Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #25

Dugaan

Lab bahasa. Guru bahasa Jepang menegurnya yang menjadi satu-satunya yang masih menetap, tidak beranjak meski bel istirahat sudah berbunyi.

Dengan agak takut-takut, siswi yang ditegur memberanikan diri mengutarakan pada guru bahasa Jepang yang disebut sensei[10] oleh para siswa-siswi itu supaya diizinkan tetap menetap, dan mengatakan akan ada tiga siswa yang akan datang untuk membahas hal rahasia.

Sensei mengira sesuatu yang tidak-tidak, karena satu siswi dengan tiga siswa dalam sebuah ruangan tertutup. Didengarnya penjelasan, kemudian mengerti--terlebih salah satu siswa yang diceritakan adalah ketua OSIS yang seharusnya bisa menjaga nama baik OSIS--untuk meminta kabar lebih lanjut pada Pak Aruan.

Kunci lab itu dipercayakan.

Sensei beringsut ke ruang guru, berpapasan pada tiga siswa yang diceritakan tadi.

"Sensei Arnum mengira begitu? Ya Allah...," Zidan menahan tawa getir, namun tidak bisa dipungkirinya memang ada kejadian semacam yang menjadi 'prasangka' gurunya itu di sekolah. "Kau pula, ngapain pindah-pindah? Sudah taman, perpustakaan, sekarang lab!" Ia menyenggol Yuto yang mengusulkan tempat yang berbeda tiap bertemu.

"Supaya gak mencurigakan bagi kubu Yongki..."

"Segitu bahayanya, bang?" Sugi tidak sadar menyebut Yuto 'bang'.

"Akibat gua, Ria dan Taka ke ranah tawuran junior mereka, kan. Kali aja masih dendam!" Sudah pasti Yuto tidak akan berterus terang.

Jawaban yang masuk akal, terlebih kemarin kubu Luky mengerjai Yuto dan Taka.

Ketika Sugi dan Zidan akan menutup pintu lab dari dalam, tiga anak Silver Cool XII IPS 3 tiba-tiba berseru kembali ke lab.

"Ada apa ini? Satu cewek, tiga cowok?" Nana jahil sok berpatroli.

"Emang kau kira apa, wahai ketua kelas XII IPS 3?" canda si ketua kelas XII IPS 2.

"Kita boleh ikutan, gak?" Rafael dengan jenakanya berkata begitu.

"Kok 'ikutan' sih? Dikira bagi-bagi ayam? Liat tuh muka Ia ada memar sejak main sama tiga non-betina ini!" Ibnu menunjuk satu titik memar itu.

"Wah!" Sugi menujuk tiga kakak kelasnya itu, memasang wajah tidak terima, begitu pun Zidan. "Lu kira kita KDRT?!"

"'Non-betina'!" Zidan mendesis, membuat Yuto tertawa tertahan.

"Mending kalian jaga di depan deh." Ria menukas. "Soalnya kata Yuto, tempatnya pindah-pindah, sekarang di lab. Kalian di depan pintu ya, duduk lesehan sambil main apa kek. Gimana?"

Tiga anak Silver Cool bersedia. Duduk melingkar secara lesehan di depan pintu lab, bermain ABC lima dasar, kotak pos dan minyak kayu putih. Masa bodoh. Tidak peduli. Tapi saling menegur ketika mereka tertawa. Benar-benar seperti sedang bergerilya, berhati-hati pada sekitar, meski tidak tahu apa yang harus diwaspadakan.

"Kau sudah cerita ke mereka tentang pengakuran, Ria?" tanya Zidan seraya menutup pintu.

"Sudah," Ria yakin tiga anak Silver Cool itu hanya jahil menghampirinya.

"Abis ini kita kumpul di atap ya!" Zidan melirik Yuto.

"Kita mana ada rooftop!" sahut Sugi.

"Nanti itu jadi agenda anak-anak berandal buat bikin rooftop!" Tentu saja Zidan berlelucon, disambut tawa ringan oleh Sugi, namun Ria dan Yuto hanya tersenyum. "Ha, jadi itu memar dari kemarin?" Zidan beralih bertanya pada Ria, seraya mengisyaratkan ke wajahnya.

"Iya...," hanya satu kata saja, dua ketua sudah serempak berseru prihatin.

"Trus, bagaimana adik kau sekarang?"

Ria berdecak gusar. "Ya gimana... cuek kalau aku tanya sesuatu!"

Zidan mendesis. "Heeeih, sebegitunyakah pengaruh Luky?"

"Sudahlah, kita juga sedang berusaha melalui kegiatan pengakuran, kan? Nah, jadi gimana kemarin? Kok bisa Paman kamu datang di waktu yang 'tepat'?"

"Ah iya... hehehe, jadi saya bilang dulu ke Paman saya buat temui Luky di kafe itu. Ternyata dia samperin saya," Zidan telah memberi tahu hal ini pada Sugi dan Yuto.

Diterangkan pula bahwa setelah itu ke rumah Pamannya Zidan--yang juga menjadi tempat tinggal si Monas Padang itu. Diminta menerangkan semua, termasuk perihal Rohis SMK Lentera Pusaka yang sedang di ambang pembubaran. Sebelum pulang ke rumah masing-masing, mereka menyempatkan untuk menengok Ayyub yang masih diopname di rumah sakit.

"Seharusnya lu gak kabur, Kak!" Sugi tidak tahan berkata seperti itu.

Ria mesem-mesem, tidak sadar bahwa dua ketua terpukau tidak menyangka sekaligus baru menyadari akan si Muka Datar yang memiliki sepasang lesung pipit--begitu langka. Namun hanya berbilang detik, flat kembali. "Aku takut Ayahku tau kalau aku jadi anak nakal...," jawabnya meski ia yakin dua ketua sudah tahu karena kemarin Yuto sudah meneleponnya.

Sugi dan Zidan tergelak. Tidak, mereka tidak sedang ditipu. Ria memang berkata jujur, namun memang tidak dituturkan secara gamblang.

"Kan kau dengan kami, Ria. Pak Aruan bisa jadi saksi kita!" seru Zidan.

"Ah cie saksi kita!" Sugi terbawa berlelucon, ia terkaku seketika saat Zidan menggeplaknya--karena Ria tetap memasang wajah datar, bahkan Yuto juga baru disadari sejak tadi tidak banyak bicara.

"Kau tau, Ria? Kemarin Yutti dikerjain anak buah Luky sampai jerawat di dalam hidungnya pecah! Ahahaha!!!"

Taring Bandit kemudian menjadi topik, rupanya Taka diam-diam menghubungi mereka untuk berjaga-jaga akan suatu hal yang tidak baik. Dan ternyata benar, Yuto dan Taka hampir dipermalukan.

"Taka cerita juga ya ke kalian?" Ria menggumam. Saat menemukan tempat penjualan masker kain, Taka menjawab pertanyaannya terkait para pemuda bermotor yang disebut Sugi sebagai Taring Bandit.

"Tapi tetap, sangat disayangkan banget Kakak gak ada di rumah Pak Shaf. Kan elu yang usul ide, Kak. Mana makanan di rumahnya enak banget!"

"Kenapa kau tidak minta bungkus?"

Zidan dan Sugi kemudian asyik mengobrol sendiri. Terhenti ketika Yuto seperti Ria yang ikut-ikutan memasang wajah datar memandang mereka.

"Emang sodaraan ya lu berdua...," akhirnya Yuto bersuara, benar-benar tidak menyangka atas dua ketua yang begitu cocok saat bertemu.

Lihat selengkapnya