Terhitung kepemimpinan baru OSIS tahun ini, speaker sekolah tidak hanya berfungsi sebagai media pengumuman dan tes mendengar bahasa inggris, tetapi juga menyiarkan radio setiap jam istirahat, terhubung dengan speaker-speaker tiap kelas. Dua anggota OSIS menjadi penyiar radio. Lila yang baru beberapa hari pensiun menjadi narasumber pertama. Suaranya terdengar riang mengungkapkan harapan terhadap kepemimpinan OSIS kali ini. Namun tiap kata Lila tidak begitu terdengar oleh suara yang saling beradu dari siswa-siswi di kantin. Tapi mereka tahu ketika radio menyetel musik, nada dari musik bisa dikenali dan lagu bisa ditebak.
Tidak bagi enam orang yang menguasai salah satu meja berbangku yang saling berhadap-hadapan di tengah-tengah kantin. Bahkan mereka tidak menyadari bahwa musik sedang mengudara, karena menertawakan tiga dari mereka. Untung saja kantin benar-benar ramai, maka derai tawa mereka tidak akan terlalu menjadi perhatian siswa-siswi yang beberapa masih mengantri, dan beberapa masih mencari tempat dimana akan makan. Dan Ria tidak menerima tatapan aneh karena seorang diri perempuan--sebab kantin yang begitu padat hampir tidak bisa masuk atau keluar dari sana.
Nana yang mengajaknya untuk kembali berenam seperti sebelum gadis itu pernah aktif di Rohis. Selain tidak tega melihat Ria tidak menjadi pilihan sang teman sebangku ketika Anggi menghampiri si jelita bermata bulat itu ke kantin bersama, drummer Silver Cool itu juga ingin supaya mantan pengarang lagu untuk band-nya itu bersedia menjelaskan ke teman-teman Silver Cool yang lain tentang apa yang menjadi kemarahan Rully. Berempat bersama Rafael dan Ibnu ke kantin.
Tawa tidak tertahankan diantara mereka―kecuali Rully dan Ria―setelah Ria berterus terang. Gadis itu tidak bisa jujur bahwa teman sebangkunya telah memiliki pacar. Menurutnya, Rully mungkin sudah lama memendam perasaan, maka tidak enak bila kenyataan yang sedang terjadi diutarakan. Tidak bisa melihat wajah sang teman menjadi muram sedih, namun takut pula ketika si pemilik wajah Arab itu benar-benar marah.
“Lu gak usah takut sama Rully, Ia. Dia gak bakal marah sama lu beneran. Lu aja yang terlalu polos dan penyayang teman,” kata Rafael sang vokalis, menyebut Ria dengan dua huruf saja 'Ia', begitu anak-anak Silver Cool memanggil secara kesayangan untuk teman perempuan mereka--yang seperti adik bagi mereka. "Yang kasihan sekarang Kiki tuh benjol jidatnya kayak Shinchan abis digebukin emaknya! Untung benjolnya gak bersusun kayak Shinchan beneran!"
Nana menimpuk kepala Rafael seraya tidak bisa menahan tawa, dan memang terdengar menggelitik baginya dan anak-anak Silver Cool lainnya. Ia lalu bicara pada Ria ketika gadis itu hanya tersenyum karena nasib Kiki yang menjadi perhatian sekelas. "Nah, Ia, mumpung lagi sendiri, sama kita dulu aja. Bicara baik-baik juga sama Rully. Ya!"
Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang. Enam mangkuk mie ayam. Mereka duduk satu meja panjang yang sengaja dijaga Rully dan Bayu sang keyboardist untuk berenamnya mereka--sebelum empat lainnya dari XII IPS 3 datang. Nana yang duduk di sebelah Ria, menaruh tas tupperware yang dipinjam dari pacarnya untuk memberi jarak.
"Sekarang, dinikmati mie-nya. Sering-sering bikin Rully kesel, biar terus ditraktir!" Ibnu terkekeh.
Tawa anak-anak cowok itu kembali berderai, Rully menepuk gemas kepala Ibnu. Basis Silver Cool itu memang sengaja menraktir Ria sebagai permintaan maaf karena telah memarahi. Mengakui kebodohannya karena meminta teman perempuan sekelasnya semasa kelas X itu sebagai pengirim surat cinta pada si jelita bermata bulat, mengirim SMS ke seluruh anak Silver Cool dan meminta Nana mengajak gadis itu makan bersama.
“Makanya, hati-hati kalau nyari orang buat nitip surat cinta!” kata Bayu dengan suara kalemnya--dan memang anggota dengan karakter yang lebih tenang dibanding anggota-anggota lainnya.
“Ya kan temen, harusnya ngerti dong! Tapi malah bikin malu gua! Untung Ria! Kalau bukan, udah kering gua bikin lalapan. Tega!” Rully masih meratap, menekankan kata 'temen'. Tidak peduli kembali ditertawakan.
"Eh, itu anaknya nongol! Sama pacarnya kembaran Nana!" bisik Rafael sambil menunjuk seseorang yang merupakan Debby.
Hanya Rully yang menoleh namun sekejap kemudian membuang muka begitu melihat si jelita bermata bulat. Bayu menepuk-nepuk pelan bahu basisnya itu, seolah-olah berusaha menguatkan agar bisa lebih tegar.
"Kok kembaran gua?" Nana heran memandang Anggi yang sedang bersama Debby.
"Cowoknya kan drummer, lu juga drummer, kembaran juga namanya!" jawab Rafael sembarangan.
"Maksa amat lu!" Rully menimpuk pelan kepala Rafael, dan itu menjadi kedua kali bagi vokalis Silver Cool itu karena Nana sudah menimpuk yang pertama.
“Tapi kok belakangan cewek yang gagal ditaksir basis kita itu jalannya sama ceweknya Yut-tiang ya? Kalian gak lagi marahan, kan?" tanya Ibnu pada Ria dengan wajah yang tidak bercanda. Namun beberapa kata darinya memicu tawa teman-temannya.
"Lu mau gua berkata kasar kayak apa, Nu? Ngomong 'cewek yang gagal ditaksir basis kita'!" Rully tidak senang dibercandai dengan sebutan seperti itu. Namun kemudian mengalihkan perhatiannya pada Ria yang sibuk memindai suir-suiran daging ayam ke pinggir mangkuk. "Lu gak lagi musuhan kan sama teman sebangku lu itu?"
Orang yang ditanya hanya diam. Mengangkat pandangan, mendapati dirinya ditatap dengan penuh menantikan jawaban. Namun tidak menanggapi, kembali mencari suir-suiran daging ayam. Lupa meminta untuk tidak memasukkan suiran ayam meski mie ayam-nya tidak bisa lagi disebut sebagai mie ayam.
"Gua tau pasti lu ada masalah kan sama dia? Kan biasanya gitu temenan cewek! Ribet! Dia kan cantik, jangan-jangan dia sama kayak cewek lain yang kalau temenan harus sesama cantik?! Cewek kan gitu, kalau gak nyari sesama cantik, maka sesama berduit atau yang lebih berduit! Apalagi XII IPS 3!" Rully berspekulasi.
"Otak lu isinya konspirasi semua! Baru ditolak, udah gampang aja lu benci sama Debby! Kenapa pula sebut-sebut XII IPS 3?!" Nana tidak terima kelasnya dinilai buruk--meski sudah tercitra buruk di kalangan guru dan anak-anak kelas yang lain.
"Eh Rully-strik, kalau lu ngomongin 'cantik', teman kita Ria juga cantik ngalahin Oshiin Jepang! Lu udah benci mamen sama si Debby!" Ibnu juga tidak mau hanya diam saja, menyebut Rully dengan tambahan 'strik', karena tinggi badan Rully yang kurus menjulang kerap disebut seperti tiang listrik, dan ternyata julukan tersebut tidak disukai sang mantan pacar Poppy itu--dan kepuasan bagi Ibnu bila si wajah Arab itu tersinggung, namun di beberapa kalimat Ibnu justru kelepasan membanyol.
"Udah, udah!" Bayu si kalem melerai, mengusap dan mendorong wajah Ibnu yang malah berjenaka, terkena telapak tangannya oleh liur Ibnu, dilap ke pakaian orang yang menyebut Ria cantik mengalahkan Oshiin Jepang itu. Sempat menimbulkan tawa, namun kemudian memandang lamat-lamat mantan pengarang lagu band-nya yang menahan tawa akibat lelucon Ibnu. "Ia, kamu gak apa-apa kan sama Debby?"
Ria agak menundukan wajah menerima tatapan dan pertanyaan Bayu. Sejak tadi teman-teman laki-lakinya ribut, ia memilih tidak mau ambil pusing dan masih sibuk memindai suiran daging ayam. Perasaan cemburu bila melihat sang teman sebangkunya bersama teman yang lain, tanpa mengajak dirinya─padahal Debby tahu bahwa ia sedang berusaha mengurangi pergaulan dengan lawan jenis─mulai dirasakannya. Namun ia tidak mungkin mengungkapkan perasaannya itu, meski kini kembali bersama anak-anak cowok--demi menghilangkan rasa cemburu itu pula.
Berusaha ditempuhnya jalur maklum terhadap Debby dan Anggi. Sebab rupanya tidak banyak yang diketahui teman sebangkunya itu terkait geng-geng yang bersinggungan dengan Yuto, dan sekiranya ada kaitan dengan sang adik. Kali aja Anggi ada cerita gitu kan ke Debby kayak kemarin kejadian di XII IPS 5...???
"Ia? Lu gak mau ayam ya? Buat gua boleh?" Rafael yang rupanya masa bodoh Rully menjelek-jelekkan kelasnya, diam-diam mengincar suir-suiran ayam itu.
Ria menyengir, teralihkan perasaan kelabunya oleh cemburu. Bersedia memindahkan suiran ayam dari mangkuknya ke mangkuk Rafael.