Pertengkaran didalangi oleh ketiadaan guru dari dua kelas yang bersebelahan itu. Seorang guru piket sempat masuk untuk menggantikan. Cukup terkendali kelas XII IPS 2 setelah diberi tugas dan bisa untuk ditinggalkan. Tugas juga diberikan pada kelas XII IPS 3 setelahnya. Ketika dirasa aman, guru piket keluar akan patroli ke kelas lain. Salah satu anak XII IPS 3 mencari momen untuk keluar, dan kembali dengan sebuah kunci proyektor di tangannya entah bagaimana mendapatkannya. Hampir seluruh penghuni kelasnya menutup buku, demi gembok proyektor itu dibuka. Dihubungkan dengan laptop salah satu seorang lainnya. Mereka berjoget dan melompat di atas meja, mengikuti video klip dari proyektor.
Bukan riuh lagi. Bukan ingar lagi. Bahkan mungkin lebih dari kata bising. Itulah yang didengar anak-anak kelas sebelah, yaitu XII IPS 2─yang serius mengerjakan tugas. Tetapi hanya anak perempuan yang merasa terganggu, sementara anak-anak lelaki malah ikut berjoget. Beberapa anak perempuan yang kesal pun meminta teman-teman lelaki mereka supaya berhenti berjoget, sisanya keluar untuk mengingatkan anak-anak kelas rusuh sebelah untuk berhenti bertingkah seperti anak TK.
Menyadari kemungkinan adanya keributan yang akan terjadi, Zidan sang ketua kelas lekas berhenti berjoget dan cepat menyusul. Akan tetapi terlambat, keributan khas perempuan terjadi. Pasrah ketika beberapa guru datang untuk melerai.
Alhasil, dua kelas itu harus menerima hukuman, kecuali beberapa yang kedapatan guru hanya duduk dan masih belajar.
Satu jam menuju bel istirahat, mereka dijemur di lapangan. Dua guru killer mengawasi. Saat salah satu dari dua guru itu lengah, anak-anak perempuan XII IPS 2 mendesak Zidan supaya menemui ketua kelas XII IPS 3. Si Monas Padang itu memenuhinya setelah dua guru killer yang berjaga membubarkan mereka. Masing-masing penghuni dua kelas berdiri di belakang ketua kelas mereka yang saling berhadapan di tengah pembatas kelas. Sepakat untuk tidak saling mengganggu.
Ria tidak ada diantara mereka, karena ia salah satu yang tidak ikut berjoget dan tidak melompat di atas meja. Saat kejadian konyol itu berlangsung, ia memilih menyingkir ke sudut kelas.
"Kenapa harus mereka sih yang berantem? Kenapa gak Yongki aja biar dia segera keluar dari sini?!"
Ria memutar pandangannya pada Sugi. Ketua OSIS itu sama seperti seluruh penghuni kelas lain yang merasa terganggu ketika terdengar suara yang saling beradu tidak karuan dari XII IPS 3 dan XII IPS 2. Sesaat setelahnya, Sugi menunjuk Ria, dan kemudian seorang lain yakni Yuto. Tertawa karena salah satu dari masing-masing dua kelas justru satu meja di taman dekat lapangan futsal.
Benar, mereka sedang bertiga dalam satu meja melingkar di taman. Ria sedang tidak bisa merasa cemburu ketika Anggi kembali ingin curhat dengan Debby, sebab Ayu menghampiri dan bilang dari Sugi sang pacar untuk berkumpul di taman. Rupanya tidak ada yang diketahui pacarnya Sugi itu terkait hubungan Ria dengan Sugi, namun gadis berkerudung dan berkacamata itu mengerti ketika Ria menyarankan supaya bertanya pada Debby saja.
Sugi menghentikan tawa ketika Ria memandangnya dengan ekspresi datar. Kemudian mendehem, bersikap bak akan berpidato. Meraih buku catatan kecil milik Yuto yang berisi tema mereka untuk bertemu, yaitu tentang ide pengakuran.
“Jadi apa yang udah kalian tentukan?” tanya Ria.
Sugi melirik Yuto sejenak, sebelum kemudian ia yang menjawab lebih dulu. "Gua mikir kita adain lomba, puncaknya adalah pensi. Ya, sama aja sih kayak pensi sebelumnya, tapi mungkin akan lebih wah, karena dari dua sekolah!"
"Pensi? Lomba?" Ria mengerutkan keningnya. "Kompetisi dong? Sementara mereka bermusuhan. Ya okelah, gak terjadi apa-apa waktu class meeting tahun lalu. Tapi kupikir kayaknya gak cocok deh itu jadi salah satu tindakan kita ke mereka."
"Lah trus apa dong? Gua belum cerita apa-apa ke anak OSIS lain, kalau ide lu ada yang lebih bagus, gua bakal gaet mereka deh!"
Anak-anak XII IPS 2 dan XII IPS 3 di atas sana sudah membubarkan diri, dan Yuto belum masuk ke obrolan. Masih mengutatkan diri ke lapangan futsal yang sedang dipakai anak-anak paskibra untuk latihan, setelah ia datang dan menunjukkan coretan dari buku catatannya. Ria dan Sugi hanya saling melempar pandang, merasa benak Yuto tidak sedang bersama mereka.
"Jadi menurut lu apa nih, kak? Nanti bang Monas bakal nerusin ke Om-nya. Soalnya kata Aniki, Om-nya itu ngajar di SMK-nya Luky! Kan kesempatan banget!"
Ria ber-oh tanpa suara. Memaklumi tiga cowok yang tentu sudah saling kontak karena pasti memiliki ponsel, tidak seperti dirinya. "Dia akan gabung ke kita di sini?"
"Bentar lagi juga nyampe!"
Ria kembali mencuri momen mengamati Yuto, mengikuti arah pandang cowok itu, terlihat Martin diantara anak-anak paskibra itu. Sudah diyakininya bahwa Yuto sedang bersuasana hati buruk, karena kemungkinan para anggota Myujikku tidak terima dengan kemualafan cowok bergigi gingsul itu dan keluar dari band. Dialihkannya pandangan pada Sugi, yang dipandang mengangkat bahu. Menghela napas panjang, tiba-tiba terlintas sesuatu. “Ya, bagus deh kalau ada anak dari sekolah kita ternyata punya hubungan kekerabatan sama guru di sekolahnya Luky. Soalnya kemarin Luky samperin aku. Ngancem aku…"
"Dih? Trus lu gimana, kak?!" Sugi yang justru terbelalak, karena memang tidak tahu.
Ria tidak menjawab, menggeleng-geleng pada Yuto yang terlihat tidak mendengarnya. Pandangannya dialihkan lagi ke Sugi, mengisyaratkan supaya menegur Yuto, dan yang dipandang terlihat segan melakukan. Ria memicingkan mata pada sang ketua OSIS yang ternyata penakut. "Kamu selama jadi anggota geng, ngapain sih? Ada namanya juga gak geng kamu dulu?"
"Gua? Woh, ada. Namanya Suzuran. Hahha!!!"
"Apa lucunya?" Ria tidak tahu dimana letak lucu nama itu.
Sugi menghentikan tawa, memaklumi bila Ria tidak tahu bahwa nama itu diambilnya dari sekolah fiktif di film berandal Jepang. "Nah lu tau gak nama geng Yuto?"
"Apa?"
"Bullet."
"Balet?"
Sugi mendecis, sudah yakin bila Ria salah menerima maksud. "Tulisannya B-U-L-L-E-T, bacanya 'balet', artinya peluru. Nah, Aniki! Apa nih maksudnya? Kasih tau!" Sugi menepuk lengan Yuto.
Perhatian Yuto memang teralihkan oleh tepukan itu. Memandang Ria seperti melamun. Dan, Sugi menepuk wajah karena sesama gingsul dengannya itu masih belum bangun.
"Iya itu artinya, kak! Artinya peluru, maksudnya sih menembak, tapi maksudnya menembak ke kepala para anggota biar pada sadar. Bukan menembak dengan peluru, tapi dengan kata-kata biar pada insap! Filosofis banget, kan? Hahha!"
"Itu kamu yang jawab!"
"Ya, memang benar, ternyata lu masih inget aja!" Ternyata Yuto menanggapi, dan mengubah posisi duduk. Ia memang sedang memikirkan teman-teman Myujikku yang kecewa karena ia telah mualaf dan menyatakan keluar dari band. Sempat menerima cengkraman dari Andrew, tetapi para anggota Myujikku tidak bisa berbuat apa-apa ketika perkara penyelesaian geng menjadi alasan keluar dari band. "Dan benar, kalau seharusnya Yongki saja yang berbuat ulah agar lekas dikeluarkan, tapi ternyata belakangan ini gak pernah denger dia ke ruang BK lagi."