KKPK Friends Lullaby

Mizan Publishing
Chapter #3

Fani dan Fakhri

Fani dan Fakhri bersahabat sejak umur 4 tahun. Mereka bersahabat sangat erat. Sekarang, Fani dan Fakhri sudah berumur 11 tahun dan menginjak bangku kelas VI. Itu berarti, mereka sudah bersahabat selama 7 tahun lamanya. Kebetulan, sejak berumur 5 tahun, mereka bersekolah di sekolah yang sama.

Orangtua Fani dan Fakhri bahkan sudah berteman karib. Rumah mereka juga masih satu kompleks sehingga mereka sering bermain sepeda dan ke rumah pohon bersama.

Kebetulan, di kompleks mereka ada rumah pohon. Mereka juga sering bermain ke rumah kakek Fakhri yang merupakan seorang ilmuwan. Namanya Profesor Rizky. Beliau selalu mengajarkan Fani dan Fakhri pelajaran baru. Sering keduanya diajak makan camilan bersama.

Suatu hari ....

“Fani, main sepeda, yuk! Kebetulan cuaca cerah hari ini!” panggil Fakhri dari luar.

“Iya, Khri! Sebentar!” balas Fani sambil mengeluarkan sepeda tandem miliknya.

“Ayo, kita ke rumah pohon! Aku sudah bawa minuman kaleng, nih!” kata Fakhri sambil menenteng tas ransel kecil miliknya.

“Iya, iya! Ayo, kita berangkat sekarang!” ajak Fani sambil duduk di belakang Fakhri.

“Oke! Siap, ya! Satu, dua, tiga! Gowes!” teriak Fakhri memberi aba-aba.

Fani dan Fakhri pun mulai menggowes sepeda sampai ke rumah pohon. Di perjalanan, kadang mereka mengobrol sambil bercanda. Itulah kebiasaan mereka.

Sesampainya di rumah pohon, mereka menyandarkan sepedanya di batang pohon, lalu memanjat pohon menggunakan tangga.

“Huft! Sampai kita di rumah pohon,” gumam Fani. “Oh, iya ... nih, minuman kalengnya!” Fakhri mengeluarkan minuman kaleng rasa apel dari tas ransel kecilnya, lalu menyodorkannya ke Fani. Sedangkan untuk dirinya rasa jambu.

“Thanks!” ucap Fani. “Ya, you are welcome!” balas Fakhri.

“Kira-kira, kalau salah satu dari kita mempunyai sahabat yang lain, kita masih tetap bersahabat enggak, ya?” gumam Fani.

Fakhri yang mendengar gumaman Fani hampir tersedak sewaktu minum minuman kalengnya.

Fakhri diam sebentar, “Entahlah,” jawabnya.

“Eh, kenapa kita terlibat dalam keseriusan, ya?” Fani tertawa.

“Enggak tahu. Kan, kamu yang duluan,” ujar Fakhri.

“Enak saja! Justru kamu malah lebih mendalaminya lagi!” balas Fani. Mereka pun tertawa bersama.

Fani berjalan menuju kelasnya, kelas VI-A. Banyak anak-anak yang sedang mengobrol ataupun bercanda ria. Fani celingak-celinguk mencari Fakhri. Eh, itu dia, batinnya.

KRIIING ...!

Bel berbunyi. Semua murid langsung duduk di bangku masing-masing. Begitu pun Fani dan Fakhri. Tak lama, datang Bu Yuli, wali kelas VI-A. Bu Yuli mengajar pelajaran IPS.

Tak terasa waktunya istirahat. Fani dan Fakhri pergi ke kantin bersama.

“Bu, seperti biasa, ya!” pinta Fani dan Fakhri berbarengan.

“Es tebu, kan? Sip, deh!” balas Bu Shilla, pemilik kantin.

Tidak sampai dua menit, pesanan Fani dan Fakhri datang. Mereka duduk di kursi taman sambil minum es tebu.

“Khri, kenapa sih, kamu suka banget sama pelajaran IPS?” tanya Fani memulai pembicaraan.

“Karena menarik. Aku, kan, ingin menjadi Notaris. Jadi, aku harus pintar dalam bidang IPS.

Cukup?” jelas Fakhri. “Iya, iya. Cukup, deh!” balas Fani, lalu menyeruput es tebunya.

Mereka diam sejenak. Suasana hening.

“Oh, iya, kayaknya suatu saat nanti kita kedatangan murid baru, deh, di kelas,” ucap Fani memecah suasana hening di antara mereka. Fakhri yang sedang minum es tebu tersedak.

“Uhuk ... uhuk ...! Kamu seperti tahu masa depan saja,” balas Fakhri.

“Sudahlah, aku punya firasat seperti itu,” ujar Fani.

“Huh! Memangnya seperti lagu Raisa yang Firasat?” canda Fakhri.

“Enggak juga, kali!” balas Fani sambil tertawa.

Sekarang sudah pukul empat sore. Biasanya, Fani dan Fakhri selalu bermain sepeda bersama menuju rumah pohon. Namun kali ini tidak, karena di luar sedang hujan.

“Yaaah ... hujan, deh!” keluh Fani.

“Fan, kenapa kamu mengeluh seperti itu?” tanya mama yang tiba-tiba muncul di samping Fani.

“Aduh, Ma! Bikin kaget saja,” kata Fani, sambil mengelus-elus dadanya.

“Sudahlah, jelaskan saja kenapa kamu mengeluh?” tanya mama.

“Lihatlah di luar! Alasannya adalah itu,” jawab Fani.

“Lho, biasanya kalau sedang hujan ... kamu, kan, suka bermain bersama Fakhri di rumah Profesor Rizky. Kenapa enggak ke sana saja? Biar Mama yang antarkan,” usul mama.

“Oh, iya, ya!” Fani menepuk jidatnya. “Ya, sudah, Ma. Ayo, kita berangkat sekarang!” ajak Fani. Mama hanya mengangguk.

Mama mengantar Fani ke rumah Profesor Rizky yang berada di samping rumah Fakhri.

“Ma, nanti aku telepon Mama, ya, kalau aku mau pulang,” kata Fani. “Iya! Selamat bermain, ya, Nak!” ucap mama.

Mobil yang dikendarai mama pun lenyap di ujung jalan.

Lihat selengkapnya