“Kamu nggak sedang berbohong padaku kan, Julian??” Junita masih tidak percaya cerita Julian tentang alasan di balik kematian Agus. “Kamu nggak sedang mengada-adakan??”
“Apa menurutmu aku bisa berbohong mengenai masalah itu, Junita?? Agus, kamu dan Mei-kalian bertiga adalah temanku! Aku nggak akan berbohong padamu, pada Mei dan pada Agus!” Julian menegaskan. “Itu kenyataannya, Junita! Alasan Mei melakukan hal gila dan berbahaya itu, awalnya karena Agus! Mei melakukannya karena Agus yang mengajaknya!”
“I-itu ... nggak mungkin!! Mana mungkin mau membahayakan Mei?? Agus selalu jadi orang pertama yang perhatian dan khawatir dengan Mei!! Dia ... nggak mungkin memikirkan rencana gila itu!!!” Junita menatap foto Agus dengan wajah yang masih menyangkal cerita Julian.
“Kamu tahu sendiri bagaimana Agus, Junita! Ide gila itu nggak mungkin datang dari Mei yang selalu gugup saat bicara dan selalu memikirkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Ide gila itu memang datang dari Agus dan ... Agus melakukannya demi Mei.”
14 Mei 1998
“Apa kamu akan melakukannya lagi hari ini, Gus??”
Kemarin, Julian mengikuti Agus dan Mei yang berusaha mengambil foto kerusuhan yang sedang terjadi. Meski awalnya Julian berniat diam-diam mengikuti Agus dan Mei, pada akhirnya Julian tertangkap basah oleh Agus dan berakhir dengan menginap di rumah Agus karena semakin malam, kerusuhan mungkin akan lebih berbahaya.
Pagi ini sebelum menjemput Mei dan berangkat ke sekolah bersama, Julian bertanya pada Agus mengenai niatnya hari ini tentang hal bahaya yang dilakukannya dengan Mei kemarin.
“Jika bisa ... “ Agus menundukkan kepalanya sedikit mendengar pertanyaan Julian. “Jika bisa, aku nggak ingin mengajak Mei. Jika bisa, aku ingin sekali aku saja yang pergi menerobos bahaya itu. Tapi untuk menjadi seorang fotografer, Mei harus melalui hal-hal ini. Kelak di masa depan, Mei mungkin akan sering melalui hal seperti ini demi mendapatkan foto-foto bagus. Dengan begitu, semua orang akan bisa melihat apa yang Mei lihat dan hal itulah yang akan membuat Mei terkenal nantinya.”
“Tapi kamu membahayakan Mei, Gus!!” Julian masih merasa tindakan Agus sangat berbahaya. “Aku nggak peduli di masa depan Mei akan melakukannya atau nggak! Tapi sekarang baik Mei, aku dan kamu masih seorang pelajar!! Kita masih di bawah umur untuk menantang bahaya seperti yang kamu dan Mei lakukan kemarin!!”
Agus mengangkat kepalanya, kali ini dengan sedikit tersenyum. “Justru karena sekarang kita masih di bawah umur, masih mengenakan seragam putih abu-abu ini, makanya kelompok perusuh itu memberi kita jalan kemarin! Apa kamu nggak melihatnya kemarin, Julian?? Kelompok perusuh itu membiarkan kita lewat karena seragam yang kita gunakan, karena kita masih di bawah umur!! Dan itu adalah kesempatan emas untuk Mei!”
Julian menatap Agus yang menatapnya dengan raut yakin. Julian tidak bisa membantah ucapan Agus karena apa yang Agus katakan memang benar adanya. Jelas sekali Julian melihatnya kemarin. Kelompok perusuh membiarkan motor Agus dan motor Julian lewat karena seragam yang dikenakannya.
Sial!! Julian mengumpat dalam benaknya karena selalu kalah dengan Agus saat berdebat seperti ini.
“Kalau hari ini kerusuhan itu masih terjadi, aku akan membawa Mei untuk mengambil foto-foto kerusuhan lagi! Kalau kamu merasa khawatir dengan Mei, aku bisa berjanji padamu, Julian!”