“Apakah itu kuda-kuda yang baru saja dibeli Ayah, Paman?” bisik Alison kecil, yang kini berusia lima tahun. Dia menatap kudakuda yang dituntun Henry, sang pengurus kuda, dengan mata bersinar-sinar.
“Benar, Alison!” jawab Holmes. “Tapi, simpanlah dulu semangat berkobarmu itu! Besok pagi, baru kamu boleh menungganginya, untuk latihan pertamamu!”
Alison berjingkrak kesenangan. Tadi perkiraannya, dia baru dibolehkan latihan menunggang kuda, tiga hari lagi. Biasanya hewan-hewan sirkus yang baru dibeli atau datang, dicek kondisinya terlebih dahulu. Setelah itu, boleh diajak bermainmain atau digunakan untuk berlatih.
Sejak umur tiga tahun, Alison hanya tertarik pada kuda, tidak pada hewan-hewan sirkus lainnya, walaupun dia juga bersahabat cukup erat dengan Sammy si Simpanse. Tapi karena masih kecil, dia hanya boleh menunggang kuda poni. Itu pun masih dituntun Roland, ayahnya. Alison belum boleh menunggang kuda sendirian. Padahal, Alison sudah sering berandai-andai, dia akan menjadi penunggang kuda terbaik di negaranya, atau minimal di desanya. Dia sama sekali tidak tertarik pada sirkus, biarpun nantinya akan menjadi gadis sirkus. Itu sudah pasti, pikirnya gelisah.
Paman Holmes menyadarkan Alison dari pikirannya. Dengan suara lembut dia berkata, “Ayo, Alison, Paman akan ajak kamu bermain dengan gajah-gajah sirkus yang bernama Nona Muda dan Nyonya Tua!”
Nona Muda adalah anak dari Nyonya Tua, yaitu anak gajah dengan permadani mini di punggungnya. Sedangkan Nyonya Tua adalah ibu dari Nona Muda, bertampang tua, dengan permadani seukuran biasa di punggungnya dan belalai yang biasanya melambai-lambai lesu.
Paman Holmes menyikut lengan Alison pelan, berjalan menuju kandang gajah, diikuti Alison dengan setengah hati.
Sampai di kandang gajah, Paman Holmes meraih dua tongkat bisbol dan dua bola karet. Paman Holmes menyerahkan kedua tongkat bisbol tersebut kepada Nona Muda dan Nyonya Tua, yang disambut dengan belalainya. Setelah itu, Paman Holmes melempar sebuah bola karet kepada Alison, yang langsung menyambutnya dengan cekatan.
Paman Holmes mengikatkan tali panjang ke leher Nona Muda dan Nyonya Tua, tapi tidak erat. Salah satu tali yang tersambung ke leher Nona Muda diserahkan kepada Alison.
“Alison, kamu tuntun Nona Muda, oke? Paman akan menuntun Nyonya Tua. Kita akan membawa mereka menuju danau kecil di dekat sini,” jelas Paman Holmes.
“Baik, Paman!” sahut Alison patuh, dengan suara kecilnya yang imut. Dia menyambut seutas tali yang disodorkan Paman Holmes kepadanya dan mulai menuntun Nona Muda dengan pelan menuju danau.
Ini dia, Danau Kelam. Danau ini berukuran kecil, namun airnya jernih, tidak sesuai dengan namanya. Alison pun menanyakan hal tersebut kepada Paman Holmes.
“Paman, bukankah nama danau ini Kelam? Kok, airnya jernih?” tanya Alison polos.
Paman Holmes tertawa mendengar pertanyaan Alison yang “Kok, airnya jernih?” itu. Paman Holmes menatap Alison, lalu menjawab, “Paman, tidak tahu, Alison. Mungkin Paman pernah mendengar ceritanya, tapi Paman lupa.”
Alison terdiam mendengarnya dan bertanya lagi, kali ini lebih pelan dan hati-hati. “Paman, apakah ada dunia di luar sana, di luar sirkus?”
Kini giliran Paman Holmes yang terdiam, sebelum akhirnya berkata, “Ada, Alison. Paman sudah pernah memasukinya. Tapi, camkan ini baik-baik, Alison. Kamu dilahirkan menjadi gadis sirkus. Jadi, jangan coba-coba memasuki dunia di luar sana. Bahaya! Kamu akan memasuki wilayah yang mengancam di sana, karena kamu sudah terbiasa dengan sirkus, tidak mengetahui kebiasaan di luar.”
Alison menghela napas panjang, mendesah.
“Tapi,” hibur Paman Holmes buru-buru, “jangan pikirkan itu sekarang, karena kita akan bermain bersama Nona Muda dan Nyonya Tua. Barangkali, Paman bisa sedikit memberimu pelajaran tentang kehidupan di luar sana.”
Air muka Alison berubah, menjadi lebih ceria. Diusap-usapnya belalai Nona Muda yang sedang dituntunnya.
“Siap, Alison!” seru Paman Holmes, yang sudah mendahului dan berada jauh darinya.
Alison mengangguk, menyiapkan bola karet yang sudah kebas dipegangnya. Dia melemparkannya tinggi ke langit. Nona Muda menyambut dengan ayunan tongkat bisbolnya dan memukul bola karet itu ke arah lawan, Paman Holmes dan Nyonya Tua.
Serempak, pada saat yang sama, Paman Holmes dan Nyonya Tua meluncurkan bola karet mereka kepada Alison dan Nona Muda. Keduanya menyambut dengan pukulan balik.
Selama beberapa menit, permainan itu berjalan dengan serunya. Sampai pada akhirnya, Nona Muda mencelupkan belalainya ke air danau dan menyemprotkan kepada Paman Holmes dan ibunya karena bosan. Nyonya Tua balas menyemburkan air danau dari belalainya, hingga semua menjadi basah kuyup.
Tiba-tiba, langit menjadi gelap. Awan abu-abu tebal berlapis-lapis tertiup angin kencang. Dahandahan pohon di sekitar danau bergerak-gerak seakan menunduk, menahan tiupan angin. Air danau pun menjadi bergelombang, bergoyanggoyang tak keruan.
Paman Holmes menengadah, menatap cuaca yang sedang mengamuk. Dia berseru kepada Alison, yang melihat langit dengan kepolosan wajahnya. “Tetap di tempatmu, Alison! Cuaca tiba-tiba buruk. Paman akan menjemputmu! Kita akan kembali ke karavan kita di sirkus.” Paman Holmes berusaha mencapai tubuh Alison dengan susah payah, karena dihalangi angin kencang yang menerpa. “Tetap pegang tali Nona Muda, Alison! Jangan sampai lepas!”
Namun, terlambat. Sebelum Paman Holmes mencapainya, Alison kecil yang tubuhnya ringan sudah ditiup angin kencang, menuju sebuah pohon berdahan besar dan menabraknya.
“Kamu tidak apa-apa, Alison?” tanya Paman Holmes cemas, menyodorkan secangkir kecil cokelat panas kepada Alison yang kini terbaring di tempat tidur mininya dalam karavan.