Dua sahabat itu tidak mampu menahan diri untuk tidak menerka lebih buruk lagi. Bergegas memaksakan pengunjung yang padat untuk memberi mereka keleluasaan menerjang. Seakan-akan berburu dengan waktu demi melapor pada sang mantan ketua.
"Ria dan Luky liat mereka!" kata Bukhori dengan napas terengah-engah setelah Rasya menunjukkan sesuatu dari ponselnya.
Memori masa kelam menyeruak. Yuto terdiam mematung dengan tubuh lemas yang berusaha dikuat-kuatkannya atas hasil jepretan yang menjadi sorot sepasang netranya. Rasa-rasanya ponsel Rasya di tangannya akan meluncur jatuh. Tertunduk sesak, terbayang sang gadis masa kecil yang pernah dilukainya secara fisik saat mencegah pembalasan terhadap Yongki, dan kelak gadis berlesung pipit itu mungkin akan mengamukinya sebagaimana terhadap Aulia. Meski sudah waspada akan Yongki yang tiba-tiba ingin ikut serta, namun tidak menyangka apa yang tertampil di layar ponsel Rasya itulah yang menjadi 'kejutan' kubu BangBang--bahkan lebih tepatnya organisasi Johnny si panglima.
"Aniki?" tegur Bukhori setelah saling melempar pandang dengan Rasya, memandang sang mantan ketua yang tidak mampu berkata-kata seakan-akan sedang terpukul. Paham saja dirinya, pun Rasya, para mantan anak-anak anak Bullet diingatkan waspada, sangat bisa dimengertinya atas wajah sang mantan ketua yang terkejut tidak mampu berkata-kata.
Tentu hal demikian tidak dimengerti beberapa anak Tanduk Api yang berada diantara para pengunjung--yang sempat heran dengan Bukhori dan Rasya yang tergopoh-gopoh menghampiri Yuto. Salah satu dari mereka yang penasaran dengan apa yang terjadi, bergerak cepat merampas ponsel itu.
Rupa tegang Yuto, Bukhori dan Rasya teralihkan oleh si perampas yang tidak lain adalah Deni. Dua sahabat lantas merebut paksa. Dua lawan satu, mereka saling berguling-gulingan.
"Deni!" pemilik suara ini lebih dulu menghentikan satu lawan dua, sebelum Yuto yang lamban--karena masih terkuasai syok--akan melerai.
Luky menarik Deni untuk bangkit berdiri. "Lu ngapa bikin ribut? Dendam kesumat lu sama mereka?" tanyanya seraya mencengkram pakaian Deni.
Tidak ada jawaban. Luky menyipitkan mata pada Deni yang menunduk, lalu mengalihkan pandangan pada Bukhori dan Rasya, yang salah satu dari mereka seperti menyembunyikan sesuatu ke belakang punggung. Disebarkannya pandangan ke sekitar, beberapa dari dua kubu (ya--dimana kubu ketiga?) yang bercampur para pengunjung, memasang wajah tidak mengerti. Diarahkannya pandangan pada si mantan ketua geng Bullet, wajah khas negeri Samurai itu kelihatan tercengang oleh lamunan sendiri.
"Ada apa ini, kunyuk! Apa yang disembunyiin anak ini?!" Luky menatap Yuto, kemudian menunjuk Rasya.
Sempat Bukhori ingin mengajak Rasya melarikan diri, tetapi Aniki mereka menahan, mengisyaratkan untuk tetap di tempat. Dua sahabat itu saling melempar pandang sampai akhirnya Rasya meminjamkan ponselnya.
Luky menerima ponsel itu, wajahnya kehilangan ekspresi. "Apa-apaan ini?" tanyanya seraya menunjukkan layar ponsel yang dalam keadaan terkunci.
Rasya dan Bukhori saling menyenggol seraya menahan tawa, sebelum kemudian Rasya membukakan sandi ponselnya.
Dan, decak itu terdengar selepas mendapati apa yang tertampil di layar ponsel itu. Memandang Yuto, kemudian beralih pada Rasya dan Bukhori. "Maksud lo apa motret ginian? Dan kenapa kalian getol pengen kejar Lukman? Lo-lo kenal cewek ini?”
"Maafin gua, Luky. Seharusnya gua bilang dari awal...," kata-kata ini meluncur dari mulut Yuto, bertepatan dengan kehadiran Ria. Tak pelak mantan ketua geng Bullet itu merasa waktunya akan 'berakhir' dengan segera.
"Aku lihat mantan pacar kamu...," kata Ria dengan wajah yang jelas terlihat baru menghapus air mata, suaranya yang gemetar dan tatapannya yang menahan geram, membuat orang-orang di satu titik--yang barusan terjadi perebutan ponsel sampai berguling-gulingan--bertanya apa yang sudah terjadi pada gadis ini. "Aku merasa gak asing dengan perempuan yang antar adikku ke masjid tempat kegiatan pengakuran kedua. Adikku tidak masuk masjid waktu itu, hanya kasih hp yang ketinggalan. Aku merasa pernah liat perempuan yang memboncengnya, dan terpaksa aku hack kamu lagi dan ternyata dia mantan pacar kamu..."
Yuto menggigit bibir atas gadis masa kecilnya yang kemudian tidak mampu menahan air mata, menyingkap lebih dulu gadis Indo yang menjadi laporan Rasya dan Bukhori. Setelah memaksakan bicara dengan suara gemetar, gadis itu diam sejenak untuk menyeka air mata.
"Dia cium adik aku... AKU GAK PERNAH AJARI DIA UNTUK SEPERTI ITU!!!" Ria tidak mampu menahan tegak tubuhnya. Terbungkuk menahan bara dari geram disertai air mata.
Sekitar yang memandang pun terdiam, beberapa heran mengapa sesuatu yang menjadi penyabab tangis adalah sesuatu yang 'biasa'. Namun melihat geramnya wajah itu yang begitu menyesakkan, mereka sadar bahwa gadis itu gadis yang masih bersih. Belum ada tersentuh oleh dosa yang menjadi maklum di era modern. Beberapa pun tercenung karena menyadari bahwa hal yang ditangisi gadis itu memanglah sebuah dosa, meski sekadar kecupan. Bahkan meski gadis itu hanya kakak, bukan orang tua.
Hal itulah yang menyebabkan Yuto kemudian merentangkan jarak pada Ria, dari sejak gadis itu menerima tuduhan dari Aulia. Tidak mampu membayangkan bila gadis masa kecilnya akan mengetahui masa kelamnya. Sudah waspada terhadap kubu BangBang atau organisasi yang menaungi, akan melakukan tindakan semacam teror, namun tidak disangkanya, akan seperti ini 'ancaman' yang dilakukan si Hiu yang melibatkan sang mantan pacar di masa kelam.
"Lukman itu adikku... aku gak pernah ajari dia untuk melakukan sesuatu yang seperti tadi!!!" Ria mengulangi lagi, seraya mengepalkan kedua tangannya. "Aku gak akan biarin kamu menodainya!!!" Ria tertunduk, sesak yang dirasakannya membuatnya harus berhenti bicara.
"Ria? Lu gak apa-apa?" Luky bertanya khawatir.
Ria menggeleng, berusaha mengatur napas dengan mata terpejam. Pelan-pelan menekuk kedua kaki, dan satu tangannya meremas satu bahu.
"Cari anak-anak Silver Cool buat suruh Alya-Kiki-Poppy ke sini!" perintah Yuto pada Bukhori seperti berbisik, khawatir bila gadis masa kecilnya akan beranjak menuju ketidaksadaran diri.
Luky mendecis karena selepas Bukhori pergi, Yuto tetap di tempat, tidak mendekat untuk menunjukkan khawatir pada Ria. Dengan turut merasa geram, ia sendiri yang mendekat, bahkan mencengkram pakaian Yuto. "Karena gua percaya Ria bukan cewek yang macem-macem meski gua dan dia sering berantem, maka gua mau sungguh-sungguh jalankan kegiatan ini! Dan meski adiknya nyebelin, tapi dia bukan kayak yang kebanyakan! Tapi lo...??? Lo bahkan gua yakini sangat bangsat di atas gua! Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa mantan lu melakukan hal tadi ke Lukman?!"
Yuto tidak berani menatap pandangan itu. Namun menerima atas dirinya yang bangsat, bahkan meski sudah masa lalu. Ia merasa mungkin tidak seharusnya ia bertemu dengan sang gadis masa kecil, jika memang gadis yang sepuluh tahun lalu berambut sebahu itu akan terluka oleh dirinya.
"Ria," akhirnya dicobanya untuk menyebut nama gadis itu yang akan jongkok dengan satu tangan mencengkram satu lutut, sementara tangan lain masih meremas satu bahu. Teringin Yuto menghampiri, namun kakinya seperti sudah terpancang di tempat, seakan-akan terlarang sekali dirinya yang pernah hitam, akan mendekati si gadis yang masih putih.
Berusaha Ria berdiri, mengangkat pandangan si Muka Datar-nya. Satu tangannya menelunjuk pada si gingsul itu. Berpikir akan menyerang, namun merasa tidak mampu. Tangan yang menelunjuk itu luruh. Ia sudah menjadi sorot pandangan, dan ia tidak suka itu. Tanpa mengucapkan sepatah kata, berbalik dengan tubuh bak habis menenggak arak. Sempoyongan.