Seteguk. Dua teguk. Melintasi kerongkongan. Seolah-olah menjadi malam yang terakhir baginya. Seiring pandangannya yang tidak mampu lagi bekerja dengan baik, para perempuan berpakaian malam terus mengisi gelasnya. Tak pelak tangan sudah tidak mampu lagi memegang, gelas itu terjatuh. Pecah berkeping-keping.
Meracau tidak jelas. Berdiri, menunjuk sambil berkata bernada marah. Dengan langkah sempoyongan, ia keluar dari tempat malam itu. Merutuk ‘surga retak’ yang dialami. Hampir-hampir tersandung, kembali berusaha menegakkan diri. Meracaui 'surga retak'-nya kembali. Saat akan menghidupkan rokok, ia tidak mampu lagi membawa diri, sampai akhirnya benar-benar limbung. Tingkat kesadarannya sudah menyusut pada titik terendah.
Tangan mungil itu pun menepuk-nepuk pundaknya. Berulang kali. Rupanya gadis berbekas luka yang sama dengannya yang membangunkannya. Rasa rindu meluap. Memandang bekas luka itu, mendaratkan sentuhan. Dengan wajah yang begitu riang, gadis itu menggamitnya, mengajak ke taman, seiring tubuh-tubuh mereka mengecil kembali pada satu dekade lalu.
Temaram malam seakan-akan hanya berbilang detik. Seiring kesadaran memulih, tempat-tempat malam berubah ke masa sepuluh tahun yang lalu. Bunga-bunga bermekaran seperti musim semi. Menikmati wahana dan permainan. Wajah gadis berambut ikal berbinar-binar dengan sepasang lesung pipit, menunggu teman lelaki berponinya mengeluarkan kotak makanan berisi kiwi berlumuran cokelat beku.
Akan tetapi binar wajah berlesung pipit itu memudar. Foto-foto masa kelam sang anak lelaki berponi yang justru berada di dalam kotak makanan itu. Tubuh mereka kembali pada masa akhir SMA. Gadis itu sudah berjilbab. Berurai air mata. Berjalan mundur dengan muka datar. Tidak mau lagi mengenal pemuda yang sudah berlumuran noda masa kelam.
Sesak dirasa. Namun tidak mampu pula mengejar, merasa terlalu kotor. Tertunduk. Tertekuk. Orang-orang dari masa kelam menertawai. Suara mereka begitu jelas di belakang. Tidak melihat sang panglima berjalan dari belakang menuju sang gadis. Tidak lama kemudian terdengar raungan ketakutan.
Oh tidak, ‘panglima’ membelenggu dua tangan gadis itu, sementara tangan lain memegang senjata api yang mengarah pada kepala sang gadis. Lekas si pemuda berdiri akan menolong, namun orang-orang di belakangnya menahan tubuhnya dan menelikung kedua tangannya. Ia pun meronta-ronta. Namun tercekat ingin berseru memanggil nama gadis itu, begitu di depan matanya peluru sudah menembus ke sisi lain kepala si gadis. Saat itu juga belenggu terhadap kedua tangannya terberai. Waktu seolah-olah berhenti dan meng-hitam-putih seketika. Raungan menyebut nama gadis yang sudah terhempas itu terlepas.
Yuto tersentak. Matanya membuka lebar-lebar, bersamaan dengan terkelebatnya memori pada sepuluh tahun lalu mendengar letusan pistol di sarang penculikan sang adik. Napasnya terengah-engah. Keringat mengucur membasahi tubuhnya. Wajahnya memerah padam.
“Daijoubu?” Ayumu bertanya 'kau tidak apa-apa?', lelapnya dikejutkan oleh putranya yang tiba-tiba bangun mencengkram lengannya.
“Ria...? Ima doko, Ria wa???!!!” Yuto mempertanyakan dimana gadis masa kecilnya.
Ayumu termangu diam. Tidak tahu bagaimana akan menjawab. Tidak mampu pula berterus terang atas apa yang sudah diketahuinya.
“Otou-san[14]!!!” Yuto menarik-narik pakaian ayahnya hingga tato-tato sisa-sisa masa kelam sebagai yakuza tersingkap oleh beberapa kancing baju yang terlepas. Cengkramannya pun mengendur seiring disadarinya detik jam dinding yang begitu jelas terdengar.
Ayumu menyinggingkan senyum begitu arif ketika tato-tato di tubuhnya membuat putranya termenung. Ia memasang kembali kancing-kancing bajunya. Mengisi gelas di atas meja, diberikannya pada sang putra. “Istighfar..."
Yuto menerima air itu, meneguk sebentar. Tidak tahan untuk mengepalkan tangan. Teramat sangat mengkhawatirkan sang gadis masa kecil. Permenungannya akan 'Surga yang Retak' setelah menengok Luky dan Lukman, beralih pada anak-anak Silver Cool yang rupanya bersamaan datang ke kamar inapnya di hari itu. Lima anak cowok itu sudah diberi tahu oleh Zidan terkait tiga kabar yang sudah diketahui Yuto, menyebabkan lima anak cowok itu kembali menengok, menanyakan keluarga cowok gingsul itu yang pernah menjadi mafia bilamana masih ada dan bisa bekerja sama menolong Ria.
Tidak ada yang diketahui Yuto tentang organisasi ayahnya dahulu. Selepas anak-anak Silver Cool pamit, sesempatnya merasakan haru atas anak-anak cowok itu terhadap teman perempuan mereka yang disebut polos stadium lanjut. Ah, Yuto tertawa pada bagian ini. Sangat bisa dirasakannya rasa sayang mereka yang memang tulus sebagai teman bahkan saudara, bukan sebagaimana sayang pada lawan jenis.
Rasa haru yang bercampur dengan rasa khawatir akan sang gadis masa kecil, mempengaruhinya untuk makin memekatkan rasa gusar. Sempat alami susah tidur. Terhibur oleh kotak musik sepuluh tahun lalu, terlelap, tetapi mimpi yang merupakan wujud dari rasa gusar pekatnya justru membuatnya berlipat-lipat kali gusar. Sebab Luky dan Lukman sudah ia ketahui kabarnya yang sudah membaik, tidak seperti Ria yang tidak jelas berada dimana.
Memeluk kotak musik itu, berusaha sugestikan diri untuk bersabar menanti kabar pihak kepolisian, namun tidak sengaja terlintas pada masa sepuluh tahun lalu saat perpisahan dengan gadis itu yang alami luka di bibir terplester, dan semakin mengerikan setelah dilihatnya di depan matanya sendiri dalam alam mimpi setelahnya si pemilik lesung pipit itu dibunuh Johnny. Terbangun dan tidak sadar sampai harus marah pada sang otou-san. Tato itu tersingkap.
Sesal tak terperi. Sepuluh tahun tidak bertemu, namun harus pula menuntut dengan bentuk amarah--meski seharusnya ia tahu bahwa ayahnya pasti juga menunggu kabar dari pihak kepolisian. Tanpa sadar, lidahnya turut melantunkan istighfar seiring sentuhan otou-san di bahu disertai bisikan menyebut istighfar. Terus kalimat mohon ampun itu terlantun sampai tertidur kembali.
Sebuah ketukan dari luar meminta izin untuk masuk ketika Yuto bangun. Ayumu sang ayah mempersilahkan, memberi duduk pada tamu yang merupakan pria berkulit gelap tidak lain adalah ayah Ria. Berbasa-basi menanyakan kabar putra Ayumu, mengulang lagi pertanyaan adakah lagi kabar terkait apa saja yang sekiranya ada hubungan dengan penculikan si sulung, sebelum kemudian tampak apa yang menjadi tujuannya menengok kali kedua ini.