Antonio kembali membangunkan aku. Aku langsung berlari ke kamar mandi, tanpa melihat jam di ponselku. Setelah selesai mandi, barulah melihat jam. Ternyata baru jam tiga pagi.
Aku mengambil jaket, karena kedinginan. Lalu, sarapan dan menyiapkan diri untuk berangkat ke universitas. Aku duduk di jok belakang.
Antonio memarahiku, karena duduk di jok belakang. Katanya, "Memange, aku iki sopir? Kowe lungguh ning mburi ngono." ["Memangnya, aku ini sopir? Kamu duduk di belakang gitu."
Aku pun beralih tempat duduk. Antonio jadi senang dan berangkat ke universitas. Di perjalanan, Antonio masih saja membahas tentang kecelakaan yang menimpaku hari itu.
"Bagaimana, to. Kok, kamu bisa kecelakaan begitu?" tanya Antonio
"Aku juga enggak tahu. Tiba-tiba, gerobak mi ayam menyebrang. Akhirnya vespanya oleng."
"Vespanya kamu taruh di bengkel saja. Seperti biasanya. Nanti, aku minta Mas Agung buat memperbaikinya."
"Siap, Bro. Terima kasih, ya. Habis OSPEK, aku bawa vespaku ke bengkelmu."
"Kamu. Kaya sama siapa saja, lho?" Perkataan Antonio membuatku jadi malu.
Sejak berteman di SMA bersama Nina, kami bertiga seperti saudara. Namun, aku malah tidak tahu kalau Nina hanya sekolah selama dua tahun. Seperti seorang artis yang sudah Go-Internasional itu.
Sampailah kami di universitas. Aku melihat jam di ponsel dan langsung turun dari mobil Antonio. Ribka dan Nina belum datang. Antonio mengajak makan dahulu. Aku menurutinya.
Kami memesan makanan yang sama di kantin universitas. Dengan lahap, dimakannya nasi rames kesukaan. Tampaknya, Antonio teramat lapar. Hingga, cara dia makan seperti itu.
"Pelan-pelan makannya, Bro. Nanti tersedak, lho."
Aku baru saja diam, Antonio malah tersedak. "Aduh. Minumnya mana, nih?" Antonio mencari-cari minumnya yang diletakkan di depanku.
"Ini minumnya, Bro. Lagipula, kamu dibilangin ngeyel, sih."
"Kok, malah marahin aku sih." Antonio mengerucutkan bibir tebalnya.
"Sudah. Dimakan lagi. Lihat! Sudah jam setengah empat, nih." Aku menunjukkan jam di ponselku pada Antonio.
"Ya sudah. Aku sudah selesai makan. Biar aku yang bayar," kata Antonio sembari mengambil dompet di tasnya.
"Buk, kami sudah selesai makan. Jadi semua berapa, Buk?"
"Jadi semua empat puluh lima ribu, Mas," jawab penjaga kantin universitas.
Aku mengajak Antonio ke halaman depan unversitas. Ternyata, Ribka dan Nina sudah datang. Mereka hampir mengira kami datang terlambat lagi. Puji Tuhan, Antonio dengan tegas bilang kalau kami baru habis makan di kantin.
"Oh. Aku kira, kalian telat lagi. Padahal, sudah menyiapkan hukuman buat kalian." Ribka menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Ya sudah. Kalian bergabung dengan teman lainnya, ya. Sebentar lagi, OSPEK akan segera dimulai." Nina menunjuk ke arah mahasiswa lainnya.
Aku menahan rasa kantuk demi meraih masa depan yang gilang gemilang. Dimulailah kegiatan yang padat sekali. Aku dan teman satu kelas DKV melukis gambar bergerak. Sedangkan Antonio mempelajari musik di ruang lain.