“Ayah, Ini ada tamu dari Kotaraja!” teriak sebuah suara dari luar gerbang Perguruan Harimau Besi.
Suara itu adalah suara dari Kamala. Dia baru saja sampai mengantarkan ketiga tamu dari Kotaraja itu untuk menemui ayahnya.
“Suruh mereka masuk , Kamala!’ seru ayahnya dari dalam perguruan.
Sementara itu Gardapati sedang membersihkan kepingan-kepingan batu besar yang habis terkena pukulan Harimau Besi-nya.
Setelah menambatkan ketiga ekor kudanya di tempat kuda yang tersedia di luar perguruan, tiga orang pengawal istana itu masuk perguruan untuk menemui Ki Badra.
“Salam buat Ki Badra dari Baginda Raja Tohjaya,” seru seseorang dari mereka.
“Iya, terima kasih. Silahkan kita ngobrol di ruang tamu,” Ki Badra mengajak ketiga tamunya menuju ruang tamu.
Di ruang tamu sebelah kiri, tampak berjejer senjata yang ditata dengan rapih. Tombak, golok dengan berbagai ukuran, busur, tongkat, dan masih ada beberapa senjata lagi menghiasi ruang tamu itu.
Sedangkan di sebelah kanannya terlihat dua rak dari kayu jati. Di dalam rak itu berderet kitab-kitab kuno. Sekilas tamu yang datang akan bisa membaca beberapa judul-judul kitab itu.
Di rak pertama, terbaca judul-judul : Agastyaparwa, UttArakanda, Adiparwa, Sabhaparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasanaparwa, Prasthanikaparwa, KunjArakarna, dan beberapa judul lainnya.
Sedangkan di rak kedua terbaca judul-judul:
Kresnayana, Sumanasantaka, Smaradahana,
Bhomakawya, Hariwangsa, Wrettayana, Brahmandapurana, Parthayajna, Nitisastra,
Nirarthaprakreta, Dharmasunya, Harisraya,
Banawa Sekar Tanakung, dan beberapa judul lainnya juga.
Tulisan-tulisan indah tampak di beberapa bagian. Semuanya bernada sama, dengan kalimat berbeda. Sama-sama mengagungkan kekuatan pikiran.
Tanpa berbasa-basi panjang lebar, ketiga pengawal istana itu menceritakan apa yang telah menimpa perpustakaan istana.