Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #37

Skorsing

Lebih lanjut ia menelusuri sosok berparas campuran itu setelah terganggu oleh merasa 'tidak asing'. Terdorong untuk mengunjungi akun media sosial anak lelaki berponi di masa kecilnya, seketika teringat pernah melihat wajah Indo itu saat pernah meretas akun si gingsul. Merasa sulit mencari wajah yang sesuai dengan yang diingat-ingat, diputuskannya untuk meretas kembali.

Memeriksa beberapa chat. Ternyata benar. Salah satu chat saat pernah tidak sengaja menemukan akun Iizuka Ayumu, sempat tidak sengaja pula melihat wajah salah satu chat dari pemilik nama Stella Georgina. Menelusuri isinya, rupanya sang mantan pacar. 

Teringat Anggi, merasa tidak ingin membaca lebih jauh isian chat. Tetapi masih menerka-nerka mengapa kakak kelas adiknya pernah pacaran dengan anak lelaki berponi di masa kecilnya itu. Berpikir akan menanyakan pada Luky. Namun oleh dukanya pada Debby yang menolak berlima ke festival, ia lupa untuk menemui meski sosok 182 senti itu terlihat. Berlanjut pada ketidaksengajaan melihat Sugi yang menghampiri Clara, selanjutnya tidak ingat apa-apa untuk menemui Luky. 

Mendengar nama sang adik disebut seperti sedang dipanggil seolah-olah sosoknya ada, seketika ingat apa yang ingin ia tanyakan pada Luky. Diikutinya kemana si Jangkis itu menuntun tanpa menyadari sosok yang mengikuti. Dan pemandangan terkutuk itu tersaksikan. Luruh sudah perasaannya untuk berusaha menjadi kakak yang baik supaya adik bisa menjadi baik pula. Termenung setelah menangis atas adik yang telah berbuat zinah meski bisa disebut sangat sepele, diputuskannya mengikuti Luky lagi. Sesuatu di dada mendesak untuk meluap pada Yuto yang pernah berpacaran dengan 'kekasih' adiknya.

Tidak, ia tidak ingin seperti Ayah yang bilamana kesal akan mencari 'korban' (mungkin seperti tumbal) untuk dijadikan luapan kekesalan. Gejolak untuk menyerang secara fisik, urung sudah. Berbalik akan keluar melewati kerumunan. 

Jantungnya berdebar aneh. Tubuhnya mulai menggigil. Begitu tiga gadis menemukannya dalam keadaan terjatuh akibat terdorong oleh padatnya pengunjung, ia melemahkan tubuh di pelukan Alya yang memeluk lebih dulu. Terdiam setelah menangis. Dikenakan jaket setelah dipapah sampai ke tempat parkir. Untungnya Ibu sedang melayani pembeli, maka Ria sekadar mengucap salam saat masuk tanpa mencium tangan Ibu, tidak pula mencium tangan Ayah karena sedang tidur di kamar.

Merenung di kamar, memandangi sepasang telapak tangan. Tidak, tentu Yuto tidak menzinahinya saat pembalasan terhadap Yongki akan diwujudkan. Kasusnya berbeda. Situasi di kelas yang sempat porak poranda saat itu adalah 'terpaksa', terlebih ia sedang memegang sapu yang tentu tangannya ditahan untuk tidak melakukan pembalasan. Mungkin tidak jauh berbeda saat terpaksa bersentuhan dengan lawan jenis demi membela diri sampai terjadi pertarungan. Akan tetapi, apa yang telah disaksikannya malam ini? 

Tercenung. Ke sekian kali merasa telah gagal menjadi kakak. Sejak kecil Ibu mengajarkan agama, namun bagaimana bila Ibu tahu tentang si bujang satu-satunya itu? Bahkan ia merasa tidak mampu bertanya pada adiknya secara langsung saat saudara berwajah serupanya itu pulang.

Dadanya masih sesak. Tidak menyangka, adiknya bahkan tidak menolak saat bibirnya dikecupi. Merasa makin sesak mengingatnya teriringi tangis, berusaha untuk rileks, dan berharap kesehatan untuk esok. Untung saja esok adalah hari Minggu, tidak ke sekolah dan tidak perlu menulis surat izin, karena tubuhnya ternyata tidak memulih.

Dan tetap tidak memulih meski sudah minum obat asam lambung pada esok Seninnya.

"Ria sakit?" Ibu akhirnya menyadari wajah pucat putrinya.

"Ria gak apa-apa, Bu. Dah, Ria ke sekolah dulu." Ria mencium tangan Ibu (Ayah tidak ada karena sudah ke pasar untuk kebutuhan dagangan), ia mengabaikan adik yang memandangnya heran.

Selama jalan bareng ke gang belakang rumah menuju angkot yang dituju, Lukman mengamati kakaknya dan takut-takut akan menegur. "Kakak kalau sakit, jangan dipaksain..."

Ria berdecak, menatap saudara berwajah serupanya itu dengan ketus. "Gak usah sok perhatian. Coba Lukman pikirin gimana perasaan Ibu kalau tau Lukman ciuman!"

Adiknya terbelalak. Seperti menciut tidak mampu menyanggah. Ya, Ria meyakini itu. Adiknya akan berkilah, dan sebelum airmatanya jatuh, ia menaiki angkot yang biasa dinaiki menuju sekolah, tanpa berucap salam.

Ria memandang adiknya dari dalam angkot yang sudah jalan, dengan kedua tangan menutup mulut. Terisak. Terasa sakit isaknya harus ditahan, karena ia yang semula menjadi penumpang satu-satunya harus bersikap 'baik-baik saja' ketika satu per satu orang mulai masuk menjadi penumpang. Ria pun memilih melabuhkan benaknya ke lamunan kosong pada jalanan di belakang angkot. Ia bahkan hampir terlewat bila tidak terdengar suara "kiri" dari penumpang lain, dan sadar telah sampai untuk ke jalan pasar menuju sekolah.

Masih bergetar napasnya tiap melakukan tarikan atau helaan. Airmatanya kembali membulir begitu sampai di sekolah. Bukan hanya perkara adiknya, namun juga Yuto yang baru disadarinya pada Sabtu kemarin tidak bergerak sama sekali, hanya menunduk dalam bak bocah yang dimarahi ibunya. 

Kenapa dia diam saja? Dia tidak salah. Yang salah mantannya. Ada apa dengan dia? Ria membatin. Menyadari sikap Yuto yang memalingkan muka sejak kejadian di Ancol itu--seolah-olah tidak mengenal atau seperti ingin membentang--merasa ada keterkaitan dengan apa yang telah menjadi amarah Ria di malam festival. Ada rasa sesal, tidak menelusuri Stella lebih jauh. Dan mengingat Stella, sesak lagi dan kembali menahan air mata atas sang adik di bawah remang-remang itu. 

Tidak, ia tidak akan membiarkan orang-orang tahu ia baru saja menangis. Setiba di kelas, ia tidur dengan duduk di bangku dan merebahkan kepala di atas meja. Dengan begitu, orang akan mengira bahwa wajahnya sembab karena tidur. Dan memang tidak sungguh-sungguh tidur, namun pura-pura bangun tidur ketika Debby membangunkan oleh bel masuk yang berbunyi.

Ria mengabaikan anak lain yang meleluconinya seakan ia tidur di sekolah sejak semalam. Ia mengikuti pelajaran. Beberapa kali berdiskusi dengan Debby tentang bagian yang tidak dimengerti. Dan anak-anak sekelas menyadari keanehannya saat si Muka Datar yang biasanya tidak pernah ikut main selain jadi anak rajin seperti Debby itu, turut menggila dengan Kiki dan beberapa anak di kelas.

Kiki mengajak bermain uno sambil menunggu guru masuk. Mengajak karaoke dengan lagu kartun Jepang masa kecil saat kelas berisik. Mengajak berbuat jahil di jam istirahat pertama dengan memasang solasi sebesar lakban di depan pintu kelas, yang dengan demikian maka anak-anak dari luar kelas yang masuk akan terkejut karena wajah mereka 'tersedot' lem solasi.

Satu kelas tertawa. Tidak menyangka atas Ria yang dikira kaku dengan kerap bermuka datar, ternyata bisa menjadi jahil meski diajak Kiki dan beberapa lainnya di kelas. Hanya tiga anak Silver Cool dan Alya yang meyakini bahwa Ria sebenarnya sedang 'berduka'. Sementara Debby--bahkan Ayu dan Anggi yang heran dengan Ria, baru tahu dari Poppy tentang apa yang sedang dialami si Muka Datar itu.

"Cewek lu gak ada akhlak!" gumam Rafael karena Kiki tahu kondisi Ria tapi diajak menggila, tentu saja kemudian menerima tempeleng canda dari Nana.

Sepakat. Tiga anak Silver Cool dan Alya, bersama dua anak Silver Cool lainnya di luar XII IPS 3 akan membawa Ria untuk membantu melepaskan kemelut batin. Tiga cewek bersedia tanpa mengatakan akan kemana pada Ria saat bilang akan pulang bersama.

Namun ternyata sama saja.

Studio musik yang dikunjungi bermaksud untuk menantang Ria, dengan harapan Ria akan malu saat mik disorongkan. Memang gadis itu sesuai yang diinginkan : menjadi canggung. Namun, tak lama setelah memandang mik, Ria meminta tiga cewek yang berada di 'posisi penonton', agar membelakangi. Kemudian, dengan percaya diri meminta empat pemegang musik beraksi.

Tiga lagu dari soundtrack kartun Jepang masa kecil dengan tempo yang energik. Tanpa lupa lirik. Dengan suara yang lepas dan sedap didengar. Sudah seperti penyanyi yang bertalenta. Dan tiga cewek yang membelakangi turut memeriahkan bak penonton sungguhan.

"Lu wibu?" tanya Rafael setelah ternganga, ketika Ria akhirnya beristirahat, dan tiga cewek tidak lagi berdiri membelakangi.

"Wibu apaan?" Ria tidak tahu atas kosakata yang merujuk pada pengertian terhadap penggelut dunia Jejepangan itu, tapi ia suka bahkan sengaja menghafalkan beberapa soundtrack lagu kartun Jepang masa kecilnya.

"Terserah mau wibu kek, wibapak kek, ternyata rocker abis!" Rully melengkingkan musik yang dimainkannya dengan girang. Sebab memang saat menjadi pengarang lagu, Ria hanya menunjukkan nada dari lagu karangannya dengan suara yang biasa-biasa saja.

"Dah, aku keluar dulu mau beli susu stoberi!" Ria keluar seakan-akan tahu lokasi, padahal baru kali ini ke studio musik. Anak-anak Silver Cool mengarahkan mata pada Kiki, mengisyaratkan supaya menemani Ria.

Menunggu si Muka Datar yang sedang 'tidak sadarkan diri', ruang yang sedang disewa itu hening. Alya mulai ditanyakan apa yang sudah diceritakan Ria saat mengantar pulang.

Lihat selengkapnya