Bayi dari salah satu penumpang menangis begitu kencang. Beradu dengan suara pengamen yang sedang menjual suara. Membingungkan para penumpang akan mendengarkan yang mana.
"Woooy, lo bisa bikin diem anak gak seh?!" Memang tidak menghardik, namun nada suaranya terdengar mengintimidasi.
Ibu si bayi berusaha menenangkan, berusaha pula menahan ketakutan. Suasana berubah mencekam. Pengamen berpakaian tanpa lengan tiba-tiba merebut bayi dalam gendongan sang ibu. Beberapa penumpang sigap berdiri hendak menolong. Sebuah pisau dari saku celana belakangnya disodorkan ke si bayi. Beberapa penumpang refleks memekik histeris. Pengamen beranting satu di ujung belakang tertawa.
"Kembalikan bayi saya," pinta Ibu bayi memohon. Yang dipintai malah mengurai senyum sinis, menatap si bayi, menimang-nimang. Pisau di tangannya ditukar dengan buku Teka-Teki Silang di saku celana satunya lagi. Mengipas-ngipasi bayi dengan buku Teka Teki Silang itu hingga tanpa diduga sang bayi seolah-olah mau bersepakat untuk melelapkan diri.
Hampir tiap pasang mata yang memandang diam tercengang. Ada rasa terenyuh. Tidak menyangka bahwa tampang sangar preman itu mampu menidurkan si bayi--yang ternyata sedang kepanasan. Mulai tampak penumpang yang tersenyum lega, apalagi ketika bayi itu dikembalikan secara baik-baik. Pengamen berpakaian tanpa lengan tersenyum terlihat begitu tulus, ibu si bayi dengan terlihat masih gemetarnya mengucapkan terima kasih.
"Baik saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini," katanya yang kemudian menceritakan kehidupan susahnya diiringi air mata. Diantara para penumpang, tampak ada yang terbawa menangis. Selesai pada sesi doa, uang dari para penumpang mulai dipintai.
Terima kasih terucap pertama kali saat menerima koin lima ratus rupiah. Namun ketika meminta lagi pada penumpang selanjutnya, keluhannya terlepas. "Ah! Payah lu semua! Gua udah capek nangis, masa' dikasih gopek mulu!"
Para penumpang terkejut saat uang koin yang sudah dipinta malah dibuang. Penagihan tetap berlanjut, kali ini bukan uang yang didapat, melainkan kata maaf yang diterima dari penumpang wanita yang duduk di depan Ria. "Eh, lu kasih berapa kek, tapi jangan gopek seceng juga... nambahin lah... jangan minta maaf juga. Gua udah capek-capek nyanyi buat elu!" bisiknya ke telinga wanita itu. Suaranya yang bisa terdengar oleh penumpang lain, menjadikan suasana akan merangkak kembali menjadi menegangkan.
Mula-mula satu kepalan tangan, disusul kepalan tangan lain, Ria memendam sebal yang berlipat untuk pemandangan di depannya. Apa pula ini? Rutuknya di dalam hati, mengingat 'insiden' demi 'insiden' seakan-akan beruntun memburunya tanpa ampun memberinya jeda.
Yuto bisa melihat wajah itu, wajah yang sama saat insiden komplotan bertopeng di mall tadi. Memahami maksud tatapan dingin mengerikan itu, ia lantas turun tangan untuk membela penumpang wanita yang makin dipaksa pengamen berpakaian tanpa lengan.
"LU EMANG GAK PUNYA UANG APA?!" pengamen berpakaian tanpa lengan yang akan merebut tas itu, geraknya terurung ketika Yuto mendekati akan mencegah perebutan tas terjadi, namun tiba-tiba Ria berdiri.
"Apa lu?!" sergah pengamen beranting satu di belakang.
Ria tersadar akan satunya lagi berada di belakang. Sekejap saat itu juga, mendadak tidak mengerti apa yang akan dilakukannya. Blank. Namun, oleh dua pengamen itu menertawainya mengira takut, ia lantang berseru, "kiri!"
Bis berhenti. Dua pengamen yang memang di bawah pengaruh alkohol itu menghampiri Ria. Tatapan mereka bengis menakutkan. Namun sebelum mereka turun tangan, Yuto menghalangi mereka yang akan mendekati gadis itu.
"Ngapa lo?! Minggir! Lu mau berurusan sama kita? Hah??!" pengamen beranting satu akan melayangkan satu lengannya, dan ia cukup sadar ketika Yuto justru menangkisnya.
Pengamen berpakaian tanpa lengan membelalakkan mata, akan menolong rekannya. Pertarungan dua lawan satu pun terjadi.