Kita yang Dipaksa Mati Berkali-kali

Oleh: Adel Yuhendra

Blurb

Tetesan kecil air hujan dari genting depan jendela kamarnya, berdenting pelan seperti alunan nada nan indah mengisi relung sore hari yang tadinya hanya hening dan sendu. Kicauan burung-burung yang tengah berterbangan dengan indah di langit, tampak bahagia menikmati keindahan akan alam yang fana ini. Alam yang sedang dituruni hujan; seperti menangis menahan beban melihat perilaku makhluk berpikir yang menangisinya, dan hangat sehangat-hangatnya saat dia mulai merasa kuat dan menerima lapang hati bahwasanya memang itulah fitrah penghidupannya.
Seorang lelaki yang penuh daya tarik dengan kehidupan yang unik dan pemikiran-pemikiran yang sangat kritis, bernama Erlangga Rotto, lelaki tampan yang memiliki darah Indonesia dan Itali dari keturunan kakeknya. Saat ini ia tengah berkuliah dengan jurusan yang tidak ia inginkan, dan tentunya ingin berpindah haluan pada musim perkuliahan selanjutnya. Hati? Bagi Erlang ia telah lama kehilangan perihal akan hati, perasaan dan goyahnya pemikirannya terhadap hati. Sampai pada akhirnya ia bertemu seorang perempuan yang ia rasa mampu merubah hidup dan cara pandangnya terhadap cinta, Mahesa Ayu Hearty namanya. Cinta yang ia rasa telah utuh rupanya tak bisa bertahan lama. Banyak lika-liku yang dihadapi sampai pada titik ia merasakan mati oleh hatinya sendiri.
"Besok malam kamu bisa temani aku?" sepenggal kalimat yang selalu terngiang-ngiang dikepalanya. Inilah awal dari kisah mereka. Hari demi hari berjalan dengan sangat indah. Erlang yang awalnya tidak percaya cinta dan kasih, semenjak kehadiran Mahesa pemikiran seperti itu mulai hilang dan akhirnya ia merasakan bahwa hatinya telah utuh kembali. Tapi itu semua tidak berjalan mulus seperti yang dibayangkannya. Kehadiran seseorang yang pernah ada di masa lalunya, membuat Erlang perlahan-lahan menyakiti perempuan yang menemaninya selama beberapa bulan terakhir. "Hai. . . " sebuah sapaan singkat yang mampu menghentikan dunia Erlang untuk beberapa detik. Hiza, sosok yang dulu pernah ada dihidupnya kini kembali. Kembalinya Hiza membuat Erlang perlahan mengabaikan seseorang yang tulus dan sabar menghadapi sikapnya.
Setelah kepulangan Hiza, hari demi hari ia lewati dengan penuh tekanan, di satu sisi ada Mahesa yang selalu menuntut penjelasan dan di satu sisi goresan lama kini telah hadir kembali. Kehadiran Hiza kembali tentu menjadi salah satu penghibur baginya; di mana Hiza memiliki hobi yang sama dengan Erlang. Di balik itu semua, tanpa Erlang sadari ia telah menyakiti perempuannya lagi dan lagi. "Aku minta maaf" sebuah pesan masuk dari Mahesa yang mampu merubah dunianya dengan sekejap. Rasa yang awalnya mulai hilang, kini muncul kembali. "Kamu di mana?" Tanya Erlang lirih dalam hati, satu kata pelipur lara, penghibur keluh dan resah dilontarkannya. Ia berpikir apakah Mahesa masih memiliki rasa yang sama seperti dahulu? ataukah masih dengan kemarahannya atas apa yang Erlang lakukan. Hari demi hari Erlang lewati dengan pikiran yang tak tentu.
"Akanlah hati bertahan? Atau kali ini sudah waktunya untuk hati akan benar-benar mati?" Hari demi hari Erlang lewati. Tapi ternyata sifat lamanya tak pernah sepenuhnya hilang, pertemuannya dengan perempuan yang bernama Fara mengantarkannya ke dalam masalah baru yang suatu saat akan menghancurkannya sendiri. Mahesa, Hiza, Fara, tiga sosok perempuan yang memiliki peran dan keunikannya tersendiri.
Di sinilah mulai titik kehancurannya itu benar-benar datang. Berawal dari meninggalnya Hiza yang disebabkan kecelakaan, di saat ia terpuruk karena kehilangan Hiza, di saat yang sama ia harus melepaskan kepergian Mahesa, sosok perempuan yang membuat harinya penuh cinta beberapa bulan terakhir. Bukan hanya itu saja, satu hal yang membuat Erlang benar-benar terpuruk yaitu saat mendapatkan kabar bahwa ia mengidap penyakit serius. Lengkap sudah kehancuran yang Erlang dapatkan, hari demi hari ia lalui dengan ditemani vitamin agar tubuhnya kuat untuk bertahan, di balik masalah yang ada, Erlang masih saja dihantui dengan rasa bersalah kepada Mahesa, bahkan di saat terakhirnya ia berniat untuk membuat sepucuk surat permintaan maaf. "Andai saja kamu tidak memaafkanku, aku tidak tahu lagi harus bagaimana dan mungkin aku tidak akan pernah menemuimu lagi, bukan berbalik membencimu, tapi diriku yang kurasa tidak lagi ada di dunia ini." Kalimat terakhir dalam surat itu yang mampu dengan sekejap menggetarkan tubuh Mahesa. Bagi Mahesa, Erlang adalah sosok laki-laki yang berbeda dari yang lain, ia memiliki pemikiran yang sangat kritis terhadap apa pun. Walaupun Erlang telah tiada nyatanya Mahesa masih terpuruk dalam luka lamanya, tentu banyak sekali suka dan duka yang ia rasakan ketika masih bersama Erlang dahulu. Kepulangan Erlang kepada yang kuasa tidak hanya menghancurkan hati Mahesa saja. Tentu ada ayah dan ibu yang sangat terpukul atas perginya Erlang, ada Fara yang merasa terpuruk atas meninggalnya Erlang, tapi ia berusaha untuk menjauh dan mengobati lukanya sendiri, dan tentunya bagi teman terdekat Erlang kepergiannya menjadi duka yang tiada henti. Perginya sosok teman yang memiliki pemikiran kritis dan bebas, sosok yang kuat, membuat mereka sadar, dibalik diamnya Erlang banyak menyimpan luka yang selalu ia nikmati sendiri.

Lihat selengkapnya