduk di sampingnya.
Pak Rendra langsung melihat ke arah Mei dan membuat Mei sedikit gugup karena menerima tatapan dari Pak Rendra. Tadinya ... Mei mengira bahwa dirinya akan dimarahi oleh Pak Rendra. Tapi Pak Rendra dengan cepat melepas rangkulan Agus dan menepuk bahu Mei.
“Kamu yang motret ini, Mei??” tanya Pak Rendra.