Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #14

Rumah Taka

Salah satu pemimpin dari dua kubu mengamati di deretan bangku penonton teratas sana, bersama para anggota senior. Semula terlihat tenang terhadap pertarungan di depan mata, namun tidak bisa menahan kerinyitan di kening ketika dua sosok itu masuk.

"Taka?" mendesis suaranya menyebut nama yang pernah menjadi kepercayaan gengnya itu, tetapi tidak mampu menyebut nama sosok lain yang berjilbab memegangi ujung kayu yang dipegangi Taka. Tidak menyangka bila salah satu juniornya adalah adik dari gadis itu. Luky, sang ketua Tanduk Api, ia menyipitkan mata ketika salah satu juniornya menjadi incaran dua sosok yang tidak seharusnya datang itu.

"Sirine!" perintahnya ketika juniornya yang dikejar itu keluar diikuti dua sosok asing tadi. Diputuskannya turun ke lapangan setelah dilihatnya pula pada titik lain terjadi pergulatan yang menurutnya tidak pada tempatnya.

Para junior benar-benar menghentikan kegiatan mereka ketika sirine terdengar. Menyingkir memberi jalan ketika ketua Tanduk Api yang memiliki tinggi badan yang melebihi dari orang mana pun di sana, turun ke lapangan, seakan-akan membelah lautan puluhan mereka. Stadion lengang olehnya yang menghampiri Yuto dan Yongki--yang sudah bergumul tanah tandus stadion.

"Kenapa lu berdua yang gelud sih?!" Luky berkacak pinggang, bergantian memandangi Yuto dan Yongki seperti ibu yang memberi wejangan pada anak-anaknya. Dialihkannya pandangan pada Yuto, ia menekuk satu kaki menyentuh bumi. "Kenapa ada elu sih? Ini udah bukan bagian dari hidup lo lagi, kan? Kan geng lu dah bubar!"

Yuto tidak lekas menjawab. Terlihat letih bergulat dengan Yongki--yang sangat tidak sesuai antara tubuh gempal dengan tubuh kurusnya. Kondisinya sama persis dengan lawan gulatnya dan seluruh yang sedang tawuran, tubuhnya hampir tidak dikenali karena berbalur tanah yang gersang. "Emang udah bukan dunia gua lagi. Gua hanya ingin bawa sodara gua keluar dari sini!"

"Sodara?" Luky mengerutkan kening. Tidak paham. Melirik ke arah Yongki, si Hiu itu membelalakkan seperti akan menghajar kembali. "Kenapa mata lu begitu?!"

Si Hiu tidak menjawab, berusaha berdiri sambil memandang Yuto. "Marius udah milik BangBang!" serunya seraya mengacungkan jari tengah. Ia lalu berdiri, mengedarkan pandangan ke para anak buah juniornya. "BUBAAAR!!!"

Yuto membelalak, berusaha berdiri, tidak tahan untuk menyumpah serapah. Belum sempat mencari Marius, si Hiu malah membubarkan begitu saja. Saat akan berusaha mencari sepupu tirinya itu, baru ingat pula Taka dan Ria yang tidak lagi terlihat. "Lukman...???"

"Lukman?" Luky menyipitkan mata atas nama yang disebutkan Yuto barusan. Terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun urung ketika Yongki tiba-tiba mencengkram kerahnya. Meski terkejut, tapi ketua Tanduk Api itu mengisyaratkan mundur saat para anggotanya terkesiap akan membela.

Tatapan Luky dan Yongki saling beradu. Sesaat setelahnya, ketua Tanduk Api menyeringai, mengisyaratkan pada para anak buah bahwa ia baik-baik saja, dipintanya para anak buah supaya keluar dari stadion lebih dulu. Ia lalu mengalihkan pandangan pada Yuto seolah sedang memberi peringatan.

Yuto dan para mantan anak buah memandang mereka yang kemudian berjalan seperti kepiting--karena Yongki tidak melepaskan cengkraman. Luky yang mulai tidak nyaman, melepaskan bogemnya pada Yongki, lalu melenggang keluar. Si Hiu mengejar, lenyap sosoknya dari pandangan ketika Luky tidak lagi terlihat ke belokan.

Butiran debu dari tanah gersang lapangan tidak lagi banyak beterbangan. Yuto mendongak memejamkan mata, membiarkan semburat pagi jelang siang menjamah wajahnya. Sebelum akhirnya mengarahkan pandangan menohoknya secara dramatis pada Rasya dan kawan-kawan. "Siapa yang mimpin kalian ke sini?"

Semua kepala menunduk. Masih sempatnya saling mencuri pandang seperti berdiskusi melalui isyarat mata tentang bagaimana akan menjawab.

Sang Aniki berdecak. Sudah gagal membawa Marius keluar, gagal pula menghampiri Taka yang bodoh membawa Ria ke arena--karena secara tidak terduga si Hiu membalikkan badannya dan membogeminya. Tidak diberi kesempatan bicara, terpaksa melayani pertarungan sampai berguling-gulingan di atas tanah gersang. Ia berderap menghampiri Martin. "Bisa lu tatar mereka gak sebelum lu suruh mereka bubar? Gua mau cari Taka dan Ria!"

Sementara itu, dua orang yang akan ditemuinya sudah berhasil menangkap sasaran. Taka mendekap Lukman dari belakang dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain menelikung dua tangan adik dari teman sebangku pacarnya itu. Sempat memberontak, terhenti dan lekas diseret Taka dan Ria untuk bersembunyi ketika terdengar derap kubu Yongki keluar. Memandangi mereka yang seperti segerombolan domba.

Kondisi anak-anak SMP sudah bergumul tanah gersang stadion, berbeda dengan anggota senior yang masih berpakaian bersih. Disusul setelah mereka kemudian, kubu Tanduk Api keluar dengan kondisi yang sama seperti kubu sebelumnya.

Tetapi, sang ketua masing masing justru keluar belakangan, saling menyeret kerah masing-masing, berjalan seperti kepiting, kemudian berhenti, terlihat si Hiu sedang mengatakan sesuatu dengan tatapan yang begitu dekat pada ketua Tanduk Api.

"Anak itu yang jadi ketua kamu?" Ria menggumam, masih tidak menyangka bahwa Luky yang dalam dugaannya selama ini yang menjadi ketua sang adik.

"'Anak'? Kakak hati-hati kalau ngomong!" Lukman tidak terima mendengar begitu rendahnya sebutan dari kakaknya terhadap sang ketua.

"Kamu tau Luky?" Taka heran dengan Ria yang terlihat begitu kenal Luky.

"Lebih dulu aku yang tau anak itu, sebelum anak kedua Ibuku ini tau!"

Taka tidak bisa mengendalikan tawa oleh Ria yang dikenalnya pertama kali berwajah polos, ternyata bisa garang pada sang adik. Sementara sang adik sendiri mendengus, tidak terima ketuanya dihina.

Alih-alih bertanya bagaimana kakaknya kenal dengan sang ketua, Lukman kembali menggeliat akan memberontak, melepaskan diri dari Taka, terlebih setelah melihat ketuanya dan si Hiu sudah membentang akan meninggalkan stadion.

"Mau kemana, kamu?! Pulang! Mandi!"

"Kakak sana yang pulang! Ngapain dah cewek sendirian ke sini?!"

"Songong banget ya sekarang nyebut Kakak dengan sebutan 'cewek'! Udah merasa gede? Iya?! Sekarang kamu harus cerita kenapa kamu malah tawuran! Apa yang terjadi sampai kamu dikejar waktu itu!?"

"Kakak dibilangin gak usah ikut campur ya gak usah ikut campur! Keras kepala banget sih?! Nyadar kek!"

"Kalau kamu gak ikut nge-geng, kakak gak bakal nekad juga! Emang kamu kira kakak bakal diem aja?! Aturan kamu yang nyadar! Kesel sama Ayah gak gini juga!"

Lihat selengkapnya