Kiwi Berlumuran Cokelat Beku

Gia Oro
Chapter #48

Penyamaran

Perannya di dunia belum berakhir. Sosok yang dikhawatirkan sebagai Izrail yang akan menjemputnya ke alam lain belum benar-benar menampakkan diri. Tuhan masih menetapkan jantungnya untuk terus berdetak, meskipun ada yang aneh dari detakannya. Dengan sesak yang berkurang dari sebelumnya, ia termenung. Namun baru disadari, bahwa ia sedang dalam pelukan seseorang yang terus mengelus bagian belakang kepalanya.

Seorang perempuan dewasa, meski terlihat cantik dengan rupa yang terawat, tetap terlihat bahwa perempuan itu sudah berumur. "Kau sudah sadar?" tanyanya setelah menyadari bahwa gadis berjilbab dalam pelukannya telah membuka mata.

Ria terpana. Merasa seperti sedang bersama Alya yang keibuan berbicara padanya. Merasa seperti sedang bersama Bibi Ratri saat menerima belaian. Sedikit pun mulutnya tidak bergerak untuk menjawab. Oleh pusing dan demam yang membuatnya tidak mampu menegakkan kepala lebih lama, ia akan merebah namun wanita ini kembali menenggelamkannya ke pelukan hangatnya.

"Masih sesak?" wanita itu menyentuh kening Ria, kembali mengelus kepala gadis itu. "Menunggu pihak media datang, ayo makan dulu." Perempuan itu meraih sebuah mangkuk. Menunjukkan isinya. "Kami membelikan bubur ayam untukmu."

'Kami'???!!!

Dalam pelukan wanita itu, Ria membulatkan mata. Baru tergapai olehnya kesadaran untuk merasakan diri, setelah sebelumnya tidak bisa berpikir apa pun atas kondisi fisik yang terganggu, sampai tidak mengerti bagaimana menerka siapakah gerangan wanita ini. Kata 'kami' dari wanita ini mengindikasikan bahwa wanita ini merupakan bagian dari para penjahat yang dinaungi organisasi ilegal yang telah menculiknya saat ini. Namun menarik diri dari pelukan wanita ini menjadi usaha baginya sebab bergerak sedikit sudah memicu pusing dan mual yang hebat.

Seseorang masuk. Seorang gadis dengan rambut, bulumata dan alismata yang putih, seakan sesuai dengan kulit putih uniknya. Dia seorang albino, mengisyaratkan dua pemuda berjanggut dan berkumis lebat di luar untuk masuk, mengarahkan pandangan pada sang tawanan, seakan bilang bahwa itulah pasiennya. Ia lalu mengeluarkan dua pistol pada dua pemuda berpakaian perawat yang berbarengan membawa sebuah tabung oksigen itu, mengancam bilamana dua pemuda itu akan melapor pihak kepolisian atas keberadaan mereka saat ini.

"Tidakkah seharusnya kau menyita ponsel mereka?"

Gadis albino itu menurut. Mengangguk. Menyimpan salah satu pistol ke balik jaket, merogoh pakaian perawat itu, menemukan ponsel mereka dan menyimpannya ke balik jaket di kantung yang sama, lalu kembali mengarahkan pistol. "Cepat periksa dia!" perintahnya dengan suara khasnya yang terdengar bass hampir seperti laki-laki--memang begitu warna suaranya.

Dibantu dua perawat, wanita yang memeluk Ria merebahkan gadis mungil itu ke lantai. Saat ingin mengamati kerja dua perawat itu, tidak diketahuinya bila si albino sang kepercayaan berusaha supaya atasannya ini lekas keluar.

"Ah ya, Ratu, apa Stella sudah menghubungi pasar gelap?"

"Ah kau benar juga!" Benar, sang atasan yang bernama Inggrid dan disebut Ratu oleh para anggota organisasi itu merasa diingatkan, menjentikkan dua jari pada sang kepercayaan. "Baik, kalau begitu saya akan kembali."

Dua perawat yang terlihat benar-benar memeriksa sang tawanan, merasakan hembusan napas yang lega. Pun si albino yang membelakangi kamera, memberikan dua pistol pada dua perawat itu.

"Jangan melihat ke arah CCTV, gua takut akan ada di ruang CCTV yang menyadari kalian."

>>><<<

"Ria, ini aku Yuto," berbisik ia pada telinga gadis itu yang berwajah pucat cekung memandangi langit-langit. Ia tidak perlu heran atas Inggrid yang tadi memeluk sang tawanan begitu 'keibuan', karena memang begitu perannya demi melemahkan dan menguasai sasaran.

Tidak ada tanggapan dari Ria saat ditanya, pandangannya terlihat sangat lelah dengan keringat dingin yang tiada henti mengucur, belum lagi terdengar napas sesak dari mulut namun masih berusaha menoleh dengan rupa kuyu. Tidak mengerti apakah harus bahagia atau takut karena akan diselamatkan dari penculikan yang artinya bertemu ayah--seolah tidak ada ibu yang pasti juga mengkhawatirkannya.

"Dia demam," ujar Martin yang sempat memeriksa kening Ria, mendekatkan pendengaran ke pernapasan di wajah gadis itu karena napas terdengar tidak hanya dengan hidung, tapi juga mulut.

Yuto yang sebenarnya ingin pula memeriksa, namun tidak berani menyentuh karena jijik pada diri sendiri atas sang gadis masa kecil yang menurutnya masih bersih dibanding dirinya yang memiliki masa kelam--dan baru merasa menyesal telah menyentuh tangan menggemaskan gadis itu saat mencegah pembalasan terhadap Yongki.

"Cleo, apa yang terjadi pada Ria sebenarnya?" Meski ada rasa syukur bahwa mimpinya atas sang gadis masa kecil tidak menjadi nyata, Yuto yang sebelumnya sudah diberi tahu Taka terkait kondisi Ria tetap tidak tahan bertanya langsung pada Cleo.

Napas gundah pun terhembus dari gadis albino. Bekerja di ruang pengawasan berisi banyak komputer yang terhubung dengan seluruh CCTV pabrik baterai milik Inggrid si Ratu yang menjadi tempat penculikan saat ini, ia dipercayakan untuk mengamati sang tawanan. Dari salah satu komputer yang menyorot sang tawanan, lima hari hanya diberi makan berupa sebuah roti. Memang Ria menunjukkan kepanikan, namun lebih sering melamun seperti pikiran yang penuh oleh banyak ketakutan. Memeluk kaki seperti melihat sosok yang menakutkan. Hingga Stella dan Yongki masuk setelah diingatkan untuk memberi makan lagi. "Yongki yang menyarankan supaya Ria tidak diberi makan tiap hari, karena katanya dari anak buahnya Yongki dengar kalau Ria itu anak silat, maka dengan kurang makan maka tidak akan bisa membela diri..."

"Apa?" Yuto mendesis, sementara Martin mencoba memasangkan selang oksigen yang terhubung dengan tabung oksigen. Yuto memandangi sahabatnya yang seakan-akan begitu paham dengan apa yang tengah dikerjakan. "Sama saja itu membunuh Ria!"

"Maaf, Yuto."

"Lu gak salah. Lu dah tobat...," Yuto menyeka air mata. Memandang sendu sang gadis masa kecil yang kelihatan sangat membutuhkan pertolongan medis. "Lalu akan dibawa kemana Ria sama mereka? Kenapa Stella telepon pasar gelap?" Meski sudah tahu pula dari Taka, ia tetap ingin mendengar langsung dari gadis albino itu.

"Drama kecelakaan dan warga palsu adalah ide kutilang bule itu. Pasar gelap... hm... Ria sedang didiskusikan apakah akan dijual organ tubuhnya atau..."

"... atau?!" Yuto yang sudah menduga kemungkinan warga palsu dan drama kecelakaan itu tersulut, berusaha menahan geram.

"... atau dijadikan pelayan lelaki hidung belang..."

Lihat selengkapnya