"Aaa … iii … uuu … eee … ooo.” Lantunan pemanasan yang sering kali dilakukan oleh seorang penyanyi sebelum bernyanyi itu membuat gadis slim di sampingku merengut sambil menggeram tertahan. Galaunya belum habis rupanya dan sukses menjadikanku korban ocehannya setiap saat.
“Ri, enggak ada waktu lain aja latihan nyanyinya?” Shena menggembungkan pipinya sambil menepuk lantai, lalu berdiri menatapku yang kini diam. Aku tidak jadi melanjutkan pemanasan atau vocalizing yang seharusnya sekarang tengah kulakukan. Dia mencubit hidungku yang hanya disambut tampangku yang suntuk bin gereget.
Aku mengembuskan napas dan mendekatinya.
“Shen, kapan, sih, galaumu habis? Perasaan, dari tadi masih aja galau. Udah diajak ikut nginep bareng calon penyanyi internasional juga, alias aku,” kataku sambil menyengir dan membusungkan dada. “Udah, dong, calon SMP enggak usah suntuk melulu. Baru aja luluslulusan. Enggak lucu, ah!”
Aku Riani, anak perempuan calon siswi SMP yang kini sedang bercita-cita ingin menjadi penyanyi terkenal. Aku tidak diam saja dan membiarkan pita suaraku tidak dipergunakan sama sekali. Aku pikir, ketika aku dibekali pita suara yang bagus, betapa sayangnya jika aku tidak mempergunakannya atau berbuat sesuatu yang berharga dengan ini. Aku mempunyai moto hidup bahwa apa pun yang ada dan melengkapi setiap jengkal tubuhku pasti diperuntukkan untuk sesuatu. Dan menurutku, pita suaraku yang dapat menghasilkan suara memuaskan dapat dipergunakan untuk meramaikan industri musik tanah air. Selagi aku bisa.
Sedangkan, Shena adalah temanku sejak kelas I SD. Jika dia mempunyai keinginan yang belum tercapai, sangat mustahil menyuruhnya untuk melupakan impiannya itu, membuangnya dan pura-pura amnesia. Katanya, setelah dia membaca buku KKPK Nothing is Impossible karya Kinta, dia selalu mengemban prinsip bahwa keinginannya bukan untuk mendapat predikat “tidak akan tergapai”, tetapi untuk meyakinkannya bahwa tiada hal yang tidak mungkin di dunia ini. Memang keren banget.
Tapi parahnya, bila impiannya akan tergapai sejengkal lagi dan mendadak impian itu musnah begitu saja, dia bisa tiba-tiba down. Seperti saat ini.
Aku benar-benar menyesalkan kejadian yang baru saja menimpa sahabatku itu, Shena. Dua hari yang lalu, dia mendapatkan tiket gratis untuk ikut Meet and Greet (M&G) dengan Ryo Dwi Saputra, anak laki-laki sebaya kami yang baru saja menyabet gelar juara pertama pada sebuah ajang pencarian bakat di bidang musik di salah satu stasiun TV terkenal. Tapi nyatanya, Shena tidak bisa datang ke acara itu. Penyebabnya mama dan papanya tidak bisa mengantarnya karena ada acara. M&G itu berlangsung kemarin, hari Minggu, di Jakarta. Well, kami tinggal di Bekasi. Walaupun cukup dekat dengan Jakarta, tapi tanpa ada yang mengantar, bagaimana dia bisa mengikuti M&G?
Jadi, yang terjadi adalah tiket gratis hasil kuis salah satu majalah itu terbang menjauh dari Shena dan digantikan oleh pemenang lain yang beruntung.
“Ih, Riii! Tapi, kan, sayang banget. Tiket yang udah kita dapetin susah-susah dari kuis kayak gitu. Dan, coba bayangin ... itu, kan, gratis! Malah melayang sia-sia. Mana digantiin sama pemenang lain pula. Sumpah, itu jleb, Ri,” rutuk Shena sambil meninju udara dan memajukan bibir bagian bawahnya.
Aku menelan ludah, bingung mau merespons apa. Mau dihalusin, dia tetap galau. Mau dikerasi, malah semakin marah. Aduh, serbasalah banget!
“Sabar, Shen!” Hanya itu yang dapat terlontar dari mulutku.
“Hhh, coba kamu bilang bahwa mobil kamu kemarin nganggur, aku jadi bisa numpang, kan?” kata Shena dengan raut muka penuh penyesalan. “Kamu, sih, bilangnya enggak dari dua hari yang lalu, biar aku bisa siap-siap. Eh, ini, bilangnya baru pas acaranya udah selesai.”
“Oke, jadi sekarang maumu apa?” giliran aku yang menggeram. “Aku dan mamaku udah ngajak kamu ikut nginep di Hotel Pesona Griya ini, buat have fun aja dan agar galaumu cepat hilang. Ayo, dong, jangan sedih terus. Ini, kan, bukan akhir segalanya! Semangat, dong, Shen!”
“Iya, sih, Ri. Sebelumnya, thanks banget, ya, udah mau ngajak aku nginep di hotel. Makasih buat mamamu juga, hehehe …,” katanya. “Oke, sekarang waktu kamu latihan nyanyi lagi, deh, ya. Biar kayak Ryo, nanti banyak fans-nya. Semoga beruntung, Ri!” Kini, nada suara Shena semakin menyenangkan, tidak seburuk beberapa detik, lalu ketika sedih masih mengganjal.
Aku, Shena, dan mamaku sedang menginap di Hotel Pesona Griya yang berlokasi di Jakarta Selatan untuk alasan bersenang-senang. Well, berhubung Shena batal ikut M&G Ryo di Jakarta dan jadi galau, jadilah aku turut mengajaknya ikut menginap di hotel. Sekalian berlibur, juga mencomot pahala. Ya, kan?
Baru saja aku hendak melatih pernapasan perut, Shena dengan nada galak berkata. “Ri, Meet and Greet-nya, kan, kemarin, ya. Masa ada fans-nya yang foto sama Ryo sampai lima kali gitu!” tukas Shena berapi-api sambil sibuk menatap layar smartphone-nya.
Aku pun menggertakan gigi dan menepuk keras-keras pundak Shena, lalu mengomel panjang lebar, “Inget, Shen, seminggu lagi, Shen ... seminggu lagi! Aku bakal audisi di Jakarta … di Gedung KCTV, di ajang nyanyi Singer Wanna Be yang bakal diikutin sama calon penyanyi cilik dari berbagai daerah yang udah ikut babak seleksi sebelumnya. Dan, kamu tau apa yang harus aku lakukan saat ini, heh?”
“Apa?”