Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #17

Kabar Mualaf

"HA?! Jadi kalian satu perguruan silat?!"

Sang ketua tidak menjawab. Diakuinya pada Seno sang tangan kanan geng, seraya menunggu latte di sebuah kedai lepas sepetak yang tidak berpintu di kedua sisinya. Sebuah kedai yang menjajakan makanan minuman diminati muda-mudi dikunjunginya dengan sang tangan kanan setelah berkumpul di markas usai dari stadion tadi. "Seharusnya gua lebih sadar saat lihat muka Lukman."

"Berarti selama ini lu gak tau kalau Lukman itu adiknya teman silat lu itu?"

Luky menggeleng samar. "Cuma merasa gak asing aja sama muka Lukman. Ternyata dia adiknya Ria!"

Seno menghela napas panjang. Hampir terjengkang akan bersandar di bangku kedai, namun lekas sadar bahwa bangku kedai ini tidak memiliki sandaran. Bisa dimengertinya saat di markas usai dari stadion tadi, tidak banyak koar dari sang ketua setelah menerima maaf Lukman atas sang kakak. Mendecis samar, seraya memandang luar kedai yang begitu terik.

"Dia kan datang sama Taka," Seno mulai meraba terkaannya, "apa dia pacarnya Taka?"

"Taka emang keluar dari geng karena pengen pacaran sama anak baik. Tapi gua gak yakin Ria adalah pacarnya. Apalagi Yuto sebut 'Lukman'--gua gak ngerti apa maksudnya. Tapi bisa aja juga Yuto dan Ria yang pacaran, karena mereka satu sekolah."

"Satu sekolah? Tapi kalau pacar, seharusnya gak ajak ke ranah tawuran dong? Aturan dilarang!"

"Ya, kalau emang Ria mau bawa adiknya keluar, seharusnya Yuto atau Taka bisa yakinkan Ria untuk bawa Lukman buat dia. Tapi, kita kan gak tau yang mana pacar tuh cewek! Si Yuto bilang mau cari adik sepupunya di kubu Yongki, tapi juga cari Lukman? Apa maksudnya?"

"Gak mungkin gengnya balik lagi, trus ada anggota perempuan, kan?" cetus Seno asal-asalan.

"Lu kira grup Project Pop yang ada cewek sendiri? Haha! Tapi gua gak bisa jawab untuk itu. Karena selama silat, Ria termasuk gak menyerah lawan gua. Dan dia termasuk kelaki-lakian sebelum berjilbab."

"Kelaki-lakian bagaimana?"

"Celananya cowok. Sendalnya cowok. Ya gua kira dia bakal suka sesama jenis ya, eh ternyata pas kita kompetisi di SMA Pelita Cempaka, dia berjilbab. Kalau dari panjang jilbabnya, gua kira dia anak Rohis. Tapi, kejadian tadi bikin gua tambah gak ngerti dia itu kenapa! Iya kali juga dia pacaran sekaligus dengan dua cowok--Yuto dan Taka!"

"Terkesan membawa citra buruk pengguna jilbab?"

"Ya gua sih bodo amat mau berjilbab kek mau enggak kek, manusia pasti ada salah. Tapi ya, tetap aja... tuh anak ngapain ngabsen muka di stadion?!"

Seno menahan tawa oleh nada dongkol sang ketua. "Emang lu gak tau apa-apa lagi tentang dia?"

"Apa? Yang gua tau, dia punya Bapak sama gak benernya kayak Bapak gua!"

"Lah kok gitu?" Seno kembali tidak bisa menahan tawa. Ia sudah sering ke rumah Luky bahkan kerap mendengar gerutuan sang ketua terkait sang Bapak yang sering marah, sering curiga bahkan kerap menuduh meski tidak ada bukti--pada Luky yang memang nakal sejak kecil. Maka, dimakluminya bila ketuanya ini mewujudkan pelampiasan dengan membentuk geng, selain karena kubu Yongki yang kerap mengejek saat SMP.

"Bapaknya datang, suruh kakaknya Lukman ini pulang. Tuh muka bapak-bapak gak beres udah kayak penjaga pintu neraka! Eh bener! Ria gak balik lagi--sampai akhirnya gua tau dia satu sekolah sama kubu si Hiu dan si Jepang!"

"Penjaga pintu neraka? Sebegitu seramnya kah?!" Seno menahan geli bertanya demikian.

"Eh ya ampun, Sen. Kita di sono waktu itu diem! Gak nyangka! Gua sampe nyesel suka ejek tuh anak!"

"Ejek gimana?"

Luky menarik sebelah bibir, seperti sungkan untuk berterus terang. "CengGo."

"CengGo?"

"Jadi kita itu latihan persilatan di Kecamatan. Eh ada pengukur tinggi badan. Pada ngantri kita yang anak-anak silat. Gua 179,5 kalau gak salah. Nah si Ria 150! CengGo kan seribu lima ratus. Gelindingin deh nolnya satu."

"Ahahaa!!! Parah! Trus lu minta maaf?"

"Enggaklah! Gua cuma janji ke diri gua sendiri buat gak bakal ejek-ejek orang lagi terutama ke perempuan! Gua kira dia udah tobat kan ya, berjilbab panjang macam anak Rohis gitu. Tapi apa tadi yang kita lihat? Masa' iya gua ajak dia berantem lagi? Sama badan yang masih boncel kayak gitu?! Banci banget gua!"

Seno menggumam paham. "Ya, kalau dari cerita lu, Bapaknya segitu seremnya, bisa aja kakaknya Lukman itu 'terinspirasi' Bapaknya, kan?"

"Lu kira apaan pake 'terinspirasi' segala?" Luky menahan geli oleh kosakata Seno itu.

Lihat selengkapnya