Kalila berlari menuju rumah Bu Hajah Rumana. Napasnya terengah-engah. Peluh pun bercucuran dari dahinya. Ia menghela napas panjang setelah tiba di teras bangunan berukuran besar tersebut. Mahasiswi berpenampilan tomboy itu segera meluruskan kakinya di lantai. Punggungnya sengaja ia sandarkan pada tembok dengan cat dinding putih. Semilir angin, mengusap lembut mahkotanya yang terikat. Membuat anak rambut yang lepek bekas keringat itu kering perlahan. Ia ingin melepaskan rasa lelahnya sebelum masuk rumah.
“Kal.”
Gadis itu menoleh, mendapati sang ketua kelompoknya berdiri di ambang pintu, menatap ke arahnya.
Kalila malas menanggapi, ia hanya mengangkat sebelah alisnya.
Khairil maju. Ia duduk di sebelah Kalila. Pemuda dengan kumis tipis dan rambut hitam lebat itu berdeham. Matanya yang bulat besar menengadah, menyaksikan burung kecil yang hinggap di salah satu ranting. “Kamu kenapa nggak minta jemput aja sih?” tanya Khairil akhirnya membuka obrolan.
Pagi ini Kalila kembali ke tempat KKN. Kemarin siang ia terpaksa pergi untuk bekerja. Gadis itu lembur, jadi ia memilih bermalam di rumahnya yang terletak di daerah Tangerang Selatan. Perempuan tomboy itu bersyukur, kampusnya menempatkan KKN di wilayah yang bertetanggaan dengan Kotanya. Jadi, tidak memerlukan waktu lama untuk menempuh perjalanan.
Gadis di sebelahnya itu mengerjap heran. “Sama si Fadhil maksudnya?”
Khairil terkekeh pelan. “Yaiyalah. Kan kamu pacarnya. Masa nggak mau sih dia jemput kamu.”
Mendengar perkataan laki-laki itu, Kalila malah tertawa. “Gue sama Fadhil pacaran? Siapa yang bilang?”
“Neisya.”
“Neisya?” Gadis berdarah betawi itu bergumam pelan. “Gosip aja tuh anak.”
“Kalau saya perhatikan kalian kok nggak pernah kelihatan ngobrol bareng ya. Bukannya kalian berdua satu fakultas? Malah kamu lebih banyak ngobrol sama Fadhil.”
Kalila tersenyum getir. “Yah, kerena gue dan Fadhil itu memang sahabatan dari awal kuliah.” Gadis itu menghela napas. Ia memandang ke langit-langit atap rumah.
“Kamu sama Fadhil itu beneran hanya sahabat?”
Kalila mengangguk pasti. Perempuan berpenampilan tomboy itu tersenyum mengingat tingkahnya yang begitu receh kalau bersama Fadhil. Sebenarnya bukan hanya dengan laki-laki berdarah campuran Chinese itu saja ia akrab. Tetapi, entah kenapa hanya Fadhil yang begitu nyambung dengan dirinya. Beragam candaan selalu hadir jika mereka bertemu.
“Fadhil kayanya suka deh sama kamu,” ucap Khairil tiba-tiba. Bola matanya yang hitam menatap lekat gadis di sebelahnya. Seakan mencari kepastian di sana.
“Jangan ngaco ah, Fadhil itu sahabat gue.” Ia terkekeh, geli sendiri mendengar ucapan laki-laki yang masih lekat menatapnya.