Di sebuah taman di dekat Danau Angsa Putih, terdapatlah bunga tulip, bunga matahari, bunga melati, dan bunga mawar. Dulu, bunga-bunga itu ditanam oleh seorang anak perempuan yang bernama Lala. Sekarang, Lala telah pindah rumah ke peternakan pamannya. Hal itu karena orangtua Lala sudah tiada.
Bunga-bunga itu ditanam di antara semaksemak arbei agar dapat berkomunikasi satu sama lain. Oh ya, bunga tulip, bunga melati, dan bunga matahari, semuanya tidak menyukai bunga mawar. Menurut bunga matahari, warna bunga mawar sangatlah gelap, tidak menarik sama sekali. Menurut bunga tulip, bentuk kelopak bunga tulip yang panjang lebih indah daripada kelopak bunga mawar. Sedangkan menurut bunga melati, bunga mawar terlalu banyak durinya sehingga sering menusuk-nusuk bunga melati.
Bunga mawar tidak peduli terhadap ejekanejekan bunga-bunga lainnya itu. Dia tetap rajin bernyanyi setiap hari dan memberikan sarinya kepada lebah dan kupu-kupu.
“Aku tak peduli kepada kalian. Aku akan terus melaksanakan tugasku!” kata Mawar sehabis dihina. Namun, semua bunga itu pun tidak peduli pula kepada Mawar, mereka tidak bosan-bosannya mengejeknya.
Saat itu, datanglah empat ekor kupu-kupu kepada keempat bunga tersebut. Ketika keempat kupu-kupu itu mendekati mereka, Tulip, Melati, dan Matahari langsung menguncupkan dirinya. Hanya Mawar yang tidak menguncupkan diri sehingga keempat kupu-kupu itu langsung mengisap sarinya. Melihat hal itu, Melati langsung menyenggol Mawar sehingga membuatnya kaget dan langsung menguncupkan diri. Keempat kupu-kupu itu pun ikut kaget juga. Mereka mengira Mawar berniat memerangkap mereka. Mereka menjadi marah dan merobek-robek satu per satu kelopak Mawar. Kelopak Mawar yang tadinya ada sepuluh, sekarang hanya tinggal enam.
“Wah, wah, wah …, kamu telah menyakiti hati kupu-kupu dan juga dirimu sendiri. Sangat aneh! Katanya, kamu ingin melaksanakan kewajibanmu? Memangnya, kewajibanmu itu seperti itu? Hih … benar-benar aneh ...!” ejek Melati.
Matahari dan Tulip mengangguk-angguk sambik tertawa senang. Mawar tetap tidak peduli ataupun sedih meskipun kini, dia terlihat aneh karena sedikit gundul.
Hujan turun dengan derasnya. Mawar teringat kepada Lala. Biasanya, setiap hujan turun, Lala selalu meminta izin kepada orangtuanya untuk pergi ke tempat bunga-bunga yang ditanamnya itu. Dia keluar untuk memayungi keempat bunga itu dengan payung birunya. Lala biasa duduk di batu dekat semak arbei.
Kini, Mawar sangat merindukan saat-saat itu. Dia teringat senyum Lala kepada mereka berempat, juga saat pak satpam menasihati Lala agar pulang ke rumah karena khawatir air hujan akan membuatnya sakit. Satpam itu bernama Hari. Hanya Pak Hari yang selalu menasihati Lala, sedangkan satpam-satpam yang lain tetap membiarkannya berhujan-hujan. Oleh karena itu, Lala lebih suka memilih hari Selasa atau Sabtu untuk keluar melihat bunga-bunganya. Karena pada hari-hari itu, Pak Hari libur.
Saat Mawar sedang melamun, tiba-tiba datang seorang anak perempuan berumur sebelas tahun sambil membawa payung biru. Anak perempuan itu langsung memetik Mawar. Melihat hal itu, tentu saja Melati, Matahari, dan Tulip terkejut. Selain terkejut, mereka juga iri kepada Mawar. Setelah memetik Mawar, anak perempuan itu berlari dan memasuki truk kecil yang dikemudikan oleh seorang laki-laki dewasa, lalu membawa Mawar ke peternakan.
Hmmm ... sepertinya peternakan ini tidak asing bagiku, pikir Mawar yang berada di genggaman si anak perempuan.
Hujan telah reda. Anak perempuan itu membawa Mawar ke kamarnya. Dia menanam Mawar di salah satu pot di dekat jendela kamarnya.
“Maaf, ya, kalau aku mengejutkanmu. Aku ini Lala. Apakah kamu masih ingat kepadaku? Mungkin, kamu sudah lupa, ya … aku membawamu kemari karena aku ingin bersamamu lagi. Aku tidak memetik ketiga temanmu itu karena Sara akan memetik mereka. Sara adalah temanku yang selalu bersepeda bersamaku. Dia sudah memberiku uang lima ribu rupiah ...,” kata anak perempuan yang ternyata Lala itu.