“Kemal! Main, yuk!” panggil kawan-kawan Kemal.
“Ke mana?” tanya Kemal dari jendela kamarnya di lantai dua.
“Bersepeda ke danau!” jawab Tohar.
“Maaf, Har … aku enggak boleh main ke Danau Misterius lagi. Danau itu sudah terbukti memakan korban. Si Agus kan menghilang di sana,” tolak Kemal halus.
“Yaaa, enggak asyik, nih, Kemal!” kata teman-teman Kemal serempak.
“Baiklah, aku akan mencoba pergi diam-diam,” kata Kemal dengan wajah terpaksa.
Kemal bukanlah anak orang kaya dia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Ayah Kemal berprofesi sebagai tukang servis barang-barang elektronik. Meskipun kamar Kemal berada di lantai atas tapi sebenarnya rumahnya hanyalah rumah biasa saja. Bahkan masih belum dicat.
“Mau ke mana kamu, Kemal?” tanya bapak.
“Mau ke … ke … rumah Dito Pak. Mau kerja kelompok,” jawab Kemal bohong.
“Lho, katamu kelompokmu lima orang. Kamu, Agus, Danu, Anang, dan Trimas. Tidak ada nama Dito, kan?” selidik bapak.
“Dito itu peng … peng … pengganti Agus, Pak!” jawab Kemal berbohong lagi.
Kring …! Kring …! Suara bel sepeda Tohar berbunyi.
“Itu seperti suara bel sepedanya Tohar?” tanya bapak menyelidik.
“Iya, Pak … Tohar menjemput. Saya tidak tahu di mana rumah Dito. Nah dulu Tohar satu kelompok dengan Dito. Jadi dia mau mengantarku,” jawab Kemal yang hampir kehabisan akal.
“Ya, sudah hati-hati di jalan, ya!” nasihat bapak.
“Iya, Pak. Assalamu ‘alaikum,” kata Kemal.
“Wa ‘alaikum salam,” jawab bapak.
“Maaf, nunggu lama, ya? Bapakku menyelidik terus. Aku hampir kehabisan akal,” kata Kemal sambil menaiki sepeda barunya yang masih mengilap.
“Sudah, yuk!” ajak Tohar tak sabar.
“Ya, sudah. Ayo!”
Di jalan …
“Ssst … Adhin! Cepat berpisah di perempatan depan! Panggil tuh si Adit dan si Aldi!” bisik Tohar lewat walkie-talkie-nya seraya mendekatkan sepedanya ke sepeda Adhin.
“Aku pergi dulu, ya!” kata Adhin saat berpisah dari rombongan di perempatan.
“Kenapa, sih, si Adhin selalu berpisah di perempatan sini? Terus kenapa si Adit dan si Aldi juga selalu tidak ikut? Padahal dulu sewaktu danau itu belum jadi Danau Misterius dia selalu ikut,” tanya Kemal heran setelah Adhin berlalu.
“Oh, i … itu karena Adit dan Aldi enggak boleh main sama ibu mereka,” jawab Trimas.
“Tapi, aku sering melihat dia main di rumahnya, kok,” kata Kemal tetap heran.