KITA DI WAKTU ITU

mahes.varaa
Chapter #23

AKHIR KISAH EMPAT SEKAWAN PART 2

“Ini semua salahmu, Mei!! Salahmu!! Kalau bukan karena kamu, Agus nggak bakal meninggal kayak gini!!!”

Setelah mendapatkan kabar bahwa Agus ada dalam korban tewas di kebakaran Yogya Plaza, satu sekolah memberikan doanya pada Agus dan berkabung selama beberapa waktu. Banyak murid dan guru merasa kehilangan akan kepergian Agus yang secara tidak terduga termasuk Pak Rendra. Akan tetapi di saat semua orang merasa kehilangan dan sedih untuk kepergian Agus, Junita terus menyalahkan Mei.

“Semua ini karenamu, Mei!! Agus mati karena kamu dan kaki Julian terluka karena kamu!!! Semua ini salahmu, Mei!!! Salahmu!!”

Melihat Junita terus menyalahkan Mei bahkan saat berada di kelas, Pak Rendra sampai harus turun tangan untuk menjauhkan Junita dari Mei dengan memindahkan Junita duduk di kursi yang berjauhan dengan Mei.

Tapi ... Junita terus menyalahkan Mei hingga membuat Mei terus dibayangi perasaan bersalah kepada Agus dan Julian.  

“Agus meninggal memang kesalahanku.”

“Bagus kalau kamu sadar, Mei! Kalau bukan karena kamu, Agus pasti tidak akan mati dengan cara seperti itu! Aku juga tidak akan kehilangan teman baik sekaligus ... “

“Tapi Junita,  tidak bisakah kita tetap berteman seperti dulu, Junita?? Kamu bisa terus menyalahkanku tapi bisakah kita tetap berteman seperti dulu lagi?” Meski merasa bersalah untuk kematian Agus, Mei berusaha dengan keras mempertahankan persahabatannya dengan Junita dan Julian.

“Berteman kamu bilang? Baik, kita bisa berteman lagi asal kamu bisa balikin Agus dan kaki Julian lagi. Bagaimana?”

“A-aku nggak akan bisa buat Agus hidup lagi, Junita!!”

“Kalau kamu tahu kamu nggak bisa, jangan harap kita bisa temenan lagi. Aku dan kamu berteman awalnya karena Agus dan sekarang, Agus udah nggak ada. Jadi nggak ada alasan aku berteman lagi sama kamu, Mei!! Mulai hari jangan dekat-dekat denganku! Kalau bisa jangan muncul di hadapanku lagi, Mei!! Aku nggak mau lihat kamu lagi!!”

Junita ingat dengan baik ucapannya pada Mei saat masih kelas 1 SMA waktu itu. Dan berkat ucapan Junita saat itu, Mei benar-benar berusaha menghindari Junita selama sekolah. Lalu begitu hari kelulusan tiba, Mei masih menghindari Junita seperti permintaan Junita. Bahkan saat Junita menikah pun, Mei tidak datang dan menunjukkan dirinya.

“Ba-bagaimana Mei meninggal?” Junita yang merasa menyesal dengan perbuatannya pada Mei di masa lalu,  menghapus air matanya dan bertanya pada Julian.

“Kecelakaan. Tiga bulan yang lalu, Mei yang sedang melakukan pekerjaannya melihat anak kecil tenggelam di sungai. Mei berusaha menyelamatkan anak itu, tapi sayangnya arusnya terlalu kuat. Mei hanyut dan dua hari kemudian ditemukan telah meninggal di pinggiran sungai 5 km dari tempatnya hanyut.”

Dari Julian, Junita mendengar kisah hidup Mei setelah persahabatannya dengan Junita yang hancur di tahun 1998. Mei memilih tidak menikah karena ingin mengejar mimpinya sebagai fotografer terkenal. Mei berusaha dengan keras meraih mimpinya dengan tujuan mewujudkan janjinya dengan Agus. Mei terus berusaha dengan sangat keras bahkan ketika banyak orang meremehkan dirinya, hanya karena Mei adalah seorang wanita. Tapi Mei tidak sekalipun menyerah dan berkat itu, Mei akhirnya berhasil menjadi fotografer terkenal.

Berhasil mewujudkan mimpinya dan menghasilkan banyak uang, Mei tidak serta merta menikmati kehidupannya. Bayang-bayang rasa bersalahnya pada Agus dan ucapan Junita yang tertanam di ingatannya, membuat Mei akhirnya menggunakan uang yang didapatkannya untuk anak-anak korban bencana dan kerusuhan. Mei juga mengangkat empat anak sebagai anak angkatnya. Empat anak itu diasuh dan diberi sekolah terbaik oleh Mei dan sekarang empat anak itu menjadi pengurus kekayaan dan yayasan milik Mei yang mengurus anak-anak korban bencana dan kerusuhan.

“Ja-di ... “ Junita bicara sembari menghapus air matanya yang jatuh lagi dan lagi, setelah mendengar kisah Mei dari Julian. “Selama ini kamu terus berhubungan dengan Mei??”

“Tidak terlalu sering. Hanya saja ...  sejak aku bercerai, kami berdua lebih sering mengobrol. Pekerjaan Mei sebagai fotografer membuat Mei harus berpindah-pindah, jadi ...  aku hanya mengobrol dengan Mei  via telepon. Hanya sesekali saja, aku bertemu dengan Mei. Itu pun jika Mei sedang kebetulan ada di Jakarta.” Julian menjelaskan. “Kamu tahu aku bisa begini, semua berkat usaha Mei??”

“Begini bagaimana maksudnya??” Junita bingung dan tidak mengerti.

Julian memandang tongkat di tangannya. “Aku bisa bekerja seperti sekarang ini semua berkat Mei.”

Lihat selengkapnya