Perang dingin.
Kerenggangan.
Tidak ada tegur sapa.
Duka memayungi dua keluarga berbeda bangsa. Namun seakan-akan makin berlanjut menimpa salah satunya. Persitegangan rumah tangga. Miharu sang ibu telah melayangkan tuduhan pada Ayumu sang ayah atas kelalaian menolong putra kedua. Situasi semakin sengit ketika diketahuinya suaminya itu masih sempat-sempatnya mengunjungi pemakaman pria berpeci--yang menurutnya tidak layak berlagak sok pahlawan menolong putra keduanya.
Ayumu tidak terima, karena memang Rusli tulus ingin menolong meski gagal--bahkan gagal atas nyawa sendiri.
Mengira sang suami telah kehilangan akal sehat, terlebih setelah diketahuinya hubungan dengan pria berpeci, diam-diam Miharu memesan tiket pesawat kembali ke Jepang bersama si sulung yang sudah menjadi semata wayangnya. Namun ia tidak pernah tahu bila sulungnya diam-diam menemui cucu Rusli untuk pamit.
"Ternyata yang diperban waktu itu karena sebenarnya penculiknya tidak sengaja melukai kamu ya?" tanya Yuto, setelah bergantian menjelaskan tentang kondisi pasca penculikan adiknya. Matanya memandang sendu gadis masa kecilnya yang menunduk terlihat seperti kembali berbelasungkawa. Yuto menarik kedua ujung bibirnya begitu samar, mengambil satu nastar lagi untuk gadis itu.
"Untung ya bekas lukanya tidak terlalu terlihat jelas. Terima kasih untuk boneka kelinci dan kotak musiknya."
Ria menerima nastar itu lagi. Tidak mampu meredam seulas senyum karena haru, mengingat dua benda yang pernah dititipkan--atau diberikan?--nya. Ria tidak yakin, tidak ingat apakah bilang 'menitipkan' atau 'memberikan' pada Yuto. "Kamu masih menyimpannya?"
"Boneka kelinci dan kotak musik? Masih. Kenangan. Haha. Tapi kotak musiknya sudah berhenti berfungsi. Nah yang boneka kelinci, aku jahitkan satu matanya supaya menjadi dua."
"Wah..."
"Apa kamu punya nama untuk boneka kelinci itu?"
"Iya. Namanya Shinta."
"Kamu masih ingat ya? Wah, kamu ingin ketemu Shinta dan kotak musik?"
Ria mengulum senyum dengan wajah berpikir. "Tapi kenapa kotak musiknya tidak lagi berfungsi?"
"Baterenya mungkin habis. Aku mainin mulu. Hehe."
"Kamu tidak punya uang untuk beli batre baru?" Ria merasa telah sembarangan bertanya, sebab ia yakin Yuto pasti bukan orang susah--tapi ia penasaran dengan jawabannya.
"Biar aja begitu. Batrenya kan kenangan juga."
Ria hampir tidak mengedip demi mendengar jawaban itu. Ia merasa sedang diberhargakan oleh sosok yang ternyata benar-benar anak lelaki berponi di masa kecilnya. Entah kenapa, terlintas kondisi keluarganya yang lebih banyak menuntut daripada menghargai, berbeda dengan kondisi saat di Rohis, anak-anak Silver Cool yang menerima lagunya--yang sebenarnya tentang keluarga dan orang tua namun dibuat seakan-akan tentang romansa anak muda--dan saat ini dari Yuto.
Termenung, kenapa orang-orang yang tidak bepertalian darah dengannya yang bersedia melihatnya, atau memang karena dirinya terlihat jelas segala sisi buruknya oleh keluarga, maka karena keluarga-lah mereka berbuat 'ini demi kebaikanmu'? Namun, apakah hanya sisi buruk saja yang terlihat? Tidak adakah sisi baik yang boleh diakui?
"Tapi Ibuku tidak tahu kalau aku memiliki dua pemberian dari kamu itu," Yuto kembali meneruskan setelah senyap sepersekian detik menguasai, ia secara tidak sadar telah membuyarkan kerumunan pikiran Ria. "Aku takut Ibuku akan bertanya, nanti tersingkap lagi masa sepuluh tahun lalu itu, dan bisa aja dia akan marah dan buang dua kenangan dari kamu itu."
Yuto melanjutkan cerita ketika sudah kembali ke Jepang. Setelah jasad Kouji sang adik diabukan, ia terus mengikuti kemana pun Ibunya untuk berpindah-pindah tempat tinggal, demi menghindari Ayumu sang ayah setelah diketahui bahwa Ayumu sang ayah sudah kembali juga ke tanah air.
Saat ditanya Iizuka Ryouichi sang kakek ketika surat perceraian dilayangkan, Miharu sang ibu menjawab bahwa Ayumu sudah menjadi seorang muslim. Ryouichi pun geram, terlebih Ayumu sejak dari Indonesia menjadi sering keluar, seperti enggan mengemban peran di organisasi, selalu berkilah tiap diberi tahu jadwal pelantikan.
Ayumu sama sekali tidak gentar ketika Ryouichi akhirnya berulang kali mengancam. Bahkan bersedia diusir dari rumah. Menghadiri sidang perceraian, merelakan sulung yang sudah menjadi semata wayang berganti nama dari Iizuka Yuto, menjadi Nagase Yuto--mengikuti nama keluarga sang ibu karena Miharu meminta hak asuh jatuh padanya. Kebencian pada Rusli mengakibatkan Miharu tidak ingin putranya dekat-dekat dengan ayahnya sendiri.
Ryouichi frustasi. Menggantikan posisi Ayumu yang seharusnya menggantikan posisinya, dengan mengangkat Kei putra keduanya untuk menjabat sebagai ketua organisasi. Meminta tiada henti supaya Kei terus memberi pesan mengandung ancaman pada Ayumu sang kakak. Mengizinkan para anggota organisasi merisak dan menindas Ayumu bila bertemu, sampai akhirnya baru diketahui bahwa Ayumu belum mualaf, namun memang sedang mendalami ajaran Islam.
Ryouichi atau Kei dengan organisasinya berhenti merusak dan meneror, setelah mengetahui bahwa Ayumu benar-benar menjadi muslim. Pihaknya tidak bisa lagi mengganggu, ketika Ayumu benar-benar membaur pada komunitas muslim di beberapa masjid.
Tapi, tidak ada yang tahu bahwa Kei penasaran dengan agama yang dianut Ayumu. Terlebih setelah diketahui karakter Ayumu semakin mengagumkan ketika diam-diam membuntuti tanpa ada niat mencelakai. Dengan penyamarannya, didekati kakaknya itu, bertanya banyak hal tentang agama minoritas. Tidak sadar benar-benar mempelajari, akhirnya mengungkapkan identitasnya.
Beberapa minggu setelah meninggalnya Ryouichi, Kei memberanikan diri untuk menyatakan ingin menjadi mualaf juga. Hubungan Ayumu dan Kei tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kei kemudian umumkan pembubaran organisasi. Sudah dimengerti bila banyak anggota yang kecewa, bahkan ada yang mengancam membunuh. Tetapi Kei tidak gentar, begitu terinspirasi dengan sang kakak.