Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kali ini Khairil kembali mendapat jadwal untuk begadang. Ia menjaga keamanan benda-benda milik anggota KKN. Lelaki berhidung mancung itu tidak ingin jika ada kehilangan di kelompok yang ia bina. Sebagai ketua tentunya tanggung jawab tertinggi berada di tangannya.
Khairil menyentuh layar ponsel, kemudian menggambar sebuah kunci telepon. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek pesan whatssapp di smartphone miliknya. Beberapa notifikasi pun muncul berderet. Dua pesan dari orangtuanya. Lima pesan pada grup angkatan kampus. Satu pesan dari sahabatnya. Juga pesan dari Kalila.
Khairil dengan cepat membalas pesan dari orangtuanya. “Ummi selalu saja menanyakan lagi apa. Duh.” Ia bergumam sendiri kemudian tersenyum. “Kakak lagi jaga nih ummi,” ucapnya sambil mengetik, kemudian menyentuh icon kirim. Pesan pun sampai dan memperlihatkan dua centang putih.
Khairil selanjutnya membuka kotak obrolan dari gadis keturunan Betawi tersebut. Ia membaca dengan seksama. Secara garis besar Kalila kembali meminta izin tidak bisa hadir hari ini. Kalila juga meminta maaf karena untuk kesekian kalinya ia harus mangkir dari tugas.
Tanpa menunggu waktu lama, ia membalas dikotak obrolan. “Iya Kal. Santai aja ya. Semangat bekerja.” Lelaki berhidung mancung itu tersenyum sembari menyentuh icon kirim. Tidak hanya itu, dengan sengaja ia menyentuh foto profil Kalila. Whatsapp langsung memperlihatkan gambar seorang gadis berkerudung hijau polos tersenyum manis. Gambar tersebut berlatar di sebuah masjid dengan arsitektur Jepang yang identik dengan kayu.
“Cantik Kalila. Terus ya hijrahnya.” Tanpa dikomando jari jemari Khairil spontan mengetik pesan tersebut. Hanya hitungan detik, chat tersebut bercentang biru, pertanda telah dibaca oleh si penerima pesan. Khairil kembali mengetik tanpa menunggu balasan gadis berdarah Betawi tersebut. “Sudah malam jangan lupa istirahat ya cantik.” Khairil menampilkan kembali senyum terbaiknya sebelum akhirnya memudar dari wajahnya yang besar. Ia memejamkan mata, membuat kerutan pada dahinya. Dengan cepat, laki-laki itu menyentuh tulisan delete. Perlahan, setiap karakter huruf pada kotak chat pun menghilang. Khairil menarik napas panjang, kemudian membuangnya pelan. Ia menggelengkan kepala.
***
“Kak, bangun Kak.” Samar-samar terdengar suara lembut. Memaksa otaknya bekerja. Menafsirkan siapa pemilik suara tersebut.
“Kak Khairil, bangun Kak.” Kali ini tidak hanya sapaan saja, melainkan tepukan pelan menyentuh lembut kulitnya. Ia terus menggoyang-goyangkan lengannya dengan agak kencang. “Bangun Kak, sudah siang.”