Aswanata pamit pada gurunya untuk menengok kedua orang tuanya di Desa Lulumbang. Selain untuk menengok, ada hal penting yang akan dia sampaikan pada kedua orang tuanya.
Aswanata akan memberitahu ayahnya, bahwa Kitab Bumi Langit ada di tangannya.
Mahisa Wongga Teleng pun mengijinkan keinginan Aswanata.
Maka berangkatlah Aswanata menuju Desa Lulumbang.
***
“Berhenti….!” Tiba-tiba tampak tiga orang meloncat dari balik pohon besar. Di belakangnya diikuti oleh belasan orang lainnya.
Dilihat dari pakaiannya, mereka adalah prajurit-prajurit dari Singosari. Ya, mereka adalah prajurit Singosari yang setia pada raja Tohjaya. Mereka telah terusir dari Kotaraja.
Mereka melarikan diri hingga sampai di luar Desa Lulumbang. Menghindar dari kejaran pasukan Rangga Wuni.
Selama belasan hari mereka bersembunyi di daerah itu dengan perbekalan yang semakin menipis.
Melihat ada seorang anak muda yang lewat, mereka pun mencegatnya.
“Serahkan barang bawaan mu, Anak Muda!” seru seseorang dari mereka.
Tentu saja Aswanata ketakutan melihat serombongan orang itu.
Orang-orang itu mengepung Aswanata.
“Cepat serahkan!” seru yang lainnya.
Mereka merampas buntelan di punggung Aswanata.
“Jangan!” teriak Aswanata.
Teriakannya tidak digubris oleh mereka.
Ketika membuka isi buntalan itu, mereka melihat sebuah kitab bersampul biru dengan tulisan di depannya: Kitab Bumi Langit.
Tentu saja para prajurit pelarian itu sangat gembira melihat apa yang mereka dapatkan.
“Ini Kitab Bumi Langit!” teriak orang pertama tadi.
Kawan-kawan yang lainnya segera berkerumun untuk melihat kitab itu.
“Ya, ini Kitab Bumi Langit!” terdengar seruan disana sini.