Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #23

Bukan Adu Domba

Pesan itu mengarahkannya pada sebuah taktik. Memeriksa kotak masuk e-mail. Mencetak. Meminta janji temu untuk datang lebih pagi. Menunggu di pos sekuriti. Tidak sengaja kembali merasakan geram atas pencuri dengar yang telah membocorkan. Ketika sosok yang dinanti sudah tampak, lekas keluar seperti akan menghadang.

Ria agak terkejut ketika cowok gingsul XII IPS 2 itu menampakkan diri seakan-akan akan memalak. Mengangguk mengerti meski tidak ada sepatah kata yang ia dengar, dikeluarkannya modem dan flashdisk dari tasnya untuk dikembalikan. "Kamu sudah memeriksa?"

"Sudah." Yuto menerima dua benda itu dan menyimpannya ke tas. "Makasih, ya."

"Ada yang salah gak?"

"Nggak. In Sha Allah udah bener. Coba kamu lihat sendiri." Ia mengeluarkan print out proposal. Menanti 'momen' saat proposal itu diperiksa gadis itu dan kemudian dikembalikan lagi.

"Apa akan diserahkan sekarang?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Kamu bisa liat sendiri, belum dijilid." Yuto akan menaruh print out itu kembali ke tasnya, namun urung karena memang inilah taktiknya supaya orang-orang yang melihat tidak memandang sebagai fitnah.

"Kenapa tidak dijilid sekalian? Apa kamu ingin aku memeriksa? Atau ingin Pak Aruan memeriksa juga? Zidan, Sugi dan para mantan anak buah...???"

Yuto tergelak ringan menampakkan gigi gingsulnya. "Aku tidak akan minta mereka semua memeriksa. Tidak semua paham ini. Apalagi para mantan anggota, kebanyakan pada benci tulisan!"

"Lah buat apa sekolah kalau gitu?" Ria menahan tawa.

"Bukan itu." Yuto mulai memasang tatapan yang diusahakannya supaya tidak terkesan menginterogasi.

"Ha?" Dan ya, Ria kemudian menyadari bahwa ia akan dicecar banyak tanya.

"Aku udah tau semuanya."

"Ha?" Lagi, kembali mengangkat pandangan. Berharap terkaannya salah terhadap si wajah maskulin ini.

"Aku tuh udah curiga kamu kayak ngindar pandangan dari aku. Luky pasti berbuat sesuatu, kan? Apa yang udah dia ancamkan ke kamu?"

Mula-mula, Ria merasa sedikit tenang, mencoba yakin bahwa ia sedang tidak tertangkap basah--lagi. Ada tawa di dalam hati karena ternyata Yuto menyadari pandangan yang dihindari, namun ternyata salah sangka--syukurlah. "Gak ada yang aku sembunyikan. Dia bahkan bilang gak ngajak kelahi lagi kayak di silat."

"Lalu, kenapa kamu pengen nemui dia?"

"Ha?" Yang ketiga kali, mengerutkan kening menatap si wajah maskulin yang tetap berusaha hati-hati bicara bak Bayu si kalem Silver Cool--bukan seperti Rully yang memang tempramen.

"Zidan cerita semua. Dia mengakui kesalahan karena dia ngupingin aku dan Sugi, trus dibocorin ke kamu. Padahal dia gak tau apa-apa--apalagi tentang kamu."

Ria menghela napas untuk merilekskan diri. Agak menepi ketika siswa-siswi mulai banyak masuk, beberapa ada yang melihatnya karena bersama si tampan yang dikenal dekat dengan anak berandal. "Aku... ke kelas!"

"Aku megang proposal ini sebagai bukti emang ada yang mau kita bahas," Yuto menekankan suaranya supaya Ria tidak beranjak. "Sengaja aku mau bicara berdua sama kamu dulu. Aku pengen tau kamu punya masalah apa lagi sama Luky. Kenapa kalian harus ketemuan? Dia bahaya! Makanya kamu harus pegang hp itu, supaya ada kontek..."

Riuh siswa-siswi yang makin berdatangan memenuhi wilayah sekolah. Terdengar pula suara motor menuju parkiran. Ria memandang Yuto dengan mengira telah membebani. Diraihnya benda yang baru saja disebutkan tadi. "Aku akan kembalikan..."

"Bukan itu maksudku!" Sudah berusaha Yuto bicara hati-hati dengan intonasi yang terkendali dan diharapkan tidak terjangkau pendengaran anak-anak lainnya, namun sepertinya ia juga harus bisa mengendalikan ekspresi wajah dan bahasa tubuh akibat masygul terhadap gadis masa kecilnya--yang telah salah menangkap maksudnya, dan menyebalkannya memasang wajah polos. Ia pun berdecak, menarik napas panjang. "Baiklah, memang sebenarnya aku ada kepikiran mau tunjukkan proposal ini ke Luky. Dan momen yang tepat, karena kamu juga janjian sama dia, maka aku akan ikut. Sugi dan Zidan pun. Aku juga akan ajak Taka."

Ria memiringkan kepala memandang Yuto, merasa tidak yakin dengan momen yang dimaksud.

"Nanti kita ketemuan. Silent hp. Kalau ketauan guru, nanti bisa disita. Kamu udah belajar kan sama pacar Taka? Aku akan hubungi. Jangan mendahului!"

Wajah polos itu mulai merangkak pergi seiring dua tangannya mengepal, memandang Yuto yang berbalik lebih dulu ke gedung sekolah. Baru melangkahkan kaki ketika sekuriti sekolah baru datang akan bekerja, menegur kenapa berdiri di tempat. Ria merutuk di dalam hati, merasa seharusnya marah pada dua mantan ketua geng, karena apa yang diketahui dari mereka disembunyikan darinya. Maka merasa wajar bila tidak dikabarkannya tentang pesan pertama yang ia terima.

Dari Luky.

>>><<<

Sebuah pesan pertama, setelah menerima kabar akan adanya duel sebagai tawuran lalu yang belum tuntas karena ulahnya dengan Taka dan Yuto bersama para mantan anak buah kelas XI. Zidan yang mencuri dengar dari Sugi yang memberi tahu pada Yuto, bahwa mantan anak buah Sugi di SMP melaporkan adanya demikian. Dua mantan ketua itu ternyata memutuskan merahasiakan dari dua perancang kegiatan pengakuran lainnya, terutama Ria. Si Monas Padang yang mendengar itu, lantas menceritakan pada si perempuan satu-satunya diantara mereka berempat. Hari itu juga sepulang sekolah, Ria menandangi SMP sang adik.

Meyakini sang adik sudah pasti turut ikut serta, Ria memberi peringatan. Berseteru. Bersitegang. Menjadi tontonan sekitar. Terpaksa melayangkan ancaman akan mengadu pada ayah bila si bungsu akan tetap bersikukuh.

Esoknya Zidan kembali menemui Ria, meminta maaf, sebab Najma yang merupakan pacar Luky mendesak supaya memberi nomor ponsel Ria. Gadis itu justru bersyukur, karena kemudian menerima SMS yang menyiratkan sang adik benar-benar takut pada ancaman sang kakak.

"Lu apain adik lu? Kalau lu pengen adik lu tetap jadi anak baik, temui gua!" begitu bunyi sms dari Luky.

Ria merasa kembali menjadi kakak. Tanpa beban menjawab kabar dari Zidan, bahwa ia akan menemui Luky. Tidak diketahuinya bahwa si 187 senti itu diam-diam menyesal, dan bercerita pada Yuto dan Sugi--meminta maaf telah gegabah. Maka ketika mengirim pesan pertama kepada Yuto tentang pengeditan proposal yang sudah selesai, Ria tidak tahu bila tiga rekannya menjebaknya.

"Kamu gak lagi adu domba aku dengan Yuto atau Sugi, kan?" tanya Ria pada Zidan saat pulang sekolah. Mereka sedang berempat, dengan Yuto dan Sugi di depan.

"Tidak, Ria Tanjuang. Ya meski kesannya begitu, tapi maksud saya tidak begitu." Zidan telah diberi tahu Yuto tentang Ria si gadis unik yang tidak sadar diri dengan tubuh mungil tapi nekad ke arena tawuran. "Tapi memang benar kata Yutti, seharusnya kau bicara dulu. Kan ini udah urusan kita berempat. Meski kau khawatirkan adik kau, tapi adik kau juga sudah jadi urusan kami."

Lihat selengkapnya