Kita Semua Sependapat

Day One Studio
Chapter #1

Asia Berjaya

ASIA BERJAYA

Cerita Pertama Dari Koleksi Cerita “Kita Semua Sependapat”

Sebuah Cerita Dari Dunia Day One

Written by Audie Siswanto

Apa yang berputar putar di fikiran Tatsuya Mori berputar putar terus, berputar putar terus. Tangannya berkeringat, dan teman temannya, sekaligus komandannya, melihatnya. Dengan pedang Katana yang kuat terpegang di tangan, yang diberikan dari semasa awal dia di barak dahulu, dirinya harus melakukan apa yang harus ia lakukan. Sebagai seseorang anggota Kenpeitai, dirinya memang harus melakukan hal hal yang tidak semua bisa ataupun mau lakukan. Lebih tepatnya, apapun yang dirinya yang ada di istana memintanya untuk lakukan. Memintanya, dan teman temannya. Memintanya, dan para komandannya. Mereka yang memiliki, kuasa, diatas mereka yang tidak. Hidup di zaman dimana seseorang dapat menembakkan cairan busa di medan perang, ataupun mahluk-mahluk gila yang diciptakan para Volkisch ataupun para orang Inggris yang tak kalah gilanya, ini, untuk Tatsuya, jauh lebih gila.

Langkah demi langkah ia ambil. Pelan pelan, lima pendekar dari Jawa Tengah yang ingin memberontak tersebut menangis. Tatsuya tahu jelas mereka pasti memiliki keluarga, ataupun mereka yang disayang. Tetapi, sekarang atas nama Kaisar, dan pemberontakan mereka, mereka harus menemukan akhir mereka. Pelan pelan, Tatsuya pun berjalan. Berjalan, dan terus berjalan seakan akan tiada akhir. Dirinya semakin takut. Semakin dekat.

DOR, DOR, DOR, DOR!

Langkah Tatsuya yang sangat pelan membuat komandannya, ditengah rumah ningrat ini menembak empat dari mereka. Mereka yang mengelilingi Tatsuya juga merasa bahwa Tatsuya sangat payah, sampai sampai tidak bisa melakukan hal tersebut, sebelum langkah Tatsuya makin mendekat ke sang pendekar, yang sudah meringis ketakutan. Satu ayunan pun, diayunkan.

06.05 AM

Jumat, 10th Mei 1949

Demak, Jawa Tengah, Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dibangunkan kokok ayam, dengan sarung, dan juga kaos polos yang datang dari Tokyo beberapa tahun yang lalu, mimpi buruk tersebut pun berakhir. Di rumah ini, Tatsuya kini tinggal. Kamar yang awalnya tempat salah satu korbannya dulu tinggal, sekarang menjadi kamarnya. Tatsuya, yang juga dipanggil Hendro oleh warga sekitar, bangun, makan, hidup layaknya warga sekitar yang dibebaskan Soekarno dan mereka, para pejuang. Tatsuya pun bangun, dan tidak ingin melupakan semua. Dirinya penuh dosa atas waktunya sebagai seorang anggota Kenpeitai, dan dirinya disini ingin membalas budi atas kesempatan membersihkan dosa tersebut.

Di kamar yang selayaknya kamar warga lokal tersebut, memang ada sebuah radio . Keluarga Soedikatmojo memang berada. Bisa mengakses listrik, bisa membeli radio. Tetapi mereka hanya satu dari banyak ningrat di sini. Mereka, yang berada tetapi tidak terlalu berada. Yang pasti, pagi ini, Tatsuya diminta untuk membantu merapihkan Masjid yang dalam Shalat Jumat ini, akan dipakai segera setelah diresmikan tiga hari yang lalu. Langsung mulai rapih rapih, bersiap untuk mandi di belakang rumah, Tatsuya melihat seragam Kenpeitai yang ia gantung sebentar. Dengan lubang, dan robek-robek, Tatsuya ingat bahwa dirinya diselamatkan keluarga Soedikatmojo yang menemukannya luka luka, setelah dirinya dikorbankan para Kenpeitai yang mencari kambing hitam, dan melihat Tatsuya berpeluang untuk menjadi pengkhianat. Rasa sakit tersebut, memang sementara, tetapi rasa sakit tersebut, akhirnya terbalaskan.

Dirinya sekarang berkhianat. Berbekal pedang yang akhirnya dikutuk untuk memiliki kekuatan yang dapat merugikan, tapi juga menguntungkan, ketika satu nyawa memperpanjang umur Tatsuya yang penuh dosa, pistol pistol yang konon, pelurunya bisa melengkung, dan juga, Tatsuya yang mendalami ilmu hitam, Tatsuya melihat dirinya berjuang melawan saudara-saudara seperjuangannya dahulu. Kini, mereka adalah saudara Tatsuya. Juga, Hendro Soedikatmojo, anak angkat keluarga tersebut.

Lihat selengkapnya