"Mereka berencana akan membubarkan geng-geng antar dua sekolah!"
Pria itu terdiam, seakan-akan tidak memiliki pilihan untuk menanggapi, namun wajah itu jelas-jelas sedang terkejut. Padahal sudah diingatkannya supaya mengurangi ulah, bahkan sampai benar-benar berhenti, namun akhirnya si Hiu itu melepaskan diri juga atas si pencetus ide pengakuran.
Perempuan, salah satu 'penantang maut' itu adalah seorang perempuan, demikian Johnny si pria yang disebut panglima itu membatin.
Mengerti atas sebab masa skorsing dijatuhkan, Johnny membiarkan bar miliknya menjadi tempat bertandang ketua BangBang itu selama masa skorsing, supaya kedua orang tua si Hiu itu tidak perlu tahu bahwa anaknya yang pamit dengan seragam sekolah tidak benar-benar ke sekolah, karena sedang menjalani masa hukuman.
Hening satu sama lain, setelah diceritakan bahwa gadis berjilbab si pencetus ide pengakuran itu ternyata sebelumnya telah mengacaukan tawuran dua kubu junior, sebuah ponsel melengking. Yongki menerima panggilan masuk. Terperanjat. Salah satu anak buahnya di sekolah menceritakan bahwa Wahyu dipaksa anak-anak XII IPS 3 ke markas.
"Panglima, boleh saya meminta bantuan anak-anak GPS (Geng Putus Sekolah)?"
Tidak hanya mengizinkan, Johnny turut menuju lokasi untuk melihat keadaan yang sedang berlangsung.
Dari mobil yang menjadi kendaraannya, ia melihat anak-anak putus sekolah menyerang para muda-mudi berseragam sekolah dari dua kelas SMA Pelita Cempaka. Di sisi lain, anak-anak yang tidak menjadi sasaran hanya menyaksikan. Tak lama kemudian tiga guru mereka bersama seorang sekuriti datang, sebuah sirine dibunyikan dari toa, dan salah seorang dari guru itu memperingatkan bahwa pihak kepolisian akan datang.
Panglima keluar ketika para warga berkurumun. Matanya tertaut pada salah satu anak yang tidak menjadi sasaran.
Beruntung, esoknya geng BangBang tidak menjadi incaran para guru. Wahyu bahkan tidak disadari anak-anak dua kelas dan tiga guru untuk diinterogasi terkait geng.
Akan tetapi, atas apa yang dijelaskan Yongki terkait rencana Yuto dan para mantan anak buah dengan pihak sekolah bahkan dengan pihak sekolah lain yang diajak bekerja sama, Johnny tidak bisa lagi menganggap itu sebagai sesuatu yang ringan.
Dan tanggal itu diketahui.
"Pantau mereka! Kita tidak tahu apakah organisasi kita akan ditargetkan juga apa tidak!"
>>><<<
Johnny, pria yang sudah menginjak masa kepala tiga dan disebut panglima oleh para anggota organisasi itu, masih terngiang-ngiang di benak Yuto saat di hari Minggu menanti semua berkumpul menuju kegiatan pengakuran yang pertama. Sosok itu serta merta mendominasi ruang benak yang sebelumnya terhibur oleh pertukaran pesan pertama dengan Ria yang tidak ada kaitan dengan kegiatan pengakuran, dikatakan bahwa hubungan dengan sang adik kian membaik, terlebih ketika diceritakan tentang mayoritas dua kelas yang menjalani masa skorsing dan mengakibatkan dua kelas yang tersisa siswa-siswi kebanyakan perempuan, seperti SMEA .
Semua dirunutkan. Ide pengakuran, gagal tawuran, serangan Hiu, kebodohan anak-anak dua kelas, dan wajah mantan pimpinan itu menemukan wajahnya. Merasa sulit menjangkau rasa suka cita atas Ria dan Lukman yang sudah seperti adik kakak kembali, sebab merasakan teror gengster yang akan menjelang.
"Yeay bis datang!"
Yuto tersadar dari pikiran yang kian berpilin oleh beberapa yang berseru riang. Bis-bis yang sudah disewa dan ditunggu sudah memasuki wilayah sekolah. Ia mulai mengabsen untuk memastikan seluruh mantan anggota geng hadir dan masuk ke bis, begitu pun Sugi terhadap rekan-rekan OSIS.
Diam-diam Yuto masih merasa muram, karena gagal menggaet kubu Yongki untuk ikut serta. Namun meski bagaimana, tidak akan menyesal tidak melakukan pemaksaan, bahkan diyakinkannya Pak Aruan untuk tidak perlu melayangkan ancaman supaya Yongki dan geng tergaet.
Bersabar akan mengajak kembali untuk kegiatan selanjutnya.
Sementara bis-bis dari SMA Pelita Cempaka berangkat, para panitia dari SMK Lentera Pusaka yang juga terdiri dari anak OSIS menyiapkan kursi, layar berwarna putih, proyektor, laptop, mik, dan sebagainya untuk sebuah seminar yang menjadi kegiatan. Adalah mereka yang menawarkan supaya kegiatan pengakuran pertama dilakukan dari mereka lebih dulu, sebagai wujud permintaan maaf atas Luky dan geng yang mengerjai anak-anak SMA Pelita Cempaka saat ditawari ide pengakuran.
Seorang pria bertubuh kekar dan berkulit hitam legam, bersama seorang rekannya yang berseragam polisi, masuk ke aula hotel yang menjadi tempat seminar.
"Selamat pagi, Pak Gilbert, Assalamu'alaykum, Pak Susilo," salah satu panitia berparas kaukasoid bernama Kevin yang merupakan ketua OSIS SMK Lentera Pusaka, menjabat tangan dua narasumber itu.
"Selamat Pagi," jawab Pak Gilbert yang berkulit hitam. Walau tampak garang, namun senyumnya begitu hangat dan bersahabat.
“Wa'alaykumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh," jawab Pak Susilo. "Kabar baik? Mana lainnya?"
"Belum hadir, Pak," Kevin menggeleng, pihak OSIS SMK Lentera Pusaka memang disarankan pergi lebih dulu menyiapkan segala kegiatan, tidak berbarengan dengan kubu Luky yang ditunggui Pak Shaf dan Bu Taqiya di sekolah.
Dua calon narasumber diarahkan menuju dua bangku yang sudah ditentukan, berhadapan dengan banyaknya bangku yang menghadap layar. Dua anak OSIS segera menaruh suguhan.
Bertepatan dengan dua anak OSIS itu akan kembali melanjutkan persiapan seperti anak-anak OSIS lainnya, kubu Luky datang, dan anak-anak OSIS yang lain pun mengarahkan mereka ke bangku-bangku yang menghadap layar.
Tidak memenuhi seluruh bangku, namun anak-anak Tanduk Api yang berwajah ketus itu paham untuk duduk di sisi menyebelah, mengosongkan sisi lainnya. Sudah ditebak sisi lainnya untuk siapa-siapa saja.
Pihak SMA Pelita Cempaka tiba tak lama kemudian, dan kubu Yuto diarahkan duduk di sisi yang kosong itu. Sementara, anak-anak OSIS SMA Pelita Cempaka duduk mengelilingi dua kubu untuk memantau. Dan Pak Aruan, ia duduk bertiga dengan Pak Shaf dan Bu Taqiya mengawasi dari belakang.
Situasi senyap sesaat. Memastikan untuk memungkinkan memulai. Dua kubu yang duduk bersebelahan tidak saling bertegur sapa, terutama beberapa dari kubu Luky yang terang-terangan menatap sinis sebelah, sedangkan lainnya membuang muka seolah haram menoleh ke sebelah itu.
Salah satu narasumber mengetuk mik mengesankan adanya bom karena setelah itu berbisik "bom!" dengan mulut yang sangat dekat dengan mik. Membuyarkan ketegangan. Adalah Pak Gilbert, mulai menyapa para peserta.
"Halo semuanya, selamat pagi!"
Para peserta ber-kor menjawab salam, hanya beberapa mantan anak buah Yuto yang menjawab riang bak anak kecil, kemudian ditempeleng canda oleh anak se-kubu-nya. Tawa berderai, namun kubu Luky tetap memasang muka masam.