Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #13

Arena Ritual

Siswa-siswi berbagai sekolah meramaikan stadion itu. Beberapa masih mencari titik kumpul yang sudah ditentukan guru olahraga masing-masing sekolah. Tidak semua berseragam olahraga sekolah, beberapa guru olahraga mengizinkan berpakaian bebas asal mengenakan kaus dan trening. Sepatu-sepatu mereka kecokelatan bahkan meski berwarna hitam, karena rumput di jalanan yang digunakan untuk mengambil nilai atletik sudah mati tidak berbekas oleh kaki-kaki mereka yang berlari. Siswa-siswi kelas XII dari SMA Pelita Cempaka adalah beberapa diantara mereka dengan tujuan yang sama, memasuki masa sekali sebulan pengambilan nilai atletik.

Ria termasuk diantara mereka, menyipitkan mata oleh semburat silau matahari yang baru beberapa jam terbit. Mengedarkan pandangan pada mereka yang berlari mengelilingi lapangan futsal di tengah-tengah stadion. Menghela napas berat, dari dulu tidak pernah berlari sampai pada waktu yang ditentukan. Belum lagi ayah yang selalu keberatan, karena beranggapan bahwa atletik tidak ada kaitan dengan prestasi akademik.

“Ria, kita tunggu ya!” suara Nana mengalihkan perhatiannya yang sempat muram karena terngiang keluhan ayah tentang atletik--padahal mengikuti atletik bukan bicara tentang pilihan, itu sudah ketentuan sekolah.

“Mau kemana???” Ria melihat Nana dan anak-anak Silver Cool lainnya akan beranjak. 

“Mereka mau mentas. Lo dateng gak? Lo gak pernah dateng sih ya? Padahal lo pengarang lagu buat mereka...," suara lain berbicara dengannya. Poppy rupanya. Tentu saja Ria tidak pernah hadiri Silver Cool beraksi di atas panggung, sebab menjadi pengarang lagu saja, dilakukannya diam-diam dari orang tua--yang hanya menuntut prestasi akademik saja.

"Kita duluan ya, Ia. Sama Poppy dan kawan-kawan aja! Pop, lu nanti jangan berantem sama Rully, ya! Hihi!" Rafael mengingatkan, lalu melesat menyusul anak-anak Silver Cool lainnya─sebelum dibalas Poppy atas ledekannya. Mereka datang lebih awal, diizinkan pulang setelah mengambil nilai atletik. Sebenarnya tidak begitu dekat dengan Poppy dan dua kawan dekat si keriting berwajah bule itu, namun salah satu dari dua kawannya adalah pacarnya Nana. Mereka sepertinya sudah bersepakat untuk menyaksikan aksi Silver Cool sepulang atletik--dan Poppy mau tidak mau harus ikut.

Ria tidak yakin bisa menampakkan diri menyaksikan aksi panggung itu, namun keyakinannya atas dugaan di kepala tidak perlu diragukan lagi ketika Debby menghampiri. “Ada cari tahu lagi gak mengenai Yuto?"

Sesuai terkaan, Debby menanyakan hasil hacking yang dilakukan Ria terhadap akun Facebook Yuto. Dilakukan di rumahnya dengan meminjamkan laptop sang kakak. Saat Anggi meminta diajari mengenai pelajaran yang tidak dimengerti, peretasan dilakukan.

Tidak ditemukan tanda-tanda adanya gadis lain dari hasil peretasan. Justru, ditemukan fakta bahwa drummer Myujikku itu tergabung dalam grup kerohanian Islam di media sosial. Meski di keseharian tidak terlihat menunjukkan ke arah mualaf, tetap disyukuri Anggi yang meyakini sang pacar akan memeluk agama yang sama dengannya.

Namun Ria menggeleng ketika Debby menanyakan adakah hal baru yang ditemukan lagi dari peretasan terhadap Yuto. Sementara, diam-diam melanjutkan di warnet dekat rumah. Merasa belum puas, karena sebelum mengabarkan bahwa Yuto tidak seperti yang dikhawatirkan Anggi, diperiksanya chat-chat dengan pemilik akun Facebook lain, sebelum akhirnya memeriksa grup-grup dan fanpage-fanpage Islam yang diikuti. Ditemukannya isi chat dengan nama Iizuka Ayumu.

“RIAAA!!!"

Anak-anak sekelas serentak memanggil. Ria menoleh, menyengir diiringi wajah takut-takut pada Pak Aruan yang sudah pasti sudah memanggilnya lebih dulu, namun karna tidak memperhatikan, akhirnya anak-anak sekelas turut memanggilnya. Suasana stadion yang ramai sangat mendukung untuk tidak bisa mendengar bila benar-benar tidak memperhatikan guru memanggil.

"Jangan melamun!" Pak Aruan yang biasanya killer terlihat tidak tega menggertak, karena rupanya anak pendiam di kelas yang tidak memperhatikan. Diamatinya Ria masuk ke barisan empat lainnya yang mendapat giliran atletik. Mulai memberi aba-aba, melihat stopwatch di ponsel, kemudian meniupkan peluit tanda mulai. 

Seperti yang sudah diduga. Belum jauh berlari, sudah tertinggal. Seakan-akan tenaganya menguap. Padahal saat SMP, pernah menjadi tercepat urutan kedua. Ria merasa, tubuhnya kian melemah saja. Rasa kesal pada diri mulai menguasai hati. Malu. Kenapa belakangan ini selalu berada di urutan yang terbelakang bila atletik.

Ketika bentang dengan Pak Aruan sulit terjangkau pandangan, Ria dan lainnya mencari kesempatan untuk berhenti, dan memilih berjalan. Dan berlari lagi, saat dari kejauhan Pak Aruan bisa melihat dan memperingatkan dengan isyarat gerak tangan yang mengayun.

Ria mengeluh lagi, karena tidak bisa menyusul lainnya. Pelan-pelan berlari kecil, sampai ke berlari yang sebenarnya. Sekuat tenaga menuju titik memulai tadi. Namun kecepatan kaki teman-temannya terlihat lebih tangguh. Tiba-tiba perutnya sakit. Kram. Kepalanya pusing. Terpaksa berjalan sambil memegangi perut.

"Masa' hampir tujuh menit sih?! Yang lain tiga menit. Itu, si Rully aja satu setengah menit. Kamu harus makan yang banyak!" Pak Aruan menegur dengan suara keras namun tetap terdengar ke-bapak-an, memandang iba Ria yang kelelahan. Disuruhnya Ria beristirahat, bergabung bersama anak-anak sekelas. Suara Pak Aruan yang berbicara itu terdengar berdenging di telinga Ria.

Ah, fisik lemah! Rutuknya membatin, teringat seorang sanak yang menyebutnya penyakitan, sampai ayah menjadikan alasan 'tubuh yang lemah' sebagai salah satu alasan larangan ikuti silat, padahal kondisi tubuhnya tidak bertambah buruk waktu itu.

"Lu kenapa, Ria? Belum sarapan?" Poppy bertanya perhatian saat Ria merebah di rerumputan tempat anak-anak sekelas berkumpul.

Ria menggeleng. Kepalanya berdenyut hingga harus memejamkan mata untuk menenangkan tubuh yang lelah.

"Nih," Alya si kalem yang termasuk sekawanan Poppy bersama Kiki, memberinya sebotol air minum.

Ria bangkit dari baringan, menenggak beberapa teguk. Ternyata ia dehidrasi. Seraya tersenyum berterimakasih, dikembalikannya botol itu. Diam-diam terharu meski sepele hanya perihal air minum, namun ia tidak melihat bila Debby akan sepeka itu.

Tidak sengaja melihat sosok tinggi kurus Myujikku itu dari kejauhan akan meninggalkan stadion. Ria mengira cowok itu akan ke tempat dan tujuan yang sama dengan anak-anak Silver Cool. Namun setelah diamati, mereka hanya berdua. Yuto dan Martin terlihat buru-buru.

“Ria, mau kemana?!” Poppy meneriaki Ria yang tiba-tiba berdiri dan akan beranjak.

“Kalian duluan aja!” Ria lalu melangkah cepat, sesuatu di kantung celana treningnya mengingatkannya untuk bergegas memastikan.

Tidak menyadari, Taka mengamatinya.

>>><<<

“Iizuka-san[6]?"

Kaki-kaki jenjang itu berhenti melangkah. Diam mematung di tempat. Yuto mengerutkan kening mendengar nama itu. Berusaha dikendalikannya debaran jantung akan pemilik suara itu.

“Ria?" Yuto membalikkan badan, menatap tidak percaya. "Kamu manggil aku?"

Atas nama 'Iizuka Ayumu', Ria baru ingat bahwa Yuto menceritakan tentang teman perempuan yang menyukai kiwi cokelat beku, saat menunggu kendaraan umum sepulang dari rumah Paman Lionel.

Martin memandang heran. Yuto dan Ria saling menautkan pandangan terperangah dan tidak berkedip. Alih-alih bertanya apa yang terjadi diantara mereka, segera didekatinya Yuto untuk mengingatkan. "Yuto! Ayo!"

"Tunggu, Mar!" Yuto mengangkat satu tangan, meminta diberi waktu. Mengangguk paham dari apa yang diingatkan Martin. Berusaha tidak memperlama waktu, namun tetap berusaha demi memastikan. "Kamu panggil aku Iizuka-san?"

"Memangnya... na... nama lengkapmu siapa? Iizuka Yuto... kah?" Meski tidak yakin pernah mendengar nama Yuto pada satu dekade lalu, namun Ria ingat ternyata almarhum Kakek menyebut kenalan yang anaknya diculik satu dekade lalu, dengan nama Iizuka.

Lihat selengkapnya