Bekas luka itu mengingatkannya pada sebuah foto dirinya dengan sang gadis masa kecil. Gadis masa kecil berambut ikal sebahu, yang bermain masak-masakkan dengan gadis kecil lain yang diduga adalah saudara dari gadis berambut ikal itu. Satu-satunya yang menyadari keberadaan seorang anak lelaki berponi yang sedang mengikuti ayahnya ke rumah sederhana gadis berambut ikal itu, mengayunkan tangan mengajaknya bermain bersama.
Anak lelaki berponi itu adalah dirinya, ke sekian kali merasa tidak asing dengan gadis berjilbab yang tadi bersebelahan mengantri di dekatnya. Melanglang benaknya pada satu dekade lalu, ia bersama kedua orang tua dan adiknya yang masih dalam gendongan, berliburan musim panas ke negeri tempat keluarga tiri ibunya bertempat tinggal.
Terdera kebosanan yang tidak bisa lagi dikompromi oleh dikarenakan selalu berada di rumah kerabat tiri, diam-diam ke luar mengikuti sang ayah yang rupanya ke sebuah rumah sederhana. Terlihat dua gadis kecil seusianya yang sedang bermain masak-masakkan di teras rumah itu.
Teringat pesan ibu supaya berhati-hati dengan orang asing, ia memilih pulang ketika salah satu gadis yang berambut ikal menyadari keberadaannya dan mengayunkan tangan mengajaknya bermain.
Mengikuti ayahnya lagi pada keesokan hari, namun anehnya merasa bingung kenapa dua gadis kemarin tidak lagi terlihat, seolah-olah ia mengikuti ayahnya demi penasaran dengan gadis-gadis itu. Berpikir untuk memanggil ayah ke rumah itu, namun tidak berani, ia memilih untuk berkeliling oleh rasa penasaran dengan sekitar.
Entah jalan mana saja yang sudah dilalui, ia baru sadar telah melanggar pesan ibu untuk tidak kemana-mana selama bukan di negerinya. Tidak berani minta tolong pada tiap orang yang berlalu lalang, karena bahasa yang berbeda dan diingatkan untuk tidak percaya pada orang asing.
Hampir menangis, namun langkahnya terhenti melihat taman bermain. Bersorak riang berlari akan menikmati tiap wahana di sana. Namun, ia terjatuh tersandung batu.
Sesuatu yang perih di wajahnya seolah menyadarkannya bahwa ia tidak tahu jalan pulang. Ia pun menangis memeluk kaki dan menyebut ayah ibunya.
"Kamu kenapa?" sebuah suara terdengar begitu dekat.
Anak lelaki berponi semakin memeluk kaki dan menenggelamkan wajah ke kedua lututnya, terngiang-ngiang pesan ibu untuk tidak kemana-mana dan jangan percaya pada orang asing, namun ia sudah melanggar dua pesan itu.
Suara yang menegurnya tidak lagi terdengar, tetapi tidak terdengar pula suara orang melangkah jauh.
Memberanikan diri mengangkat wajah, ternyata pemilik suara itu masih di dekatnya menunggu tangisnya mereda. Rupanya, pemilik suara itu adalah gadis berambut ikal yang mengayunkan tangan mengajaknya bermain kemarin.
"Kamu kan yang waktu itu lihat-lihat ke rumahku, kan?" tanya gadis ikal itu menelusuri wajahnya yang kumal karena terjatuh tadi. "Kamu tersesat? Eh? Ada luka di sini," katanya sambil menyentuh bibir dan keningnya sendiri. "Kalau begitu, kamu ke rumahku ya. Mungkin Kakek atau lainnya di rumah akan bantu mengobati luka kamu dan mencarikan kamu jalan pulang!"
Anak lelaki berponi tidak mengerti apa yang diucapkan gadis ikal ini, tetapi ia lega bahwa gadis ini yang menghampirinya, yang diharapkannya bukan orang asing atau orang berbahaya yang akan berbuat celaka. Ia pun mengikuti kemana gadis itu pergi.
Sempat gadis itu mengajak bicara, namun anak lelaki berponi memasang wajah bingung karena benar-benar tidak mengerti dengan bahasa yang digunakan.
Seketika bahagia saat rumah sederhana gadis ikal sudah terlihat, berseru memanggil sesuatu pada lelaki dewasa di depan rumah itu yang tidak lain adalah ayahnya.
Sang ayah yang terlihat akan pamit pada pria berpeci, menoleh oleh seruan yang memanggilnya, terkejut dengan kedatangan putra sulung yang berhambur memeluknya.
"Oh, anak Bapak? Dia sepertinya tersesat. Ada luka juga di mukanya," kata gadis berambut ikal ketika ayahnya anak lelaki berponi itu bingung kenapa anaknya datang tanpa sepengetahuannya.
Gadis berambut ikal kemudian membantu pria berpeci yang merupakan kakeknya untuk ke dalam rumah mengobati luka anak lelaki berponi. Ucapan terima kasih dan elusan kepala ia terima dari ayah anak lelaki berponi setelah luka sudah dibaluti dengan kain kasa.
Keesokan harinya, anak lelaki berponi diizinkan ayahnya untuk ikut ke rumah gadis ikal. Membawa sebuah kotak makanan dan secarik kertas yang bertulisan 'Terima Kasih untuk kemarin'. Ia sudah meminta ayahnya untuk mengajari beberapa kata dari bahasa tempatnya berada saat ini.
"Sama-sama," balas gadis itu dengan senyum malu-malu saat menerima secarik kertas itu, kemudian mengajak bermain masak-masakkan. Namun, geraknya terhenti seperti menyadari sesuatu, menghampiri kakeknya yang sedang bicara pada ayah anak lelaki berponi.