Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #22

Sebuah Ponsel

Patroli kali ini cukup 'mengganas'. Para guru killer benar-benar menyebar ke setiap kelas. Gunting di masing-masing tangan akan memangkas helai-helaian dari kepala yang menyentuh telinga, tengkuk dan kening. Para siswi tidak mampu menyembunyikan tawa ketika wajah-wajah pasrah itu tidak tersembunyikan. Beberapa dengan potongan rambut yang memalukan, tidak berani keluar pada jam istirahat. Lainnya masa bodo bilamana akan dijadikan bahan lelucon.

Hanya sebagian yang lain lagi yang belum terjaring razia, mereka baru keluar dari ruang serbaguna pada jam istirahat. Perhatian sekitar teralihkan ketika beberapa orang berseragam polisi keluar setelahnya.

Seorang guru killer menghampiri, meminta para siswa yang belum terjaring razia supaya tetap di depan ruang serbaguna dalam kondisi jongkok. Pihak kepolisian diminta pula berjaga supaya tidak ada yang melarikan diri. Para polisi itu tidak bisa menyembunyikan senyum, dan para siswa yang sedang bermain futsal sempat berhenti demi memandang pencukuran yang menjadi santapan umum itu.

Salah satu yang menjadi sorot perhatian Ria adalah Yuto. Bukan, bukan lagi masih terpukau oleh ketampanan itu--ia telah berhasil sugestikan diri untuk tidak terpukau dengan mewajarkan bila laki-laki memang untuk tampan dan bukan cantik. Melainkan kulit sang Aniki itu yang terlihat lebih kecokelatan daripada sebelumnya.

"Ia, lu belum nemu cewek buat gua?" Rully di sampingnya membuyarkan perhatiannya. Ia lalu dilirik dengan mata belalak oleh Kiki.

Ria kali ini sedang bertiga dengan Kiki dan Rully. Pacar Nana itu entah dikenai angin apa, selepas pacaran, meminta sang pacar tidak perlu ke kantin dan bilang akan membawakan apa yang mau dibeli sang pacar, lalu tiba-tiba sembarangan menggandeng Ria untuk berburu sebelum makanan atau minuman incaran akan habis diserbu siswa-siswi lain. Sempat menjadi tatapan aneh oleh beberapa siswa-siswi karena gadis yang suka menyanggul rambutnya itu termasuk dalam kategori gadis gatal--jaga sikap saat sedang ada Nana--tapi jalan dengan gadis berjilbab panjang seperti Ria. Bertemu dengan Rully, menjadi bertiga, untuk memastikan Kiki tidak memengaruhi Ria menjadi gatal juga.

"Lu tega biarin gua jomblo?"

"Jomblo? Apa itu?"

Kiki yang semula ingin menertawakan si wajah Arab, urung demi apa yang didengarnya dari Ria yang bertanya dengan nada suara dan wajah polos.

"Elu!" Rully antara gemas, kesal, tapi juga merasa pertanyaan Ria begitu lucu. "Pantes aja lu gak punya cowok! Jangan-jangan lu gak pernah suka cowok ya?!"

"Tega lu!" Kiki menempeleng Rully. Kemudian menggandeng Ria untuk menghindari pembalasan dari si wajah Arab itu, berhenti untuk menoleh sejenak, ternyata Rully mengejar, dan pacar Nana itu mengajak Ria berlari menaiki tangga. "Kamu beneran gak tau apa itu 'jomblo'?" tanyanya begitu tiba di lantai atas--ternyata penasaran juga.

"Apa itu? Bahasa darimana?"

Kiki merasa sudah tidak bisa menahan tawa, karena ternyata Ria benar-benar polos. "Itu artinya sendirian gak punya pacar. Bahasa darimana, tau dah ya gak tau. Haha!"

Ria menggumam paham, baru mengetahui kosakata itu. Namun wajahnya tetap datar. Benaknya masih menanti kabar tiga cowok perancang kegiatan pengakuran, apalagi Lukman sang adik kian dingin saja seolah orang lain. Kembali ke kelas, Debby masih bersama Anggi bahkan Ayu. Nana mengajaknya untuk bersamanya bertiga dengan Kiki. Menikmati makanan yang berhasil dibawa dari kantin--yang seharusnya dilarang namun tadi nasib baik tidak ada guru yang melihat kenakalan mereka. Ibnu dan Rafael nimbrung jadi berlima, dua orang itu jahil mencomot makanan Nana dan Kiki. Dua makhluk jahil itu berlari ketika mendapat makian Kiki, dan gadis berambut disanggul itu membagikan makanannya pada sang pacar karena Nana ternyata pasrah diganggu oleh dua rekan band-nya tersebut.

Begitu keseharian Ria, belum ada kabar dari tiga cowok yang menjadi perancang ide pengakuran bersamanya. Anak-anak Silver Cool kemudian akhirnya mengetahui apa yang dilakukan Ria bersama tiga cowok dan Pak Aruan di taman. Mereka juga diminta untuk merahasiakan, termasuk tentang Yuto yang sudah tidak lagi menjadi anak band.

Selama menanti kabar, Ria mengamati tiga cowok itu. Sugi sibuk dengan kegiatan OSIS ke luar sekolah. Yuto, sempat pandangan bertemu, namun wajah anak lelaki berponi di masa kecilnya itu terlihat seperti tidak mengenalnya, terlebih saat bersama para mantan Bullet--begitu kata Anggi. Namun hal yang paling menyebalkan justru ada pada Zidan yang belakangan terlihat selalu berdua dengan seorang siswi yang kabarnya adalah pacarnya Luky.

Cakap-cakap terjadi pada esoknya. Saat ke sekian kali tidak sengaja seangkot dengan Debby ke sekolah. Si Monas Padang memanggil, berlari akan menyejajari, sempat menyapa dan berlelucon, namun kemudian mengerti begitu melihat wajah si Muka Datar yang terlihat sudah tidak bisa dikompromi lagi.

"Ada semacam penyuluhan dari pihak kepolisian tentang kenakalan remaja--ya, mengingat apa yang dialami anak-anak paskibra. Pak Aruan meminta Yutti supaya suruh para mantan anak buahnya jadi peserta di ruang serbaguna. Disuruh juga buat ajak Yongki cs supaya ikut. Awalnya Yongki menolak, tapi akhirnya datang juga setelah Pak Aruan mengancam.”

“Kalau Sugi?"

"Sugi? Iya kau bisa lihat sendiri. Pihak sekolah nyuruh beberapa anak OSIS buat keluar melulu. Ah anak OSIS kan emang begitu. Kemarin aja baru pulang dari seminar di hotel."

"Trus kamu?"

"Saya?" Zidan menunjuk dirinya dengan menyentuh satu kelopak matanya.

Ria melengos menghindari tawa, namun tidak dengan Debby yang tidak bisa menahan tawa. "Kamu ngapain berduaan sama Najma!!! Mau cari ribut?!"

"He! Kau salah sangka!!!" Zidan pun tidak bisa menahan tawanya lagi.

Ria dan Debby saling melempar pandang, berhenti berjalan ketika Zidan menghentikan langkah demi tertawa.

"Sambil jalan yuk!" kata Zidan yang akhirnya bisa menghentikan tawanya karena dipandang dengan wajah bingung oleh dua gadis. Melangkah lebih dulu, ia diingatkan Ria supaya langkah kaki panjangnya bisa disesuaikan dengan Ria dan Debby--supaya tidak terkesan mengejar si Monas Padang itu.

"Oh ya, itu Yuto kenapa cokelatan ya?"

"Apa yang cokelatan?"

"Kulitnya."

"Kau perhatikan dia? Wah, kau pilih siapa sih? Ketua Rohis SMK-nya Luky, atau...," Zidan yang kelepasan bercanda, mengangguk tanda maaf, menahan senyum oleh Debby yang tertawa karena dengan mudahnya Ria membuat si 187 senti itu seakan ciut hanya dengan ekspresi datar. "Iya, dia cokelatan. Ehm, tapi kenapa kau sebut cokelatan? Kenapa gak iteman?"

"Nah, kenapa itu?" Ria mulai jengkel, merasa seperti diulur-ulur.

"Ya... dia... sebelum penyuluhan, dia kumpulin semua mantan anak buahnya. Eh iya benar tuh!!! Dia akhirnya bilang ke para mantan anak buahnya tentang ide kau! Ternyata ada yang sempat gak setuju! Tapi karena Yutti turun tangan buat nyari rupiah, pada gerak semua, bahkan para mantan anggota yang kelas XII!!!"

Ria mengangguk paham, namun wajahnya seperti memikirkan sesuatu. "Proposal gimana?"

"PROPOSAL DITOLAAAK!”

Dua gadis kembali menghentikan langkah, karena Zidan yang terlalu ekspresif dan berdiri di depan mereka seolah menghadang. Menyadari menjadi tontonan orang-orang sekitar, si Monas Padang itu malu, berjalan lebih dulu. Ria dan Debby kembali mengingatkan langkah panjang itu agar bisa menyejajari.

"Oh, berarti udah dibikin ya proposalnya?"

"Udah. Tapi ya itu! Akibat kurang serat dan susah buang air besar!" gerutu Zidan, hanya Debby yang tertawa oleh lelucon itu. "Dia bikin proposal sendiri sama para mantan anggotanya!"

"Ho...," Ria memahami bila Yuto belakangan terus bersama para mantan anggota geng. "Tapi kenapa ditolak? Trus gimana dong? Meski cari dana, kalau gak diizinkan ya gimana? Anak OSIS aja harus minta izin kepala sekolah kalau bikin acara! Apalagi Yuto dan lainnya!"

Lihat selengkapnya