Angin bertiup cukup kencang, mampir berkali-kali dengan membawa debu juga dedaunan kering ataupun sampah-sampah plastik yang ikut terbawa hembusan angin. Udara siang hari di desa Pemagar lagi-lagi belum bisa bersahabat.
Kalila memejamkan mata. Ia asik saja menikmati suasana sembari membiarkan tubuhnya terayun ke kanan kiri perlahan. Sebuah ayunan yang terbuat dari bahan berupa kain panjang. Kedua sisinya diikat pada pohon. Sederhana namun bermanfaat untuk mengistirahatkan tubuh. Gadis yang selalu menguncir mahkota hitamnya itu membetulkan benda kecil yang menempel di telinganya. Kemudian, ia kembali menikmati alunan lagu.
Gadis berdarah betawi itu tersenyum. Lirik lagu yang dinyanyikan Vierra itu benar-benar membuat otaknya travelling kemana-mana. Entah kenapa selalu wajah Khairil yang hadir menganggu pikirannya. Namun, tak bisa dipungkiri hatinya pun sejalan menerima hasil mengkhayalnya. Ia kembali tersenyum.
Laki-laki berhidung mancung itu mendekat ke wajah Kalila. Tanpa permisi ia langsung menarik benda kecil di telinga gadis itu. “Awas kesambet nanti.”
Kalila tersentak. Ia langsung bangun dari posisi rebahnya. “Ya ampun Kak. Kaget gue.”
Khairil terkekeh. “Ya apalagi kakak.” Ia menggeleng-geleng sembari tersenyum.
“Kakak ngapain sih disini? Ganggu orang lagi tiduran aja.” Kalila menggerutu. Ia memanynkan bibirnya. Matanya enggan menatap sang pemilik wajah tampan tersebut.
“Heh, ada juga kamu ngapain disini sendirian siang-siang. Kesambet aja nanti.”
Kalila spontan memukul pelan lengan mahasiswa itu. “Apaan sih Kak. Orang lagi nikmati suasana sambil cari inspirasi kok,” gumamnya. Ia masih tak terima diganggu Khairil tiba-tiba seperti itu.
“Kok jadi marah?” Khairil berdeham. “Iya deh kakak minta maaf. Lagian sih kamu tadi segala senyum-senyum sendiri. Dikirain kakak kamu kesurupan.”
Kali ini tangan Kalila memukul lengan laki-laki itu lebih kencang. “Sembarangan ya kalau ngomong. Nggak lucu ya.”
“Serius kok kamu senyum-senyum.” Khairil berdiri menyandar di salah satu pohon. Ia menghela napas. “Kamu lagi mikirin Fadhil ya?”
Gadis yang masih duduk di ayunan kain itu menatap Khairil heran. “Ih kenapa jadi Fadhil. Nggak jelas banget.” Kalila mendecakkan lidah.
“Kan yang selama ini deket banget sama kamu ya Fadhil.”
Kalila menampilkan wajah jutek. “Yaudah kalau maunya itu Fadhil yaudah.” Gadis itu bangkit. Ia berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun meninggalkan Khairil.