Dalam dua puluh tahun hidup Icha, ia tidak pernah merasakan cinta. Debaran jantung, perasaan gugup dan resah ingin bertemu, wajah semu dadu saat saling menatap, semua itu hanya ia lihat di film dan novel-novel romansa kegemarannya.
Icha suka menulis kisah romantis. Mengamati kagum setiap cerita antar pasangan yang berbagi mesra di hadapannya, tetapi ia tidak pernah menaruh atau membuka hati pada seseorang. Ia tidak pernah benar-benar mencintai atau merasakan cinta. Memberikan hati seutuhnya pada seseorang tentu hal itu tidak pernah terlintas di benaknya.
Sewaktu para gadis seusianya mengenal dan memuja cinta, ia justru tenggelam dalam hidupnya. Semua mungkin menyangka hidupnya sepi. Beberapa teman berusaha memperkenalkan dia dengan pemuda. Silih berganti orang yang diperkenalkan, tetapi Icha tidak kunjung membuka hati. Meski banyak dari mereka yang diperkenalkan menyukai Icha, tetapi melihat gadis itu begitu acuh, satu per satu mereka mulai mundur dan pergi.
"Sebenarnya pemuda macam apa yang kaucari?" tanya seorang sahabat.
Icha hanya menggeleng sambil tersenyum. Ia tidak pernah memikirkannya.
"Jika kau mencari pemuda kaya, baik hati, dan tampan, itu hanya ada di film dan novel kesukaanmu. Mereka tidak ada di dunia nyata!" timpal sahabat itu lagi.
"Para pria itu baik dan sopan. Mereka tidak macam-macam atau berbuat kurang ajar, tapi kau mengabaikan mereka. Bersikap tidak acuh seolah mereka tidak ada, malah kau sibuk dengan novelmu itu," timpal yang lain.
"Apa hidupmu tidak terasa membosankan?"
"Apa kau tidak bisa bersikap lebih ramah?"
"Kenapa kau begitu 'dingin'? Hati-hati nanti para pemuda takut mendekat dan kau jadi perawan tua."
Nasehat-nasehat semacam itu berseliweran dari para sahabat Icha. Akan tetapi, gadis itu tidak peduli. Ia percaya jodoh ada di tangan Tuhan. Jika memang ditakdirkan bertemu, pasti akan bertemu. Jika memang berjodoh, pasti juga akan bersama hingga maut memisahkan.
Icha tetap menjalani hidupnya dengan tenang. Banyak yang menduga dia tidak bahagia, tetapi sesungguhnya ia sangat bahagia. Ia merasa senang saat mendapat novel baru, meraih prestasi bagus, juga bisa bersama dengan orang tua dan para sahabat. Ya, itulah kebahagiaan bagi Icha. Ia hidup seolah tidak membutuhkan cinta dari lawan jenis.
***